🍁Autumn's Love Story🍁 [Cia]
...
Aku berdiri di tengah sebuah jalan di sebuah taman dengan banyak pepohonan di sekitarnya. Bunga dan daun berguguran saat angin menerpa dan mereka pun jatuh berserakan di jalan. Sesekali menghirup udara segar di tengah musim gugur ini.
Aku dapat melihat dua orang anak kecil sedang berlarian mengejar sesama dan menjahili satu sama lain. Saat anak kecil yang memakai sebuah rok putih dengan kaos berwarna kuning terjatuh, anak kecil yang memakai celana biru juga kaos hitam itu segera menghampirinya dan mengelus temannya. Anak kecil itu menangis dan terlihat luka di lututnya, temannya memeluknya dan sesekali meniup lukanya.
Aku tersenyum melihatnya, sudah lama sekali sejak kejadian itu. Aku pun merindukan saat di mana aku masih bisa bermain bersamanya seperti itu. Bertahun-tahun telah berlalu, kita akhirnya berpisah karena pekerjaan orang tuaku. Sampai saat ini, kita belum juga bertemu boro-boro bertemu berbicara bahkan memiliki kontaknya saja tidak punya.
Semenjak aku meninggalkan kota ini, semuanya berubah menjadi begitu kesepian. Meski, aku bersekolah dan memiliki teman-teman yang asik. Tetap saja, aku merindukannya. Merindukan semua canda tawa yang kita lontarkan juga kenakalan kita berdua kala itu. Waktu tak pernah menunggu kita, sampai semua itu hanya menjadi kenangan dalam memori yang suatu saat bisa saja hilang.
Sudah beberapa hari ini aku dengan sangat senang kembali ke kota ini, berkunjung kembali ke rumah lamaku. Harapan yang selama ini ku pendam, akhirnya aku bisa kembali bertemu dengannya. Aku sudah tidak sabar hingga aku berlari menuju rumahnya yang kini terlihat asing di mataku. Saat aku mengetuk pintu rumahnya, seorang pria dewasa asing muncul dihadapanku. Aku tersentak dan terdiam. Hatiku merasa teriris saat bukan dia yang aku harapkan ada dihadapanku.
"Maaf, dia sudah tidak tinggal di sini lagi, aku tidak tahu dia pindah ke mana." Kalimat itu seketika memusnahkan semua harapanku begitu saja. Langit yang awalnya begitu cerah berubah menjadi mendung dan hujan pun turun dengan lebat.
Aku pulang ke rumah dengan dibasahi oleh hujan yang membasahi tubuhku juga air mataku. Aku menangis malam itu, memeluk lututku dengan erat di dalam kamar setelah mengeringkan badan. Aku tidak pernah menyangka semuanya akan berakhir seperti ini.
Keesokaan harinya, aku kembali ke rumah pohon tak jauh dari rumah. Aku melihat begitu banyak surat di sana. Dengan penasaran, aku membuka satu per satu surat itu dan membacanya. Semakin banyak surat yang kubaca semakin banyak pula air mata ini mengalir. Ternyata, selama ini dia menuliskan hari-hari, suka dan duka yang ia lewati seakan ia sedang bercerita kepadaku. Dia sangat ingin bertemu denganku, tapi dia tidak tahu alamat di mana aku tinggal saat itu, sehingga surat-surat yang ia tulis pun tidak bisa ia kirim dan harus menunggu penunggunya membukanya di sini.
"Iya, aku sudah kembali. Tapi, kamu di mana?" gumanku sembari meletakkan kembali puluhan surat yang sudah kubaca, tinggal satu surat yang amplopnya begitu unik dengan ukiran emas di pinggirnya. Dengan penasaran aku mengambil dan membacanya.
Teruntuk Cinta pertamaku,
Aku tahu ini sangat aneh, tapi sudah berapa banyak surat yang aku tulis untuk kamu, aku sama sekali tidak tahu apa yang kamu pikirkan tentangku. Tapi, aku tidak bisa terus membohongi diriku bahwa aku sangat mencintaimu. Aku tahu ini terdengar sangat lucu apabila kata ini keluar dari mulutku. Tapi, apa kau tahu setiap hari, setiap saat, tiap detik aku terus memikirkanmu. Bertanya apakah kau juga memikirkan diriku seperti aku memikirkan dirimu?
