Informasi

Aku menghela nafas berat sambal memandang Mafu yang tertidur nyenyak di kasurnya dengan kompres di keningnya yang sepucat kertas itu. Aku melirik termometer yang ada di tanganku, melihat angka 39,7 itu seperti nilai ulangan yang jeblok.

Ah, sumimasen. Amatsuki desu~. Author bilang sudut pandangannya dialihkan ke aku dulu soalnya kondisi Mafu lagi nggak memungkinkan buat nyeritain cerita ini.

Aku khawatir tauk! Saat istirahat tiba-tiba dia hilang dari sisiku, kan aku panik jadinya! Kucari sekeliling koridor, tapi nggak keliatan, padahal Mafu kan tinggi dan pucuk kepala putih kayak gitu pasti keliatan lah, namun tetap saja aku tak menemukannya.

Perasaan gundahku masih menggantung dalam dada saat aku sampai ke kelas. Baru saja gurunya ngejelasin, tiba-tiba ada yang ngetuk pintu. Rupanya itu Soraru-senpai, dan aku bingung oleh kehadirannya di kelas X padahal dianya kelas XI.

"Soraru? Sedang apa kau disini? Bukannya seharusnya kau masuk kelas?" tanya guruku waktu itu. Aku sadar bahwa keningnya mengerut mendengar jejeritan cewek-cewek di kelasku hanya karena Soraru-senpai. Ya, aku juga kesel kok.

"Aku mau nyari si anak lelaki bersurai coklat bermata merah berkacamata yang selalu bareng dengan si albino itu" ujarnya dengan nadanya yang malas dan mengantuk.

Mendengarnya, aku spontan bangkit dari kursiku dan menghampiri Soraru-senpai, "I- Itu aku, senpai. Ada apa...?" tanyaku pelan.

Dia tampak mempelajariku sejenak dengan manik safirnya yang segelap langit menjelang malam, dan walaupun pandangannya sayu, tapi entah kenapa safir itu terasa tajam bagiku, "Si albino itu ada UKS, kutinggalin dia sendiri disana. Kau sebaiknya menemaninya" jawabnya sebelum berbalik meninggalkan kelas begitu saja.

Langsung saja aku punya firasat buruk. Aku minta izin ke guru dan bergegas ke UKS yang ada di lantai satu. Untung aku sering jogging jam 2 pagi keliling komplek rumah. Aku menggeser pintu UKS dengan sangat kencang sampai-sampai aku dapat mendengar engselnya berbunyi. Ups.

Disanalah Mafu, terduduk di kasur UKS dengan selimut putih menutupi tubuhnya. Dia mengangkat kepalanya mendengar pintu yang tergeser terbuka, dan tersenyum lemah padaku, "Ama-chan..."

"Mafu-kun! Kamu kenapa?!" aku menghampirinya dan perhatianku langsung terarah ke tumpukan baju basah yang ada di pinggir kasur, "Kamu diapain Soraru-senpai?!"

"Soraru-senpai...?" Mafu memiringkan kepalanya, "Dia hanya membantuku kok. Aku nggak diapa-apain sama dia, Ama-chan. Tenang saja"

"Oh baguslah, kirain apa, soalnya tadi dia datang ke kelasku buat nyariin aku. Dia bilang kamu ada disini. Apa yang terjadi? Kok bajumu basah kuyup gitu?"

"Ehehe~" malah ketawa inosen lagi ni anak. Untung sayang, kalo gak pasti dah kutampol.

Dia menceritakan semuanya padaku. Tentang Lon-senpai dan apa perbuatannya pada Mafu. Aku dapat merasakan darahku mendidih mendengar bagaimana kakak kelas itu membuli Mafu, tapi tidak seperti Mafu yang bisa melukai dan menebas seseorang tanpa rasa bersalah, aku tidak punya nyali untuk melakukannya.

Namun kecurigaanku tumbuh saat melihat tangannya terus memegang dadanya, dan menyadari nafasnya yang tak stabil. Mungkin saja itu bekas kepalanya yang tadi ditenggelemin di wastafel, tapi entah kenapa bagiku rasanya ada yang beda. Yah, untung hari ini ada pelajaran olahraga, jadinya kusuruh dia pake baju olahraganya dulu biar gak kedinginan.

