Pertunjukan kecil
Mobil Luz berhenti di depan teras rumah Amatsuki. Sang pengemudi beranjak keluar diikuti oleh penumpangnya, "Mau kutemani sekalian ke dalam rumah?" tanya Luz.
"Tidak perlu, sen--" kedua manik merah cerah Amatsuki membulat melihat cahaya dari balik jendela rumahnya yang menampakkan ruang tamu dalam keadaan kosong, "... Setelah dipikir-pikir lagi, senpai ikut masuk juga deh"
Luz mengikuti arah pandangan Amastuki, dan seketika mengerti.
"Biar kutebak, seharusnya lampu dalam rumah mati kan?"
"Un... Aku selalu mematikannya setiap kali berangkat sekolah..."
Amatsuki mulai menggumam sendiri, "Mungkinkah Kuwahara-sensei lupa mematikannya kemaren saat dia ke rumahku? Tapi kan dia pergi ngambil bonekaku dan boneka Mafu-kun saat siang hari. Kan gak perlu nyalain lampu segala..."
Luz melangkah memasuki jalan setapak menuju pintu depan Amatsuki, dan sang pemilik rumah yang tersadar dari renungannya oleh suara langkah kaki sang surai silver pun mulai mengekorinya. Amatsuki memutar kenop pintu dan kembali bergumam saat mengetahui bahwa pintunya tak dikunci, "Bentar... Gimana caranya Kuwahara-sensei masuk rumah kemaren yah saat dia ngambil bonekaku dan boneka Mafu-kun...?"
Luz memutar kepalanya pada sang surai coklat, "Kau ngunci pintumu gak kemaren saat berangkat sekolah?" tanyanya.
"... Shimatta, aku lupa..." Amatsuki merutuk pelan. Dia kemudian melepas sepatunya dan menyuruh senpai-nya untuk melakukan hal yang sama sebelum mereka memasuki rumah. Luz menurutinya dan mereka melangkah memasuki rumah tanpa suara.
Amatsuki segera mengecek sekeliling dengan Luz yang tak pernah beranjak lebih dari 1 inchi dari sisinya. Insting keibuannya membuatnya langsung menunju ke kamar Mafu, dan setelah ngecek sana-sini bahwa tak ada apapun yang hilang selain boneka teru teru bozu ngiler itu, mereka beranjak keluar dari kamar sang albino.
Hanya untuk menemukan dua pria sedang mengendap-endap ke pintu depan.
"Siapa kalian?!" Luz spontan berteriak, tangannya sudah siap-siap meraih senjata yang ada di balik seragamnya, "Jawab aku segera!"
Dua figur itu berbalik dari pintu depan dan menghunus senjata mereka masing-masing. Satu mengeluarkan Beretta, dan satu lagi mengeluarkan sebuah belati. Luz menggeram kesal dan mengeluarkan Revolver miliknya, mengacungkannya pada salah satu dari mereka yang membawa pistol, "Baiklah, ini cukup rumit sepertinya"
"Tunggu, Luz-senpai dan dua orang misterius gak jelas ini" Amatsuki menginterupsi, dengan langkah tegap dia berjalan ke tengah-tengah mereka, menghadap dua figur itu, "Kalian..."
Luz berkedip saat aura hitam seakan-akan merayap dari belakang punggung Amatsuki. Kashitarou-kun, kayaknya aku yakin Amatsuki-san bisa jaga dirinya sendiri deh...
"BERANI-BERANINYA MASUK RUMAH ORANG TAPI GAK LEPAS SEPATU!!! KALIAN KATA NYAPU DAN NGEPEL LANTAI ITU SEGAMPANG MASAK RAMEN?!?!?! SUSAHNYA KAYAK DAPETIN HATI DOI TAUK!!! KALIAN KIRA SIAPA YANG CAPEK KALO LANTAINYA KOTOR?!?! AKU YANG SUSAH!!! TANGGUNG JAWAB GAK KALIAN BERDUA!!!"
Berkat sahutan Amatsuki yang tidak diduga-duga itu, dua figur itu terbengong-bengong, memberi Luz kesempatan untuk menarik pelatuknya. Pelurunya melesat mengenai pistol yang dipegang salah satu figur itu, menghempaskannya ke lantai sementara pemiliknya menjerit kesakitan. Terkejut, temannya langsung berderap maju, mengayunkan pisaunya ke arah Amatsuki yang berdiri di hadapannya.
