Dance|| Boboiboy Blaze

jika pada akhirnya kau pergi...

note: mungkin ini panjang banget dari yang lain, tapi yasudahlah.

Blaze menatap tak percaya apa yang ada di depannya, tepat di ujung kasurnya terlihat seorang gadis yang sedang duduk sambil menundukkan kepalanya. Blaze sekarang takut, apa mungkin ada seorang gadis yang masuk ke kamarnya tengah malam dan ini kamar anak laki-laki!

"Bismillahirrahmanirrahim allahuma-"

"Aku bukan setan."

Oke, sekarang Blaze semakin ketakutan setelah gadis yang Blaze yakini _setan_ itu menjawabnya. Blaze sekarang semakin pucat, dia sekarang sedang menggumamkan doa-doa yang dia baca sambil menutup matanya.

Tak lama gadis itu berdiri membuat Blaze berpikir doa-doanya berhasil. Tapi dia salah, Gadis itu malah berjalan mendekatinya tentu itu membuat Blaze semakin panik.

"AAAAAA!! Tolong!! Bang Gempaaa!!! Ada setan di kama-"

"Sudah ku bilang aku bukan setan, aku hantu." Ucap gadis itu sambil duduk di depan Blaze.

Blaze langsung mundur sampai menabrak dinding, dia menatap ngeri gadis di depannya. "K-keluar!! Atau ku pukul hah?!"

Sekarang Blaze berdiri dan menunjukan kuda-kudanya di depan gadis yang mengaku hantu itu, Gadis tampak menatap Blaze bingung. Dia lantas duduk tenang dan menunjukan kedua tangannya. "Lihat, aku tak memegang sesuatu jadi jangan bersikap seolah aku akan membunuhmu." Ucapnya tenang.

"S-sejak kapan ada setan baik!!" Blaze tetap menolak.

Gadis itu menghela nafasnya, dia menatap nanar Blaze. "Aku sudah mati, aku terjebak di dunia ini. Aku cuma mau menyapamu, tapi kenapa kau begitu jahat padaku?"

Blaze perlahan-lahan mulai tenang, dia masih menatap takut gadis di depannya. Gadis itu hanya mengenakan gaun tidur putih polos. Bagian bawahnya tampak beberapa robekan dan kakinya yang tembus pandang. Mungkin karena itu juga gadis itu melayang, Blaze perlahan duduk walau masih menjauh.

Gadis itu tampak tersenyum tipis, dia menatap Blaze "hai, namaku (name). Aku adalah penghuni sebelumnya di rumah ini, apa kau penghuni baru?" Tanya nya.

Blaze mengangguk dia masih menatap waspada. "Iya, kemarin aku dan kakakku pindah ke rumah ini karena masalah pekerjaan kakakku. Dan...kenapa kau terlihat seperti bocah?" Ucap Blaze asal ceplos.

Pantas saja Blaze bicara seperti itu, karena memang (name) terlihat seperti bocah. Tingginya hanya setinggi dada Blaze. Wajahnya juga terlihat seperti anak remaja, atau memang dia hantu yang masih kecil?

(Name) terkekeh pelan mendengar perkataan Blaze "haha, itu benar. Aku meninggal saat umurku masih 12 tahun. Tapi aku sudah jadi hantu 20 tahun, karena itu bisa di hitung umurku itu 32 tahun." Jelas (name).

Blaze tersedak saat mendengar penuturan (name), gadis hantu kecil di depannya berumur 32 tahun?! Ayolah Blaze awalnya mengira umur (name) itu 10 tahun. (Name) menatap bingung Blaze yang menepuk-nepuk dadanya karena tersedak, memang ada yang salah dengan (name) ya?

"K-kalau begitu kenapa kau bisa jadi hantu?" Tanya Blaze.

(Name) tampak menatap Blaze kesal. "Hey, kau belum memperkenalkan namamu padaku."

Blaze menepuk jidatnya, dia lupa. "Oh iya aku lupa, namaku Blaze. Umurku 17 tahun, aku lebih tua secara fisik darimu." Ucap Blaze.

"Yah, tapi kau lebih muda dalam umur." Balas (name).

