Derita (2)

Di kamarku, aku membanting diri di kasurku dan menghela nafas panjang. Setelah berbaring beberapa saat, aku duduk kembali dan meraba-raba dadaku. Kurasa aku masih baik-baik, tidak ada kerusakan yang terasa selain nafas yang sesekali tertahan.

Aku mengepalkan tinjuku, jika sampai ada kerusakan, akan kubunuh Lon-senpai. Gadis itu sudah kelewatan tadi siang...

.

Aku dan Amatsuki melangkah menuruni tangga dengan perlahan. Murid-murid masih berkeliaran di koridor sekolah, dengan buku ataupun makanan di tangan masing-masing. Aku memasukan kunci pintu atap sekolah kembali ke saku celanaku dan berjalan mengekori Amatsuki kembali ke kelas kami.

Aku tersentak saat merasakan tubuh seseorang mendorongku ke samping. Awalnya kukira itu hanya kebetulan, namun rupanya tidak saat menyadari bahwa dorongan tadi membuatku terjungkal memasuki kamar mandi sekolah.

Aku meringis saat merasakan sikutku mengenai lantai duluan. Aku spontan menyeret diriku mundur saat Lon-senpai dan dua temannya memasuki kamar mandi. Dia menutup pintunya dan aku dapat mendengar suara 'klik' setelahnya.

"Aku rasa kau masih butuh pelajaran tambahan" kekehnya. Dia kemudian menyuruh dua temannya untuk menahan lenganku, dan aku terkejut oleh betapa kencangnya pegangan mereka di lenganku. 

Entah darimana, dia mengambil ember dan mengisinya dengan keran dari wastafel. Panik, aku meronta-ronta, berusaha melepaskan diri, tapi salah satu mereka menarik lenganku untuk mencegahku bergerak dengan cukup keras sampai-sampai aku yakin itu akan nyeri nantinya.

Lon-senpai tertawa penuh kelicikan saat dia menumpahkan seluruh air itu ke tubuhku, dan teriakan melengkingku merambat keluar dari tenggorokanku. Jika saja aku sadar, bahwa kaca kamar mandi retak karena itu. 

Dingin, dingin, dingin.

Tubuhku bergetar saat udara biasa bahkan terasa menusuk sampai ke tulang. Kulitku memucat dalam hitungan detik, dan kuku-kuku di tanganku sudah mulai berubah warna menjadi ungu. Seakan-akan buta terhadap kondisiku, dia menumpahkan seember air lagi padaku, tertawa saat menikmati apa efeknya pada tubuhku.

Dingin... Dingin... Dingin... Terlalu dingin...

Aku menggeleng cepat. Bibirku yang hampir tak berwarna terus meracaukan kata-kata "Jangan lagi". Air mata mengumpul di sudut mataku, dan aku merasakan tangan Lon-senpai mengangkat daguku dengan paksa supaya aku memandanginya.

"Kau menangis? Sungguh? Huh, dasar payah! Lemah!!"

Aku sendiri bahkan tak tau kalau air mataku sudah jatuh.

Tangannya yang semula memegang daguku tiba-tiba beralih ke belakang kerahku. Dengan bantuan teman-temannya, dia mengangkatku dengan mudah ke wastafel yang sejak kapan sudah penuh dengan air.

Dia mendorong kepalaku sekencang mungkin ke wastafel tersebut. Aku tercekik oleh air yang memasuki tenggorokanku. Aku menggelengkan kepalaku dengan panik lagi, tapi cengkramannya sangat kuat bagaikan besi. Air mulai memasuki paru-paruku, dan aku tau jika aku tak segera mendapat udara, aku pasti akan mati saat itu.

Dia menarik kepalaku keluar tepat sebelum kesadaranku hilang. Seringai di wajahnya sungguh mengerikan, dan walaupun aku tak takut dengan itu, aku takut dengan apa yang ingin dia lakukan selanjutnya. Fisikku sudah terlalu lemah sejak dulu.

Lon-senpai menjatuhkan ke pintu salah satu bilik kamar mandi. Pintunya mengenai belakang kepalaku dengan keras, membuat pandanganku menjadi kabur saking besarnya dampak yang dihasilkan pada kepalaku. Aku merosot ke lantai kamar mandi dan terbaring disana, dengan nafas tersendat-sendat dan tubuh yang menggigil.

Mereka keluar dari kamar mandi tepat saat bel akhirnya berbunyi. Aku menarik nafas panjang sebelum menutup mataku dan terdiam di lantai. Terlalu lelah untuk bergerak dan bersuara. Dadaku terasa berat oleh semua air yang memasukinya. Walaupun aku sudah pernah mengalami yang lebih buruk daripada ini, namun tetap saja sakit.

Aku mendengar pintu kamar mandi terbuka, namun aku menolak untuk membuka mataku, tidak ingin tau siapa yang memasukinya. Aku kemudian merasakan kehadiran seseorang di sampingku, dan sebuah telunjuk yang menoel-noel pipiku.

"Kau masih idup kan, bocah albino?"

Tubuhku yang dingin mulai menghangat secara perlahan saat menyadari siapa itu. Tampaknya tidak mungkin suhuku bisa naik hanya karenanya, tapi pikiranku sudah terlalu lelah untuk berpikir serius sekarang. Aku membuka mataku dan melihat wajahnya yang datar memandangiku, tapi aku tau aku melihat kekhawatiran di manik safirnya.