Mungkin, ini akan menjadi surat terakhir yang aku tulis karena besok aku akan pergi meninggalkan negeri ini. Aku harap kau baik-baik saja di tempatmu sekarang. Tidak lagi manja seperti saat kau bersamaku, dan lebih berani menghadapi kegagalan. Jangan menangis, saat kau membaca surat ini suatu saat ini.
Hahaha! Apa kau akan membaca surat ini? Aku pun tidak tahu, mungkin tidak mungkin iya? Entahlah, Aku hanya ingin menyampaikan jika kau ingat di mana saat pertama kali aku menaruh rasa padamu. Datanglah ke tempat itu, pada tanggal 15 Oktober karena aku akan ada di sana tiap tahun, untuk menantimu. Berharap, kau tidak pregi ke tempat yang salah.
Atau bahkan, kau sudah memiliki pendamping yang baru? Pria di tempatmu, terlihat lebih menawan bukan? Haha! Aku hanya pria biasa yang tidak tampan sama sekali, tapi cukup bisa menjagamu dengan segenap hati.
Usap air matamu, karena aku tahu kau tidak akan mendengar apa yang aku katakan. Hal yang aku larang, kau pasti akan melakukannya. Jadi, tersenyumlah! Kau wanita paling cantik yang pernah aku temui.
Dari,
Teman masa kecilmu.
Aku segera menghapus air mataku, dan bergegas turun dari rumah pohon. Aku melihat tanggal hari ini di jam tangan. Dengan segera, otakku berputar memikirkan di mana tempat ia menaruh rasa padaku.
"Astaga, siapa yang bisa tahu kapan kau suka padaku?" ucapku kesal.
Aku berlari menuju danau tak jauh dari taman, tempat itu adalah tempat di mana kita suka main kapal-kapalan waktu kecil. Aku menyukai masa itu, ketika aku menangis karena kertas kapalku asik tenggelam dan ia melipatkan yang baru untukku.
Aku tersenyum.
Tapi, bukan tempat ini aku tidak dapat melihat sosoknya di sini. Aku terus berlari menuju sebuah rumah makan yang mana dulu kita sangat suka membeli mie buatan pemilik kedai itu. Mie nya yang sangat nikmat apalagi jika dinikmati ketika musim hujan.
Aku masih ingat, ketika kita ketiduran di rumah pohon malam hari dan tidak bisa pulang karena hujan lebat. Kita berdua terjebak di atas sana dan menahan rasa lapar. Saat hujan mulai reda, kita berdua berjalan dan menemukan kedai itu. Pemiliknya begitu baik dan ramah, meski sudah mau tutup tapi dia masih mau membuatkan kita berdua mie terlezatnya.
Lagi-lagi, aku tidak melihatnya di sini. Aku berhenti dan terduduk di pinggir jalan, sambil menatap langit yang untung saja masih biru. Aku sangat takut, jika hari sudah berubah jadi malam dan aku tidak belum juga berada di tempat itu. Lagipula, siapa yang akan tahu di mana tempat itu berada.
"Apa kau akan benar-benar di sana?" tanyaku lirih sambil memegang perutku yang mulai berbunyi meminta diisi. Aku mengahmpiri pemilik kedai itu dan tersenyum ramah padanya.
"Eh, kamu sudah balik ke sini? Sudah lama loh gak lihat," ujar pemilik kedai sambil menyiapkan piring untuk menaruh mie yang sudah dibuatnya.
"Iya, Bu. Biasa, satu ya." Ibu itu mengangguk dan membuatkan pesananku setelah mengantar piring itu kepada pelanggan lainnya. Aku duduk di bangku yang kosong sambil menunggu pesanannku datang.
Aku mencoba untuk mengenang kembali masa lalu ku bersamanya, mencoba menerka-nerka di mana tempat itu berada. Tapi, semakin aku berusaha untuk mengingatnya semakin bingung dan tidak tahu arah. Aku menghela napas kecewa.