Lelaki bersurai coklat itu menghindar dengan satu langkah cepat ke samping, menggertakkan giginya, "Kau kata aku gak liat bekas tanah dan debu dari sepatumu, hah?!?! Emangnya kau gak punya orangtua yang ngajarin etika?!?!" seraya meneriakkan kalimat tersebut, tendangannya melayang dan mengenai dagu sang pemegang belati. Satu serangan itu sukses membuatnya KO, dan dia ambruk ke lantai dengan mulut berdarah.
Amatsuki menghela nafas kasar dan menekankan telapak kakinya di kepala pria itu, "Sekarang darahmu juga muncrat ke lantai. Jadi makin kotor, tau gak?!?!"
"Amatsuki-kun, sudahlah..." Luz tertawa gugup dan menepuk bahu Amatsuki, "Mereka berdua kan udah tumbang. Yang megang pistol tadi juga udah kulumpuhkan kok, jadinya kita bisa bawa mereka pergi dari sini-- Hiii!"
Sang surai silver memekik ngeri saat delikan bagaikan milik iblis terarah padanya, "Senpai gak bikin kotor kan kayak si pria satu ini?" tanyanya dingin, semakin menambah tekanan pada kakinya yang menginjak kepala sang pemegang belati yang sudah tak sadarkan diri.
"Sa- Santuy! Nggak kok!" Luz menyeringai kaku, membungkuk untuk mengambil selongsong pelurunya yang tergeletak di lantai, "A- Aku tadi nembak pistolnya, bukan tangannya! Terus aku pukul lehernya pake revolver-ku, jadinya tak ada darah yang tertumpah atau semacamnya kok!" sahutnya berusaha membela diri.
"Baguslah, males kalo harus ngerbersihin rumah sendirian. Kan biasanya Mafu-kun ngebantuin aku" gerutu Amatsuki, akhirnya menyingkirkan kakinya dari kepala pria itu, "Luz-senpai, mereka berdua mau kita apain?" tanyanya.
"Heemm..." Luz bolak-balik memandang dua pria itu yang sama-sama ambruk di lantai, sebelum sebuah seringai licik muncul di wajahnya, "Ah, aku tau apa yang harus dilakukan~"
Sementara sang surai silver permisi sejenak untuk menelpon Kashitarou di luar rumah, Amatsuki mengecek dua pria itu, dan menemukan sebuah tas jinjing hitam yang tergeletak di balik pintu kamarnya. Dia mengambilnya dan mengeluarkan isinya. Wajahnya spontan memucat.
Kenapa mereka mengincar berkas pembunuhan Hashiyan-kun...?
Memang, sejak Mafu suka naik pitam terhadap orang-orang yang menyakiti Amatsuki, sang surai coklat menyimpan beberapa berkas mengenai korban-korban Mafu, apalagi berkas mengenai Hashiyan yang merupakan korban jiwa pertama Mafu. Berkas itu merupakan kopian yang lengkap dan mendetail. Tentu saja, Amatsuki yang meretasnya sendiri dari kepolisian.
Melirik tas jinjing itu, Amatsuki berpikir bahwa sebaiknya dia membawa tas itu, siapa tau ada bukti DNA atau lainnya yang bisa dia dapat. Amatsuki membawa berkas yang dua pria itu ambil beserta tas jinjingnya, berjalan keluar rumah menghampiri senpai-nya yang ada di teras depan, "Luz-senpai, tampaknya mereka hendak mengambil suatu berkas dari kamarku"
Luz memasukkan hp-nya kembali ke saku seragamnya dan memiringkan kepalanya, "Berkas? Berkas apa? Mengenai apa?"
Amatsuki meneguk ludahnya dengan gugup, "... Yang mengenai pembunuhan Hashiyan-kun..."
Luz melirik tas jinjing yang Amatsuki pegang dan mengangguk pelan, "Aku mengerti. Soal dua penyusup itu, aku telah menghubungi Kashitarou-kun, dan sebaiknya kau ikut bersama kami juga. Kau belum pernah ke rumah Kashitarou-kun bukan?"
