Halilintar


"Kamulah yang melengkapi setiap kekuranganku. Tapi, karena kesalahanku, kamu pun pergi."

===

"Kenapa aku berbeda?"

Kalimat tanya itu lolos dari bibir mungil milik Pangeran Kecil. Tubuhnya bergerak ke depan dan belakang sesuai irama ayunan. Dia sendiri.

"Apa yang salah dari aku?"

Dia kembali bertanya. Namun, tidak ada yang bisa menjawab pertanyaannya, dia sendiri.

"Padahal, kata mama aku harus menjadi diri sendiri, tapi kenapa aku malah tidak punya teman?"

Dia mengadu. Dia jarang bercerita tentang keadaan sebenarnya. Wajahnya saja selalu nampak acuh tak acuh.

Tapi, bukan berarti dia tidak mempunyai empati, hanya saja susah untuk mengeluarkan perasaannya. Hatinya beku, seolah terkunci.

"Kenapa aku nggak bisa kayak Kak Taufan yang sering senyum? Atau kayak Kak Gempa yang selalu ramah? Kenapa hanya aku yang begini?"

Dia sendiri heran. Kenapa dan kenapa, kata itu selalu berputar dalam otaknya. Sebuah pertanyaan tanpa jawaban.

Kaki kecilnya berusaha menyentuh tanah. Usai itu, ayunan pun terhenti. Pangeran bernetra merah ruby itu berjalan pulang. Senja menemaninya di kala sendiri. Dan, angin yang akan selalu menjawab pertanyaan tentang dirinya.

Ekspresi anak itu sungguh menyebalkan. Sebuah senyuman jarang terukir di wajahnya yang tampan. Sehingga tak jarang orang menyalah artikan ekspresi itu.

"Lin!" Dia Taufan.

Seruan itu menghentikan langkah kaki 'Lin' atau lebih lengkapnya, Halilintar.

Taufan berlari menghampiri adik kecilnya. Baju birunya sedikit basah; dia berkeringat.

"Kakak cari kemana-mana, malah jalan sendiri. Ntar diculik gimana? Ayo pulang, udah sore juga," ajak Taufan. Pemuda bernetra biru shapire itu hendak menggendong adiknya.

Dengan cepat, Halilintar menepis tangan kakaknya. "Aku bisa jalan sendiri kali. Lagian, mana ada penculik. Ini juga mau pulang," jawab Halilintar ketus. Dia tidak suka jika harus diperlakukan seperti anak kecil.

"Halah, sama Kak Gem aja mau manja-manjaan, sama Kak Fan kok nggak mau. Dasar ngeselin," balas Taufan. Tanpa memedulikan wajah kesal Halilintar, Taufan langsung menggendongnya dan membawanya berlari ke rumah.

"KAK TAUFAN! LEPASIN AKU!"

***

Halilintar tak hentinya menggerutu. Ia masih kesal dengan Taufan. Enak saja menganggapnya seperti anak kecil.

"Udah, nggak usah marah-marahan lagi. Kak Taufan gitu kan sayang sama kamu, Lin. Dan kamu Fan, jangan anggap Lin kayak anak kecil terus," tutur Bu Rum. Wanita itu adalah ibu dari tiga bersaudara.

"Tau tuh, Taufan ngeselin, sukanya makan micin," ketus Halilintar. Pangeran Kecil itu masih saja merasa kesal.

Sementara Taufan malah terkekeh, dia mengusap kepala Halilintar. Sedangkan Si Sulung; Gempa, hanya menyimak obrolan ringan hari ini.

"Udah, jangan berantem dong. Kalian itu saudara, harus rukun. Ayo makan," sela Bu Rum.

"Baik, Bu."

***

"Eh, muka dia jelek banget, ya?"

Segerombolan gadis kecil sedang mengejek. Gadis yang mereka ejek hanya menunduk pertanda ketakutan.

"Iya juga ya, kok aku baru sadar kalo dia jelek."

"Udah gitu, gayanya cupu banget. Ying itu nggak cocok kalo kepang dua."

"Nah bener tuh!"

Halilintar yang sering berangkat pagi selalu mendengar dan melihat perlakuan 'bullying' itu. Dia tidak pernah ingin ikut campur. Tapi, jika diam saja, kasihan juga sama anak itu.

Tanpa ragu, Halilintar menarik tangan Ying.

"Emang kalian cantik? Muka burik aja berani ngejek orang lain," kata Halilintar pada tiga anak perempuan kecil itu.

Ketiganya hanya diam.

"Ngaca dong. Bangga banget ya punya muka kayak gitu? Nyebelin tau nggak!!!"

Halilintar pergi tanpa memedulikan tiga anak itu yang matanya berkaca-kaca.

"Halilintar kok jahat?" seruan Ying membuatnya berhenti. Halilintar berbalik, "aku nggak jahat. Mereka kan yang keterlaluan."

"Halilintar nggak boleh bilang gitu, kata mama kita itu harus baik," kata Ying dengan polosnya.

"Baik boleh, tapi kalo sampe diperlakukan kayak tadi, kamu boleh kok jadi jahat. Mereka sendiri yang ganggu dulu, aku bosen lihat kamu di-bully terus," kata Halilintar.

"Halilintar nggak boleh gitu tau, biarin kalo orang mau jahat, yang penting kita tetep berusaha jadi orang baik," kata Ying lagi.

"Terserah."

Halilintar meninggalkan Ying. Sepertinya, mulut pedas Halilintar yang membuat dirinya memiliki sedikit teman.

