Giselle and Ballerina [Septi]
Premis : Seorang anak yang dipaksa orang tuanya untuk mengejar sesuatu yang bukan mimpinya.
Challenge : tanpa dialog.
-----------------------------------------------------------------------
Aislin--seorang ballerina termuda yang sering mengikuti 'Kompetisi Balet Internasional' di Moscow, Rusia. Orang-orang menyebutnya sebagai manusia angsa, karena tarian baletnya yang anggun seperti angsa.
Namun, orang lain tidak mengetahui bahwa Aislin tidak pernah menyukai balet. Ia lebih senang melukis dan menulis cerita daripada menari balet. Dirinya sering mengeluh bahwa kakinya sangat sakit, tetapi ibunya pasti akan memukulnya menggunakan sapu atau ikat pinggang. Dia juga harus melakukan diet agar berat tubuhnya menjadi ringan dan mempermudahkannya dalam menari. Jadi setiap pagi dirinya hanya makan satu buah apel dan baru boleh makan lagi saat malam dan makan malamnya pun hanyalah telur rebus dengan tambahan sedikit karbohidrat.
Aislin memiliki tubuh yang lebih kurus dibandingkan teman-teman di sekolahnya. Namun, jika kita menilai itu di depan ibunya, beliau hanya akan menjawab bahwa itu memang kemauan anaknya sendiri. Lucu. Itu yang Aislin pikirkan. Aislin sendiri juga ingin bebas seperti teman-temannya yang lain. AKan tetapi, Tuhan sepertinya berkendak lain.
Tak hanya memenuhi kepentingan sang ibu dalam menari balet, Aislin juga harus memenuhi ambisi sang ayah dengan selalu mengikuti perlombaan olimpiade tingkat Internasional, dan jika ia gagal mendapatkan juara pertama. Dirinya akan dikurung di ruang gelap dan lembap, padahal Aislin sangat sensitif dengan kelembaban udara dan suhu.
Sore ini ketika latihan, ia diberitahukan bahwa mereka akan mementaskan salah satu serial drama balet yang terkenal--Giselle. Guru lesnya memilih Aislin untuk memerankan tokoh Giselle dan tentunya hal tersebut membuat banyak sekali murid di sana menatapnya iri. Aislin tidak ingin ambil pusing dengan semua tatapan tersebut. Ketika waktunya untuk pulang tiba dia langsung bergegas untuk keluar. karena dia tidak ingin berdiam di ruangan tersebut yang bisa saja membawa keburukan padanya.
Sampai di depan gedung latihannya, dia melihat mobil ibunya tepat berada di depannya. Tanpa banyak basa-basi, ia langsung masuk, dan ibunya langsung menanyakan apa saja informasi dari guru baletnya. Aislin mengatakan semuanya dan ibunya Aislin bilang bahwa Aislin harus bisa memuaskan ibunya dalam serial drama ini. Aislin berpikir bahwa ibunya terlalu berambisi dalam balet ini, coba saja ibunya yang mengikuti pelajaran ini pastinya ibunya juga akan mengeluh.
Mobil mereka telah sampai di rumah mereka dan Aislin bergegas pergi ke dalam rumahnya, dia berlari menuju kamarnya agar dia bisa menenangkan dirinya. Namun, apa yang dia lihat sangat mengejutkan dirinya. Kamarnya berantakan dan susunan karya seninya menghilang. Saat ia hendak menanyakan perihal tersebut pada orang tuanya yang berada di bawah, ternyata ayahnya sudah terlebih dahulu berada di depan pintu kamarnya. Ayahnya mengatakan bahwa karya seni miliknya sudah terbakar habis dan hanya menyisakan abu. Setelah itu ayahnya menampar Aislin dengan keras, ayahnya mengatakan bahwa tamparan tersebut adalah hukuman karena Aislin memberikan nilai yang tidak memuaskan dalam pelajaran Kimia-nya hari ini. Sungguh, ini bukan yang pertama kali baginya. 'Aku pasti akan bebas, suatu hari.' Aislin membatin.