"Ayo jawab, kenapa kau bisa jadi hantu? Dan...kakimu hilang tuh." Tanya Blaze lagi. (Name) menggerakkan kakinya yang memang tembus, dia melayang-layang di atas Blaze.

"Aku menginginkan sesuatu. Atau lebih tepatnya, aku ingin melakukan sesuatu sebelum aku pergi." Ucap (name), gadis hantu itu melayang-layang sambil menatap langit-langit kamar Blaze.

"Melakukan apa? Maksudmu kau...jadi hantu penasaran karena ingin sesuatu?" Tanya Blaze, sekarang otaknya sedang berkonspirasi.

"Yah sejenis itulah."

"Kalau begitu kau ingin apa? Dan lagi, apa yang kau lakukan selama 20 tahun?" Tanya Blaze lagi, sekarang dia penasaran dengan (name).

Gadis yang sedang melayang-layang itu menoleh melihat Blaze, dia masih melayang dan sedang memegang sesuatu yang sepetinya itu adalah bola sepak milik Blaze. "Yah...aku cuma diam. Sesekali aku berkeliling di sekitar sini, ah! Aku juga sesekali memainkan benda di rumah ini."

"Kau bisa memegang benda? Bukannya kau tembus?" Blaze menatap horor (name) yang sedang memegang bola sepaknya.

"Setelah 10 tahun, hantu bisa memegang sesuatu walau terbatas. Kami bisa menggeser atau mengambil barang-barang kecil, itu bisa kulakukan setelah menyerap ketakutan manusia-manusia di sekitar sini." Jelas (name), gadis itu sekarang melayang dengan posisi kepala di bawah dan kaki di atas.

"Haha...mengerikan, kau menakut-nakuti manusia?!"

"Tidak, aku hanya menyerap energi ketakutan mereka saja. Aku tidak berniat melakukan apapun, orang-orang takut dengan rumahku. Karena kematianku, orang-orang mulai menyangkut pautkan banyak hal denganku, padahal aku hanya ingin tenang tapi setelah mati mereka malah menjadikanku bahan ketakutan untuk anak-anak mereka." Jelas (name), gadis itu sekarang tampak menyedihkan.

Blaze menatap (name) sedih, sekarang dia ikut kasihan melihat (name). Gadis itu pasti kesepian selama 20 tahun, dia tak bisa bebas dan hanya terkurung di rumah ini sendirian. Dan lagi pula umur (name) bisa di bilang masih sangat kecil untuk menerima banyak hal yang di luar perkiraannya.

Blaze memegang tengkuknya, dia menoleh ke arah lain. Sekarang entah kenapa Blaze ingin membantu (name). "Hey...aku bisa membantumu."

"Apa?"

"Aku akan membantumu, entah keinginan atau apalah yang terkahir itu. Setelah kau melakukan apa yang kau mau, kamu...akan bebas kan?" Tanya Blaze memastikan.

(Name) menatap Blaze terkejut, perlahan senyumnya terlihat lebar. "Iya!! Tapi...apa kau bisa berdansa?"

"Hah?"

*****

Hari sudah esok dan Blaze sekarang sedang mengganti pakaiannya, dia sudah sarapan dan mandi. Untuk sekolah, Blaze sekarang sedang liburan semester karena itu dia tidak rusuh bangun pagi seperti biasanya.

"Ayo latihan berdansa!!" Teriak (name) di sisi Blaze.

Blaze yang sedang mengganti pakaiannya terkejut dan langsung memakainya buru-buru, dia menunjuk (name) dengan wajah memerah dan berteriak garang. "Hey!!! Kau datang dari mana?!! Kenapa datang saat aku ganti baju sih!!!"

"Eh? Memangnya kenapa? Aku dari tadi si ini kok. Aku tidur di kolong ranjang mu." Ucap (name) sambil menunjuk kolong ranjangnya.

"Uwaa!!! Hey!! Lain kali kalau aku ganti baju keluar dari kamarku!!"

"Ini juga kamarku kok." Ucap (name).

Blaze menatap (name) kesal. Dia memalingkan wajahnya malu. "Huh... yasudahlah, kapan kita akan berlatih berdansa?"

*****

"Jangan injak kakiku!"