"Eh?" wajah Amatsuki merona sedikit oleh pertanyaan itu, "Te- Tentu saja belum..."
Luz tersenyum lebar, "Bagus! Artinya ini akan jadi yang pertama kalinya untukmu!"
Beberapa menit kemudian, sebuah jip hitam parkir di belakang mobil Luz. Dua pria beranjak keluar dari kursi barisan depan, sama-sama berambut hitam. Mereka berbincang sejenak dengan sang surai silver sebelum memasuki rumah Amatsuki. Tentunya, setelah mereka melepas sepatu mereka terlebih dahulu.
Luz lega dia tak harus mendengar Amatsuki teriak lagi. Kapok dianya.
Mereka menggotong dua pria yang tak sadarkan diri itu di punggung mereka dan melemparnya ke kursi barisan belakang mobil. Amatsuki kemudian mengunci pintunya kali ini sebelum dia kembali memasuki mobil Luz, menderu dari komplek perumahan mengikuti mobil dua pria berambut hitam tersebut.
Setelah 15 menit berkendara, mereka sampai di sebuah rumah bergaya tradisional yang megah, membuat Amatsuki melongo sendiri dari balik jendela mobil. Mereka parkir di samping sebuah pohon bonsai besar dan beranjak keluar dari mobil mereka. Amatsuki menoleh saat pintu depan rumah bergeser terbuka, dan seorang wanita berkimono dengan kipas yang menutupi bagian bawah wajahnya berjalan anggun ke arah mereka.
"Luz-shi, Amatsuki-shi, sudah lama sekali sejak aku melihat kalian berdua. Bagaimana kabar kalian?" wanita itu bertanya lembut.
"Kami baik, Ririku-sama. Terima kasih" Luz yang sadar akan Amatsuki yang terlalu terpana oleh rumah ini sekaligus oleh sang nyonya rumah menjawab pertanyaan Ririku untuknya, "Maaf jika kami merepotkan anda dengan masalah ini"
"Bukan masalah. Aku tak pernah keberatan untuk membantu seorang teman" Ririku membungkukkan kepalanya pada mereka berdua sebelum menghampiri dua pria berambut hitam yang menggotong dua pria yang tak sadarkan diri itu. Amatsuki sempat mendengarnya memerintahkan mereka untuk membawa dua penyusup tersebut ke halaman belakang rumah, yang segera ditanggupi oleh mereka berdua.
"Itu ibunya Kashitarou-senpai ya?" tanya Amatsuki saat dia dan Luz dipersilahkan Ririku untuk masuk ke dalam sambil menunggu kedatangan putranya.
Luz mengangguk, "Ya, Ririku-sama namanya. Dia wanita terhormat, anggun, penyayang, dan sadis sekali. Tapi kita tak pernah bicarakan tentang hal terakhir itu. Apa kau pernah dengan pepatah 'Rahasia adalah aksesoris termahal seorang wanita'?"
Amatsuki menggeleng, dan Luz tertawa kecil, "Tak apa. Setidaknya sekarang kau tau kan? Lagipula itulah daya tarik utama Ririku-sama. Kelamnya rahasia akan hal-hal yang sudah dia perbuat hanya semakin mempercantik dirinya"
"Luz-shi, jangan pikir hanya karena aku ada di depanmu aku tak bisa mendengarmu"
"... Ampuni saya, Ririku-sama"
"Pikiran Amatsuki-shi belum sekotor milikmu, Luz-shi. Jangan nodai dia"
"In ordnung, fraulein..."
~~~
A/N : Author seneng aja gitu nyelipin bahasa Jerman di ucapan Luz :v
In ordnung, fraulein : Baiklah, Nyonya.
Yang chapter kemaren ada kata yang belum author translate. Lupa ehe.
Ich verstehe : Aku mengerti.
Btw, author mau nanya. Kalian pilih A, B, C, atau D? Tolong pilih salah satu dari keempat huruf itu ya. Kenapa? Soalnya itu akan menentukan kejadian buat chapter selanjutnya. Jadi, tolong beritau author pilihan kalian! :)
See you next time!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top