Ini sudah memasuki satu minggu dirinya belajar untuk serial Giselle, dia sudah bisa menghapal sebagian konteks besar dari drama yang akan dia mainkan. Hal ini menimbulkan decak kagum dari semua guru lesnya dan orang tua murid yang lain. Saat orang tuanya ditanya mengenai bagaimana putrinya melakukan hal tersebut, mereka akan mengatakan bahwa Aislin sering berlatih di rumah. Namun, pada kenyataannya Aislin berlatih sambil disiksa. Hal tersebut dilakukan agar Aislin dipandang sebagai anak yang rajin dan sebagai anak Aislin juga harus berbakti dan menuruti perkataan orang tua.
Dua minggu sudah Aislin berlatih tapi karena suatu kecelakaan dirinya terjatuh dan kakinya terkilir, ibunya yang tahu langsung memarahinya ketika mereka sampai di rumah dia memukuli, menendang, mencubit bahkan menyiraminya dengan air es. Ini adalah penyiksaan terparah yang sering ia rasakan dari kedua orang tuanya. Kata-kata makian pun keluar dari mulut orang tuanya, mengatakan bahwa dirinya adalah anak yang tidak berguna dan . . . Inilah dia sekarang, berakhir terkurung dalam ruangan yang gelap dan sangat lembap.
Napas Aislin tersengal-sengal, dia merasa bahwa dirinya sebentar lagi akan pingsan dan benar saja tak lama pandangannya pun gelap.
Aislin terbangun mendapati dirinya berada di atas tempat tidurnya dan kedua orang tuanya menatapnya dingin. Dia bingung harus berbuat apa selain meminta tolong dan mengeluh bahwa dadanya terasa sangat sakit sekarang, tapi seolah tidak memiliki hati. Sang ayah mengambil cambuk dan mencambuk kaki Aislin dengan kasar, Aislin pun berteriak kencang sambil menangis. Namun, tak lama ibunya segera membekapnya dari belakang dan membiarkan ayahnya mencambuk kakinya hingga mengeluarkan banyak sekali darah.
Aislin hanya bisa pasrah ketika disiksa seperti ini, entah apa salah Aislin yang mengharuskannya merasakan hal seperti ini sampai dirinya merasa tidak pantas untuk hidup. Untuk apa dia hidup jika dirinya saja rasanya tidak diinginkan oleh orang tuanya.
Sudah satu tahun sejak kejadian menyeramkan itu berlalu, pagi ini Aislin berada di dalam gedung yang di mana mereka akan mementaskan drama tersebut di depan khalayak ramai. Aislin berhasil melakukan perannya sebagai Giselle dengan baik hingga tepat saat pentas drama ini selesai dirinya diberikan sebuah karya lukisan yang memperlihatkan dirinya yang sedang melukis bintang sambil melakukan poin balet. Aislin tersenyum melihat lukisan yang diberikan oleh sahabat dekatnya, di satu sisi dia merasa sedikit bersalah pada sahabatnya karena telah merahasiakan semua masalahnya pada sahabatnya dan tentunya karena setelah ini dirinya akan melakukan hal yang membuat sahabatnya merasa sedih.
Saat perjalanan pulang, Aislin meminta pada orang tuanya agar menurunkannya di sebuah ladang penuh rumput hijau karena dirinya ingin latihan menari di sana. Orang tuanya mengiyakan ucapan Aislin dengan syarat bahwa Aislin harus pulang sendiri tanpa meminta dijemput, tentunya hal ini disetujui oleh Aislin.
Mobil mewah milik orang tuanya melintas pergi dan tinggallah dirinya di sebuah ladang hijau yang ada di pinggir kota mereka. Jam sudah menunjukkan pukul empat sore, Aislin sedang menarikan tarian Giselle. Dia menari dan terus menari hingga matahari terbenam pun dirinya terus menari balet. Ia menari seperti ini sebagai bentuk protes terhadap orang tuanya, dan hingga malam purnama pun dirinya masih terus menari di ladang tersebut, hingga dirinya tidak pulang sama sekali ke rumahnya.
Sebelum melakukan ini dirinya meninggalkan surat yang bertuliskan :
Tarian ini adalah saksi bisu dari siksaan seorang balerina, tak ada satupun yang menyenangkan dari ini. Jadi, biarkan diriku berakhir seperti Giselle karena ulah orang tuaku sendiri.
Setelah kejadian itu, siapa pun yang memerankan Giselle dalam tariannya selalu mati mengenaskan. Oleh sebab itu, banyak orang menganggap bahwa tarian tersebut terkutuk sehingga dilarang untuk mementaskan tarian Giselle lagi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top