Pencarian (2)

Pada pagi itu, di mansion Osora, tak hanya orang dewasa yang sibuk. Para remaja pun juga ikut-ikutan mikir. Mereka yang terdiri atas Mafu, Amatsuki, Kashitarou, dan Luz (plus Ruko) berkumpul di kamar kakak yang sadis tersebut, lesehan di lantai dan membentuk sebuah lingkaran kecil.

"Dari info yang kuterima dari kepolisian, Soraru-san dibawa pergi oleh sebuah mobil yang menuju ke arah selatan" Luz membentangkan peta kota di tengah-tengah lingkaran. Dengan sebuah spidol biru, dia melingkari lokasi kecelakaan itu, "Nah, jika Soraru-san di ambil disini, artinya mobil yang akan membawanya pasti berada cukup dekat dengannya. Namun sayangnya para saksi mata berkata bahwa mobil itu tak memiliki plat nomor dan mereka tidak bisa melihat jelas jenis mobil apakah itu karena keadaan sekitar terlalu ramai"

"Aku juga dapet info baru" ujar Amatsuki yang sedang ngetik di laptop yang ada di pangkuannya, "Mobil yang menabrak Soraru-senpai adalah sebuah sedan putih berplat nomor xxxxx dengan serial roda xxxxx. Setelah diselidiki, tak ada pengemudi di dalamnya, dan sepertinya mobil itu ditanam suatu teknologi yang bisa membuatnya dikendalikan dari jauh"

"Di arah selatan, ada banyak jalan bercabang yang mengarah ke berbagai tempat" Kashitarou meneliti peta kota dengan serius, meraih spidol lainnya yang berwarna merah dan melingkari beberapa tempat, "Ada cukup banyak tempat yang dapat Akatin jadikan tempat penyekapan. Ada gedung tua, kantor yang ditutup, rumah yang sudah tak digunakan, beberapa lorong menuju bawah tanah, dan lain-lain"

"Terlalu banyak pilihan, tidak mungkin kita bisa mengecek semuanya. Bisa-bisa Soraru-senpai keburu mati di tangan Akatin" ujar Mafu lirih, "Jikalau kita mengeceknya satu-satu, Akatin akan menyadari ada sesuatu yang salah. Tapi jika kita mengecek semuanya sekaligus, Akatin juga pasti sadar dengan banyaknya orang yang berkeliaran. Apapun pilihan kita, dia akan kabur bersama Soraru-senpai..."

Ruko melipat kedua lengannya di depan dada dan menggerutu sendiri. Jika mereka tak mengeceknya, Soraru tidak mungkin ditemukan, tapi jika mereka mengeceknya, Akatin akan membawanya pergi. Kalau itu terjadi maka menemukan Soraru sepertinya hanya tinggal mimpi. Kenapa semua pilihan berujung pada hal yang sama?

"Bagaimana hasil perhitunganmu, Amatsuki-san?" tanya Kashitarou.

Perhitungan?

"Yah... Aku bisa mempersempit kemungkinan menjadi sekitar 10 tempat, tapi aku tak yakin waktu kita akan cukup" Amatsuki menghela nafas, "Andaikata kita punya mercusuar untuk membimbing kapal kita yang tersesat dalam mencari daratan..."

Mercusuar?

"Wakatta!!" Ruko tiba-tiba teriak, sampai Luz terjengkang ke belakang saking kagetnya.

"Nee-chan tau sesuatu?" Mafu memandangnya penuh harap, nggak peduli sama kepala Luz yang tadi kepentok lemari.

"Sepertinya, dan semoga saja aku benar" Ruko menyambar spidol biru dari tangan Luz yang mokad--//ga, dan membuat garis dari lokasi kecelakaan adiknya, "Begini, arah selatan punya banyak tempat tujuan yang sebenarnya cocok untuk penyekapan adikku yang pemalas itu. Kayak kata Kashitarou-kun tadi, ada kantor, gedung, rumah, bawah tanah, de el el, tapi..."

Ruko kemudian menyilang semua tempat yang sudah Kashitarou bulatkan, membuat sang bertopeng kitsune bingung sendiri, "Ruko-san? Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?"

"Dia gak bawa adik pemalasku ke tempat manapun di daerah ini. Akatin tak mungkin berani menyekap Sora disini. Dia tak mungkin mengambil resiko melakukannya di daerah dimana otou-san dan organisasinya berpusat. Maka pilihannya adalah membawa Sora ke luar Jepang, yang juga tampaknya tak mungkin, atau dia akan kesini..."

Spidol yang Ruko pegang berbelok dari selatan menuju timur, dan berhenti pada suatu tempat di peta yang memiliki lambang jangkar.

"Tempat itu--!" Mafu berseru kaget, "Itu kan..."