Hey, anak kelas dua mana yang bisa berkata seperti itu dengan lantang? Halilintar tidak pernah ragu untuk membalas apa yang mereka lakukan, supaya mereka tahu.

Selain itu, dia juga tipe orang yang tertutup. Jarang membuka suara untuk memulai obrolan.  Kalau pun ada yang mengajaknya bicara, terkadang nada ketus dan ekspresi sungkannya membuat anak lain enggan mengajaknya 'lagi'.

***

"Kak Gem?"

Halilintar membuka pintu kamar Gempa. Sementara pemilik kamar menyambut hangat kedatangannya. Dia menggandeng Halilintar untuk duduk di ranjangnya.

"Ada apa, Lin?"

Halilintar menggeleng. Anak itu berjalan ke jendela yang terbuka. Angin malam menerpa wajahnya. Sinar bulan sangat kontras dengan warna kulitnya.

"Kak Gem, emang nggak boleh jahat, ya?" Halilintar membuka suara, netranya masih menatap Sang Dewi Malam.

"Jahat emang nggak boleh, Lin," jawab Gempa. Si Sulung mendekati Si Bungsu. "Kenapa?" tanyanya.

"Kata temanku, aku jahat," kata Halilintar. Dia tidak sedikitpun menatap wajah Gempa.

Gempa tersenyum, kadang Halilintar memang menceritakan sedikit tentang hari-hari di sekolahnya.

"Jahat kenapa emangnya?"

"Dia di-bully terus, aku bosen lihatnya. Terus aku bilang ke mereka, kalo muka mereka burik, nyebelin, nyuruh mereka ngaca juga."

Gempa tertawa sejenak mendengar cerita bocah polos itu.

"Mereka emang jahat, halilintar juga sama. Kalo mereka ngejek teman kamu, dan kamu mengejek balik mereka, apa bedanya kamu sama mereka? Tindakan kamu nggak salah, tapi juga nggak bener. Kamu pengen tolong teman kamu, tapi cara kamu salah. Besok lagi, jangan kayak gitu, ya?" tutur Gempa.

Halilintar mengangguk.

"Aku juga pernah bilang bodoh ke salah satu temenku, besoknya dia nggak mau temenan lagi sama aku," katanya lagi.

"Kenapa bilang gitu? Kenapa nggak kamu ajari aja?"

"Yah, emang dia bodoh kak. Dia harus tau sama kemampuan dirinya, jangan sombong. Kalo aku ajari dia, dia nggak bisa usaha sendiri, lagian dia nggak pernah tuh minta tolong," jawab Halilintar.

Gempa menghembuskan napas pelan. Halilintar seperti salah belajar, atau memang karakteristiknya begitu.

"Kalo niat kamu pengen dia sadar sama kemampuannya, bener. Tapi cara kamu salah, kamu jangan bilang terus terang, apalagi kalo ada teman yang lain. Kamu juga harus peka dikit pangeran galak," kata Gempa. Dia selalu merasa gemas dengan Halilintar. Anak kecil yang bisa berpikir dewasa, hanya saja cara yang dia lakukan sering salah.

Halilintar mendengus, "makasih Kak Gem. Kak Taufan kemana ya?"

"Iya, katanya nginep di rumah Gopal."

"Asik, nggak ada pengganggu," seru Halilintar.

Gempa tertawa lepas. Sepertinya, Halilintar dan Taufan sulit untuk hidup yang benar-benar rukun.

***

Halilintar menatap langit-langit kamar. Akhirnya, dia tahu apa yang salah. Kenapa dia berbeda. Gempa memang selalu menjadi andalannya.

"Aku berbeda, karena mereka nggak sama denganku. Aku berbeda karena istimewa, maybe. Aku ya aku. Biarin aja apa kata mereka."

"Ucapanku terlalu kasar ya buat anak-anak itu. Kenapa mereka nggak bisa paham sih," monolog Halilintar.

"Kata Mama aku harus jadi diri sendiri, kan emang aku kayak gini, salah ya?"

"Padahal aku cuma pengen mereka sadar aja, dan nggak bikin ulah."

Pintu terbuka. Bu Rum membawa nampan dengan segelas susu coklat. Dia memberikannya kepada Halilintar. Lalu, Halilintar meneguknya hingga tandas.

"Jadi diri sendiri tanpa menyakiti orang lain, Lin. Kamu mudah belajar hal baru, tapi sering salah menerapkannya."

"Kalau emang niatnya baik, maka harus juga dengan cara yang baik. Jujur itu penting, dan Lin hebat udah jujur, tapi, gunakan bahasa yang halus dikit ya, anak anak lain belum tentu paham maksud kamu, Sayang."

"Iya, Ma. Kata Taufan—"

"Kak Taufan, Lin."

"Iya, kata Kak Taufan, kalo kita lembut tapi orang lain menyepelekan, kita boleh kasar sedikit. Dan aku bukan orang lemah, Ma. Halilintar kuat."

"Iya iya. Intinya, inget pesen Mama. Good night!"

Bu Rum mengecup pipi Halilintar. Dia membawa gelas kosong itu dan menutup kembali pintu kamar Halilintar.

"Night to."

===

--- SELESAI ---

Haloo...?

Apa? Hmm ... Entah. Aku cuma bisa update cerita kayak gini, tanpa konflik yang berat-berat.

Huft ....

Sampai Jumpa Kapan-kapan!!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top