"Apa aku tidak akan bertemu dengannya lagi?"
Rasanya begitu sakit untuk mengetahui fakta itu, aku menggelengkan kepalaku berusaha untuk tidak memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk.
"Ini punyamu, ngomong-ngomong apa kau sudah pergi ke taman di sebelah sana? Katanya jika musim gugur daun berguguran terlihat begitu indah," kata pemilik kedai.
Aku segera membulatkan mataku, "terima kasih, Bu!"
Belum juga aku memakan mie pesananku, dengan cepat diri ini berlari menuju taman itu. Aku melupakan rasa lapar dan seketika ingatan ku bersamany di tempat itu muncul di pikiran.
Dia yang sedang asik dengan kamera yang baru saja dibeli ayahnya, dan aku menjadi model foto untuknya. Bergaya dengan gaya yang ia pinta dengan daun-daun serta bunga yang menjadi aksesoris kala itu.
Aku sangat menyukai foto yang ia ambil, dan merasa ia sangat berbakat hingga rasanya ia bisa menjadi seorang fotografer ketika ia dewasa nanti.
"Sangat cantik," gumannya waktu itu. "Cantik, seperti tempat ini."
Aku ingat!
Tempat itu, tempat di mana akhirnya dia menaruh rasa padaku. Menjadikanku satu-satunya model dalam setiap foto yang ia ambil. Semenjak ada kamera itu, ia suka mengambil foto ku diam-diam dan memandangnya sambil tersenyum. Jika aku bertanya padanya, ia selalu menjawab untuk kenangan suatu saat nanti dan tidak pernah memperlihatkannya padaku.
Karena dia tahu jika ada foto yang jelek saja, aku akan menghapusnya. Tapi, dia mengatakan bahwa semua eksperesiku adalah seni yang tercetak di hatinya. Aku tidak mengerti apa yang ia katakan dulu, tapi sekarang aku menyadarinya.
Bunga kuning keoranye berjatuhan secara bergantian di hadapanku, dapat ku lihat begitu indah di pandang. Aku semakin dekat ke taman itu, terus berlari hingga tak sengaja terpleset. Aku menarik napas dalam dan bangkit kembali.
"Apa kau benar ada di sana?"
Pertanyaan itu muncul begitu saja dalam pikiranku, ada rasa takut bahwa dia tidak ada di sana. Aku menghentikan langkahku, kini aku sudah sampai. Namun, aku tidak dapat melihat sosok yang ku cari selama ini. Aku tersenyum kecewa, mungkin dia sudah melupakanku atau bahkan sudah memiliki pendamping yang lebih baik daripada diriku.
"Apa yang kau harapkan?"
Surat itu sudah dia tulis sejak lama, saat ia masih bersekolah sedangkan sekarang kita sudah menamatkan kuliah dan sudah bekerja. Aku tertawa hambar pada diriku yang bodoh ini. Sudah jelas, dia tidak akan ada di sini, lagipula aku mungkin memang cinta pertamanya tapi tidak luput kemungkinan dia untuk tidak move on, bukan?
Aku berjalan dengan santai sambil melihat-lihat beberapa pasangan yang sedang mengambil foto berdua, saat melihatku salah satu dari mereka menghampiri diriku.
"Bolehkah kau membantu kami mengambil foto?" tanyanya dengan menodongkan kameranya padaku.
Aku tersenyum lalu mengangguk.
kuambil kamera miliknya dan mulai membidik foto mereka. Pasangan yang sangat serasi, jika dia ada di sini apa kita juga akan memiliki foto yang indah seperti itu?
Aku mengembalikan kameranya, lalu berjalan meninggalkan mereka setelah mereka berterima kasih kepadaku. Aku mengeluarkan ponselku dan mulai memburu foto bunga-bunga dan daun kuning yang berguguran.
Setelah beberapa foto ku ambil, aku pun merasa sangat puas dengan hasil bidikanku. Lalu, saat aku kembali mau mengambil foto tiba-tiba di layar ponsel aku dapat melihat sosok yang selama ini aku nanti. Aku terdiam dan tercengang.