Alhasil kami berdua izin pulang cepat, dan balik-balik di rumah Mafu kutidurin di Kasur dan kuletakan kompres di kepalanya. Dia bilang dia udah minum obat, jadinya kusuruh dia tidur dulu. Saat dia sudah terlelep, aku mengecek suhunya, dan ya ampun, pake acara demam segala si Mafu. Gak masuk sekolah deh besok.

Maa, sepertinya itu untuk yang terbaik.

.

Keesokannya di sekolah, saat jam istirahat, aku bergegas ke kelas XI-A. Ngapain? Nyari Luz-senpai tentu saja. Siapa tau dia bisa memberiku informasi tentang kakak kelas yang membuli Mafu kemaren. Yah... Kalau bisa ngerti kosakatanya yang aneh bin ajaib...

Aku melihatnya sedang berjalan di koridor, menyenandungkan suatu lagu dengan senang. Meneguk ludah gugup, aku menghampirinya dan memanggilnya, "Sumimasen, Luz-senpai?"

Dia menolehkan kepalanya ke arahku, lagu yang sedang dia senandungkan terhenti, dan senyumnya mengembang, "Ah, kamoeh yang sama Mafu-kyun waktu itu kan? Amatsuki-kyun?"

"Hai, itu aku. Aku ingin bertanya sesuatu pada senpai" aku mengutarkan maksudku.

"Suara shota-mu adalah perintah bagi kuh. Douzo~"

Apaan sih. Lagipula aku bukan shota ya! Aku ini udah SMA! Hmph!
//dan author mimisan melihat Amatsuki ngambek.

Aku menghiraukan ucapan anehnya dan berdehem, "Aku ingin bertanya tentang Lon-senpai"

Ekspresi Luz-senpai menggelap, "Menarik sekalih, Amatsuki-kyun. Atas perihal apa kamoeh bertanya tentang "dia" pada kuh?"

Kok dia tiba-tiba jadi serius begini. Kok aku merinding yah.

"Ini demi Mafu-kun, senpai" jawabku, berusaha terdengar tegas.

Dia mengganguk-angguk, sebelum menyentuh ujung hidungku dengan telunjuknya, membuatku tersentak dan segera melangkah mundur dengan wajah merona, "Sou ka. Demi Mafu-kun huh? Temui aku di gudang belakang sekolah, tempat pertama kali kita bertiga bertemu, karena topik ini tak bisa dibicarakan sembarangan"

Lah lah lah gaya bicara alay-nya ilang kemana?!

Dia berjalan meninggalkanku, dan aku jadinya benar-benar bingung. Kenapa memangnya dengan Lon-senpai? Apa dia segitu buruknya? Dari cerita Mafu sih ya palingan memang busuk, tapi apa perlu sampai harus membicarakannya diam-diam?

"Oh, Amatsuki-san?"

Aku memutar kepalaku ke balik bahuku, dan melihat dua lelaki yang familiar menghampiriku, "Kashitarou-senpai! Soraru-senpai!"

Kashitarou-senpai tersenyum kecil padaku, "Wajahmu lucu deh kalau memerah gitu"

"E- Eh?!" aku segera mengalihkan pandanganku, "Se- Senpai!"

Dia tertawa, dan entah kenapa jantungku tiba-tiba berdegup kencang, "Tapi Senpai jujur kok! Siapa yang membuatmu merona seperti itu?" tanyanya.

"Itu tadi si Luz" celetuk Soraru-senpai sebelum menutupinya mulutnya yang menguap, "Tadi gue sempet liat dari kejauhan, kalo si jerapah bejat noel hidung nih anak pake telunjuknya. Bisaan aja dia modusnya"

"Oh, Luz-kun toh" aku mengangkat alisku mendengar nada suara Kashitarou-senpai yang terdengar suram saat mengatakannya, namun saat dia berbicara padaku lagi, nada suara menjadi ceria kembali.

"Mafu-san mana ya? Kok gak keliatan dari tadi?" 