"Ah!! Kamu terlalu pendek!!"

"Diamlah!! Kau tidak benar karena terus menginjak kakiku!!"

"Itu karena kakimu tembus pandang!! Aku tidak bisa melihatnya tau!!"

Blaze dan (name) terlihat sedang berlatih berdansa di kamar Blaze, kamarnya memang luas apalagi ada ruang kosong di tengah-tengah kamarnya. Blaze bisa berlatih dengan tenang karena kakaknya Gempa sudah berangkat bekerja, dia dari setengah jam yang lalu sudah berlatih berdansa dengan (name). Yah, dia juga dari tadi terus-terusan menginjak kaki (name), membuat gadis hantu itu mengomel.

"Aah!! Akhirnya istirahat." Blaze berbaring di atas kasurnya.

(Name) melayang di atas Blaze, dia duduk sambil melayang. "Hey, apa tidur itu menyenangkan?"

"Kau tidak tau rasanya tidur?" Tanya Blaze menatap (name) terkejut.

"Hey, aku sudah mati 20 tahun yang lalu. Tentu saja aku melupakan banyak hal."

"Owh...apa kau lupa caranya mengupil?"

*****

"Nah, sekarang kau sudah banyak peningkatan ya."

Sudah dua Minggu sejak Blaze memutuskan ingin membantu (name) berdansa, dan berlatih berdansa. Selama Minggu pertama Blaze banyak melakukan kesalahan seperti menginjak kaki (name), yah....walau gadis itu tidak terlalu keberatan sih karena tidak terasa apa-apa.

"Tentu saja!! Aku kan banyak berlatih!!" Ujar Blaze girang.

(Name) tersenyum tipis melihat Blaze, sekarang pemuda itu tengah duduk di belakang rumahnya yang menghadap kolam ikan kecil. Dia duduk di sana di temani (name) dan mochi manis sebagai cemilan.

"Hey (name), jika aku berdansa denganmu apa kau akan pergi?" Tanya Blaze, dia memakan mochinya sambil menatap (name) menunggu jawaban.

"Dan...kenapa kau bisa meninggal?" Tanya Blaze lagi.

(Name) lantas menoleh dia tersenyum kecil melihat Blaze dan bergumam pelan.

"Aku di bunuh ibuku, ibuku orang gila. Dia punya penyakit mental di mana dia selalu berhalusinasi akan sesuatu yang tidak nyata, ayahku yang tahu hal itu mengirim ibu ke psikiater agar ibu bisa sembuh. Tapi, ibu kabur dia datang ke rumah dan menuduh ayah berselingkuh dan mengirim ibu ke psikolog adalah supaya ayah bisa bebas tanpa ibu. Ayah mengelak dan mereka bertengkar, ibuku lalu berteriak dan mengambil pisau. Tapi...dia menusuk ku." Jelas (name).

"Apa?!! Ibumu menusukmu?!" Tanya Blaze.

(Name) mengangguk, dia menunduk dan tersenyum kecil. "Iya...ibu bilang aku adalah anak dari selingkuhan ayah. Padahal ayah tidak pernah berselingkuh...dan aku anak kandung ibu."

Blaze menatap iba (name), tangan nya terulur untuk mengelus-elus rambut (name). Blaze tersenyum lebar pada (name). "Tenang saja!!! Tunggu aku sebentar lagi, aku akan berdansa dan membuatmu tenang di alam atas!"

(Name) tersenyum kecil melihat Blaze, mungkin rasa sepinya selama beberapa tahun terakhir...terasa lebih baik setelah ada Blaze.

"Terimakasih..."

*****

Hari ini hari yang di tunggu-tunggu oleh (name) dan Blaze. Hari di mana mereka akan berdansa bersama, kakak Blaze Gempa tengah menginap di rumah temannya untuk kerja kelompok membuat Blaze lebih mudah berdansa dengan (name).

Blaze berpakaian lebih rapih dari biasanya, entah kenapa dia ingin di saat-saat (name) pergi dia terlihat baik.

"Haha, hari ini kau rapih sekali ya?"