Tak sengaja, aku memencet tombol 'ambil foto' dan menyimpannya di galeriku secara otomatis. Aku menjauhkan ponselku dari pandangan, dan dapat ku lihat sosok dihadapanku ini nyata adanya. Aku tidak tahu apa yang sedang kurasakan saat ini. Senang, sedih, terharu? Aku tidak tahu, yang jelas air mata ini sudah mengalir dan aku hanya diam memandangnya. Entah kenapa, semua badan ini terasa begitu kaku, ingin sekali aku memanggilnya tapi lidahku terasa tercekit seakan suaraku hilang.
"Hai, kau ada di sini?" tanyanya.
Aku menengadah sebentar menghapus air mataku, "menurutmu?"
Tiba-tiba, dia memelukku begitu erat sampai aku pun kaget dengan perilakunya. Aku tersenyum dan membalas pelukannya, pelukan ini telah lama tidak aku rasakan. Hangat dan penuh akan rasa.
"Aku kira kau tidak ada di sini," kataku di sela pelukan kita.
"Tiap tahun, aku ada di sini menantimu untuk kembali," jelasnya melepaskan pelukan kita berdua.
"Tiap tahun?"
Dia mengangguk.
Aku tidak percaya, dia bisa melakukan itu sungguh aku tidak tahu apa yang harus ku katakan. Semuanya terasa kosong di otakku. Seakan memerintahku untuk menikmati saja momen ini tanpa banyak bertanya.
"Jadi, kau berhasil menemukan tempat ini, aku sangat senang. Apa kau mau menjadi model musim gugur bulan ini?"
Aku tertawa kecil dan menangguk.
Pencarian ini telah berakhir di sini, aku tidak menyangka sudah berapa banyak musim gugur yang telah kita lewati. Dengan sejuta rindu setiap tahunnya. Berapa banyak air mata yang telah tertes hingga titik ini.
Musim gugur yang indah, rasa yang kupikir akan ikut gugur justru malah menjadi semakin kuat.
Kesabaran dan kepercayaan akan sesama meski kita berada di tempat yang jauh, bahkan tidak diantara kita mengetahui di mana satu sama lain berada. Tapi, jauh di dalam lubuh hati paling dalam kita tahu bahwa kita ada di sana.
Kesabaran dan kepercayaan akan sesama meski kita berada di tempat yang jauh, bahkan tidak diantara kita mengetahui di mana satu sama lain berada. Tapi, jauh di dalam lubuh hati paling dalam kita tahu bahwa kita ada di sana.
Setiap tahun musim gugur selalu terasa dingin dan hampa. Namun, tidak lagi untuk sekarang musim gugur telah menjadi hangat dan menjadi waktu di mana cinta kita berdua bersemi kembali.
Gugur boleh menjatuhkan mereka yang tidak kuat, tapi tidakkah mereka sadar bahwa yang jatuh itu justru terlihat sangat indah?
Karena mereka berhasil melepaskan yang seharusnya tidak mereka pertahankan, tetapi siapa yang mengatakan bahwa gugur tidak akan selamanya bahagia?
Gugur adalah musim kesukaan kami, karena kita percaya bahwa gugur akan membawakan kehangatan dan membuat cinta kami menjadi semakin erat. Cinta kami tidak akan mudah gugur seperti mereka, tapi gugur selalu menjadi motivasi kami untuk selalu kuat menghadapi semua cobaan dan rintangan. Percaya bahwa segala cobaan dan rintangan akan selalu ada hikmah dan solusinya, kita hanya perlu yakin dan sabar semuanya dapat kita lewati. Tentu tidak mudah, tapi waktu akan terus berjalan dan semua itu akan terlewati bukan?
Jadi, jangan pernah berpikir bahwa semuanya akan berakhir dengan sia-sia, jika ekspektasi kita tidak sesuai dengan harapan sekalipun. Tidak masalah, karena pasti akan ada yang jauh lebih indah dari gugur seperti semi yang akan bermekaran pada waktunya.
Itulah kisah cinta pertama dan terakhir ku, kalau kamu?
...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top