"Dia gak masuk, senpai. Demam tinggi"

"Hee... Begitu ya..." rona merah kembali menghias pipiku saat tangan Kashitarou-senpai mengacak-acak rambutku, "Semoga dia cepat sembuh ya, Amatsuki-san!" ujarnya dengan senyum lebarnya itu. Setelah itu dia berjalan melewatiku sambil mengaitkan lengannya ke lengan Soraru-senpai, menghiraukan gerutuan temannya dengan tawa riang.

Jadi mereka masih berpura-pura seperti itu ya...

Aku berkedip beberapa kali. Tunggu, kenapa aku merasa sakit saat memikirkannya...?

Aku terkesigap, namun segera menutupi mulutku.

Jangan-jangan aku punya perasaan sama Kashitarou-senpai?!

Tidak, tidak, tidak. Jangan, Amatsuki. Kau sudah berjanji.

Aku menarik nafas dalam, dan membuangnya perlahan. Lebih baik aku memikirkan tentang apa yang ingin disampaikan Luz-senpai padaku sepulang sekolah nanti.

.

"Ano, bolehkan aku bertanya, senpai?"

"Boleh kok"

"Kenapa kita malah membicarakan tentang ini di dalam gudang sekolah?"

"Kan kalo gelap-gelap biar kerasa misteriusnya"

"Tapi gak gini juga!" aku merogoh tasku dan mengeluarkan sebuah senter yang gak pernah kukeluarin lagi dari tas sejak Persami kelas 5. Aku menyalakannya dan memasukannya ke fitting lampu yang kosong di atas kepala kami. Alhasil aku jadi bisa melihat wajah Luz-senpai dengan jelas, "Kan kalo gelap-gelap terus berdua doang ntar yang ketiganya setan!"

Iyain aja gaes.

Luz-senpai tertawa renyah, "Yah, gak ada salahnya punya humor dikit, karena selamanya serius itu tidak baik, Amatsuki-kyun"

Tiba-tiba sekarang aku lebih mending dia ngomong pake cara alay. Kalo dengerin dia ngomong kayak biasa rasanya beda gitu, bikin merinding.

"Jadi, Amatsuki-kyun mau nanya soal Lon?"

Aku mengganguk cepat.

"Hmm, gitu yach" aku tersentak saat dia mengeluarkan benda yang tak pernah sekali terlintas di pikiranku akan dia punya. Sebatang rokok dan lighter.

"Se- Senpai ngerokok?!" sahutku tak percaya.

Dia memandangku dengan bingung, "Lah emang kenapah? Kamoeh mau?"

"Nggak lah!" aku langsung membuka jendela yang ada di dekat kami. Bahaya kalo karbon monoksida-nya mengumpul di gudang. Bisa-bisa kita berdua modar dengan tidak elit, "Bukannya ngerokok itu dilarang?"

"Daijoubu. Akoeh hanya merokok sesekali kalo lagi gelisah doangs kok" dia menghimpit rokoknya di antara bibirnya dan menyalakan ujungnya dengan lighter-nya. Dia menghembuskan asapnya ke samping sebelum kembali memandangku, "Apa kamoeh bawa uang?"

Aku berkedip beberapa kali, "Buat apa?"

"Ckckckck" dia menggelengkan kepalanya dengan ekspresi kecewa, "Amatsuki-kyun, tak ada informasi yang gratis. Tentu kamoeh pernah dengar tentang itu, hai? Tapi karena ini demi Mafu-kyun, maka akoeh akan menggratiskannya kali ini"

Perasaan Mafu kalo cerita tentang informasi yang dia dapat dari Luz-senpai, dia gak pernah bilang apa-apa soal bayar demi informasi deh... Lalu kenapa aku disuruh bayar?

Luz-senpai kemudian memegang rokoknya di antara kedua jarinya, menghela nafas berat ke samping. Apa dia melakukan itu biar aku gak kena asapnya? 

... Luz-senpai perhatian juga huh.

.

A/N : Cliffhanger eaa.

Ehehehe, sebagai ganti ilang buat beberapa saat, author double update deh, padahal baru aja selesai Simulasi UN. MTK author jelek euy, tapi kalo author bilang gitu ke temen-temen pasti mereka auto ngambek, "Bener 25 lu kata jelek?!"

Ya soalnya 40 tapi waktu ngerjainnya sejam doang woi.

See you next time!






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top