Blaze menoleh ke sampingnya dan melihat (name) dengan tampilan berbeda, gadis itu tampak berukuran lebih besar dari biasanya. Pakaiannya juga berubah dari yang tadinya gaun tidur menjadi gaun polos berwarna putih selutut.

"Kenapa kau tampak bertambah tinggi?" Tanya Blaze heran.

"Aku menggunakan kekuatan ku untuk terakhir kalinya, karena hari ini-ah...malam ini adalah Malam terakhir bagiku." Ucap (name) sambil tersenyum sendu.

Blaze memalingkan wajahnya, dia tidak tega. Blaze memilih berjalan ke bawah, di mana ruang tengah yang sudah Blaze siapkan untuk dansa mereka.

(Name) sudah bersiap di depan Blaze. Blaze memegang bahu dan pinggang (name), memulai dansa mereka. Rambut (name) yang terurai terlihat berkilau, suara musik yang Blaze putar terasa lembut dan menenangkan. Sekarang Blaze hanya bisa terpaku pada (name) yang tampak tersenyum senang, tanpa sadar membuat Blaze ikut tersenyum.

"Sesenang itukah?" Tanya Blaze.

(Name) gadis itu mengangguk. "Iya! Aku senang...karena akhirnya setelah ini...aku bisa bebas."

Blaze sesaat terdiam, kalau memang setelah berdansa seperti ini (name) akan benar-benar pergi... bagaimana dengan Blaze? Setelah ini tidak ada (name). Kenapa rasanya sesak? Padahal (name) senang dia bisa bebas dari dunia ini...tapi kenapa Blaze terasa tidak ikhlas? Kenapa?

Langkah kaki yang saling melangkah bersamaan terasa indah, Blaze tidak menginjak kaki (name) lagi seperti saat sedang latihan.

Perlahan kaki (name) mulai memudar, (name) terkejut melihat kakinya yang perlahan mulai menghilang, gadis itu menoleh ke arah Blaze dan melihat bahwa pemuda itu lebih terkejut. Dansa tetap berlangsung, irama musik masih berjalan lembut dan dansa mereka masih belum selesai.

Perlahan badan (name) mulai memudar, berubah menjadi bening dan tembus pandang. Kakinya mulai menghilang seperti sobekan-sobekan kertas, iris mata (name) menatap Blaze. Senyum haru dia tunjukan, perlahan air mata (name) mulai mengalir. Inilah yang (name) tunggu-tunggu, hari di mana dia akan tenang..tapi kenapa dia malah menangis? Kenapa hatinya terasa sakit saat melihat ekspresi Blaze yang nampak terkejut?

"Blaze..."

"Lanjutkan (name)."

Pemuda itu memalingkan wajahnya, dia tidak bisa. Untuk apa dia menyadari perasaannya saat orang yang telah mengambil hatinya akan mati? Kenapa tidak dari dulu? Blaze tidak punya harapan. Dia cuma ingin menyelesaikan dansa ini, dan menepati janjinya pada (name).

Tangan (name) perlahan mulai tembus pandang, gadis itu masih enggan menghilang. Dia masih ingin berdansa bersama Blaze, tapi..

"Blaze, bolehkah aku memelukmu?"

Blaze sontak menoleh saat (name) berkata demikian, dia melihat ekspresi (name) yang tampak damai. Air mata gadis itu masih mengalir, senyuman manis dia tunjukan walau badannya perlahan mulai menghilang.

Blaze tak bisa menahannya, dia memeluk badan (name). (Name) tersenyum kecil, tangannya yang perlahan menghilang balas memeluk Blaze. Isak tangis Blaze terdengar, (name) hanya bisa balas memeluk Blaze.

Lagunya belum selesai, tapi (name) sudah sepenuhnya menghilang.

"Jika suatu saat nanti aku bisa mendapat kesempatan kembali, ku harap aku bertemu denganmu Blaze." Bisik (name).

Perlahan tubuhnya benar-benar menghilang, menyisakan gaun putih polos yang di pakai gadis itu. Blaze tetap diam, memeluk gaun dari seseorang yang tadi sedang berdansa dengannya.

"Jika pada akhirnya aku punya perasaan seperti ini padamu, harusnya dari awal aku tak menerima keberadaan mu.."

...harusnya aku tak berharap lebih padamu

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top