Aku memaksakan senyum padanya, "Aku masih hidup kok, Soraru-senpai..."

Soraru-senpai mengangkat sebelah alisnya, "Ya, aku bisa liat itu. Tubuhmu basah gitu lho. Untung aku yang nemuin kamu. Kalo si jerapah yang nemuin, ntar kamu malah diapa-apain sama dia" aku merinding saat merasakan tangannya nyelip ke bawah tubuhku, dan tiba-tiba saja, aku diangkat ke udara olehnya, membuatku memekik kaget.

"Buset, itu pekikan udah kayak suara cicak kejepit aja" Soraru-senpai menggerutu sebelum berlari keluar dari kamar mandi dengan aku di dekapan lengannya. Murid-murid di koridor memberi kami tatapan aneh, dan ada juga yang jijik melihatnya. Aku memutar kepalaku ke arah Soraru-senpai, tak mau melihat kebencian yang mereka lontarkan padaku.

Tau-tau aku udah di UKS aja. Dia meletakanku di kasur dengan perlahan sebelum mengacak-acak isi kabinet obat. Dia mengeluarkan sebotol minyak kayu putih, yang cap kaki tiga//lah kok--, dan kembali lagi ke sisiku, "Kamu diguyur siapa?" tanyanya saat dia membuka tutup minyak kayu putih dan membalurkan isinya ke telapak tangannya.

Aku membuka mulutku, namun tak tau apa yang mau kuucapkan. Tidak, bukannya aku takut dengan Lon-senpai, ngapain takut sama cabe macem dia. Aku hanya merasa Soraru-senpai tidak perlu direpotkan dengan semua masalahku, "Aku... Tidak diguyur siapa-siapa"

"Haha, lucu" Soraru-senpai tertawa hambar, "Emangnya kau Water Bender? Masa kau sengaja ngeguyur diri sendiri? Bahkan kau tak terlihat sebodoh itu di mataku, Mafu-san" 

Perkataannya selanjutnya membuat tergelak.

"Buka bajumu"

Aku (dan author) langsung kaget setengah idup.

"HAAAHH?!?!?" aku refleks menyeret diriku mundur dan mengangkat selimut kasur UKS sampai ke kerah bajuku yang basah kuyup, "Se- Senpai mau ngapain?!"

Dia berkedip beberapa kali, sebelum tiba-tiba sebuah seringai lebar terukir di wajahnya yang tamvan itu, "Ayolah, Mafu-san~" dia merangkak menaiki kasur dan mendekatkan kepalanya ke samping telingaku. Wajahku yang pucat membuat rona merahku terlihat sangat jelas, "Apa kau berani melawan kakak kelas~?" bisiknya pelan.

PLAK!!!

"Lumayan" Soraru-senpai berkata dengan suara datar sambil mengelus-elus bekas kemerahan yang ada di pipinya bekas tamparanku, "Tenagamu tidak terlalu buruk" dia menarik dirinya mundur dariku, membuatku menghela nafas lega, "Jadi, mau kubalurin gak minyak kayu putihnya di tubuhmu? Atau kau bisa sendiri?"

...

Oh. Dia pengen ngebalurin minyak kayu putih padaku toh.

Eh?

Sebuah perempatan bernama Perempatan Ciamis segera terbentuk di keningku. Aku menyambar botol minyak kayu putih itu dari tangannya dan membalikan tubuhku sehingga dia berhadapan dengan punggungku sekarang.

"Bi- Bilang dari tadi dong, senpai! Kan jadinya aku nggak sengaja nampol senpai!" sahutku malu setelah nyadar apa yang barusan kuperbuat padanya. Kalau ada yang tau, pasti aku bisa dikeroyok massa sama fangirls-nya.

"Tenang saja" ujar suara ngantuk Soraru-senpai dari balik bahuku, "Lagipula itu salahku yang menggodamu duluan. Aku hanya ingin tau sebenarnya kenapa hampir semua orang di sekolah ini membulimu. Namun setelah menghabiskan waktu denganmu sekitar..." dia berhenti sejenak, mungkin mau ngeliat jam, "10 menit, aku belum menemukan hal tentangmu yang membuatmu pantas dibuli seperti itu"

Aku tertawa kecil sambil membalurkan minyak kayu putihnya di dada serta perutku, menghela nafas lega oleh kehangatan yang kurasakan, "Rambut putihku dan mata merah darahku bisa jadi alasan untuk itu"

"Mungkin" lalu aku mendengar suara kasur yang berdecit dan hilangnya beban di dekatku, menandakan bahwa Soraru-senpai bangkit dari tempatnya. Aku kembali membalikan tubuhku saat dia bicara, "Aku balik dulu ke kelas. Ntar kucariin temanmu, si anak bulan itu. Daahh..."

"Daahh, Soraru-senpai" aku melambaikan tangan padanya walaupun dia sudah keluar dari UKS. Tanganku turun ke pangkuanku, dan aku hanya bisa tersenyum.

Jadi gini rasanya bicara sama gebetan... Menyenangkan sekali...

~~~

A/N : Iya, seru banget, Maf. Nggak kayak author yang gak punya gebetan.

//dih katanya bahagia jadi jomblo.

Author's back, hehe. Bye bye laptop lama, hello laptop baru//gak udah sombong. Ah, dipikir-pikir lagi, minggu depan author PTS, dan bulan depannya author UN. Hmmmmmmmmmmmmmmmm...*mencoba jadi Nissa Sabyan*

See you next time!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top