"Hai, mantan adikku yang sangat menggemaskan," Ruko menyeringai puas dan melingkari tempat tersebut, "Kemungkinan besar dia menyekap Sora di pelabuhan ini, di tempat dimana dia menahanmu 10 tahun yang lalu"

Amatsuki berkedip beberapa kali, "Chotto matte, Ruko-san. Analisismu ada benarnya, tapi bagiku itu juga tidak mungkin Akatin-san berada disana bersama Soraru-senpai. Kau berkata bahwa dia pernah mengurung Mafu-kun disana. Tak mungkin dia balik lagi kesana. Itu terlalu gampang ditebak"

"Tepat sekali" Amatsuki sontak memundurkan kepalanya saat ujung spidol biru tersebut Ruko acungkan ke depan wajahnya, "Aku sempat menguping pertemuan otou-san dengan yang lain, dan Kakeru-san berkata bahwa Akatin mempunyai teknik psikologisnya sendiri. Dia bermain-main dengan pikiran kita, membuat kita berpikir bahwa dia tak mungkin ada disana, padahal kenyataannya dia memang ada disana"

"Ruko-san, apa kau yakin dengan analisismu?" tanya Kashitarou, "Jika kita mengirim orang-orang kita kesana dan rupanya perkiraanmu salah, kita tak akan melihat Soraru-san lagi"

Ruko mengepalkan tinjunya, "Aku tau kok... Tapi aku percaya dengan instingku..." sebuah senyum kecil terukir di wajahnya yang dingin, "Otou-san dan okaa-san sering bilang bahwa aku dan Sora mungkin memiliki semacam koneksi antar saudara yang cukup kuat karena kami sering hampir membunuh satu sama lain. Instingku bilang Sora ada disana. Jika tidak..."

Sebulir air mata terjatuh dari safir berwarna langit malamnya.

"Maka mungkin ini karma karena tidak memperlakukan adikku dengan baik..."

"Nee-chan..." Mafu bergeser ke sisi mantan kakak angkatnya dan memeluknya, "Nee-chan jangan nangis... Ntar aku ikut-ikutan nangis..."

//aduh dipeluk Mafu dong... Kasian kalian nggak :v

"Aduh anakku, kamu kan dah gede, jangan cengeng dong" Amatsuki mengelus-elus punggung Mafu, "Kamu harus kuat, Mafu-kun. Demi Soraru-senpai, oke?"

Mafu mengangguk lemah, "Demi Soraru-senpai..."

Kashitarou membantu Luz duduk kembali karena dia anak baik-baik, dan berdehem, meraih perhatian yang lain, "Sore jaa, apa lagi yang kita tunggu, minna? Mari kita laporkan analisis Ruko-san pada orangtua kita"

.

"Tidak, Mafu! TIDAK!!!"

Teriakan Soraru seakan-akan terjatuh pada telinga yang tuli. Tak peduli berapa kuat dia berteriak sampai tenggorokannya nyeri, Mafu tak akan bisa mendengarnya. Tangannya berusaha mengapai tubuh Mafu yang memberontak di atas meja otopsi, ditahan oleh sekumpulan rantai di seluruh tubuhnya, namun dia tak akan bisa mencapainya.

"Sungguh tangisan yang manis..." Akatin berbisik lirih di telinga Mafu dan mengangkat sebuah gunting bedah di depan wajahnya, menyaksikan saat warna seakan-akan berhamburan keluar dari wajah Mafu, menyisakan ketakutan murni disana, "Saa... Hajimemashou~?"

"TIDAAAAKKK!!!"

Soraru hanya berjarak beberapa langkah dari meja otopsi tersebut, namun rantai yang sama bergemerincing dari belakang dan menangkap seluruh tubuh sang surai biru gelap. Soraru berdiri di permukaan gudang yang kotor dan lembab, dengan raungan penuh amarah, berusaha melepas rantai-rantai dingin itu dari tubuhnya.

Aku harus menyelamatkan Mafu!! Ayolah!! Ini hanya rantai tua!! Jangan biarkan mereka menahanmu darinya!! Aku tak boleh gagal lagi--

Jeritan Mafu yang melengking membuat Soraru sontak menolehkan kepalanya. Akatin sudah membenamkan ujung bilah tersebut di dalam dada Mafu, semua saat albino kecil itu masih sadarkan diri. Air mata sudah mengalir bagaikan sebuah air terjun di tebing yang tinggi, menetes ke permukaan meja otopsi dan terjatuh ke permukaan gudang yang lembab.

Karena gerakan tubuh Mafu yang terlalu liar, Akatin menggeram kesal dan menghentikan gerakan tangannya. Soraru histeris saat Akatin menjambak surai salju Mafu dan membanting kepalanya ke permukaan meja. Suara besi yang berbentur dengan tengkorak itu menggema di telinga Soraru, dan air matanya sendiri mulai terjatuh dari pelupuk matanya.

Gerakan Mafu mulai melemah, namun kesadarannya belum sepenuhnya menghilang. Rintihan dan isakan lirih itu tumpah dari sepasang bibir kecil yang bergetar dalam setiap goresan yang gunting bedah itu buat di tubuhnya. Akatin tetap memasang seringai bengisnya, membelah dada Mafu menjadi dua bagian dengan tenang seakan-akan sedang menggunting kertas.

"Mafu... Aku minta maaf... Aku gagal melindungimu... Mafu, aku benar-benar orang yang tidak berguna... Aku minta maaf..."

Kaki Soraru tak kuasa lagi menahan beban pemiliknya. Dia jatuh berlutut ke permukaan gudang yang kotor dan lembab, menundukkan kepalanya supaya dia tak perlu melihat pemandangan yang sudah menghancurkan pikirannya serta hatinya. Namun dia tak bisa menutup telinganya. Suara-suara kecil Mafu yang memohon akan pertolongan terus menggema dalam otaknya.

"Tasukete..."

"Tasukete..."

"Tasukete..."

"Tasukete..."

"Tasukete..."

"Tasukete..."

"Tasukete, nii-san..."

Kenapa...?

Pada akhirnya Soraru berteriak. Raungan penuh penyesalannya merobek dirinya, mematahkan hatinya, dan menghancurkan pikirannya.

Kenapa kau memanggilku yang merupakan penyebab semua penderitaanmu...?

~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top