Bonus Chapter #6

Siang itu dia mengangkat kepalanya ke sang langit yang cerah dengan beberapa kumpulan awan yang menghiasinya. Dia menaikkan tangannya ke wajahnya, sedikit membuka jari-jemarinya agar cahaya matahari tidak terlalu menusuk safirnya yang sayu. Kelopak bunga sakura bersentuhan dengan kulitnya saat angin meniupnya, dan semerbak wangi tumbuhan tersebut memenuhi indra penciumannya.

Ini musim semi yang indah, pikirnya.

"Sora-kun!"

Dia menolehkan kepala, dan tersenyum kecil.

"Kiri-kun"

Sang surai coklat berlari tergesa-gesa menghampirinya dan berhenti di sampingnya, menarik nafas dalam untuk memenuhi kapasitas paru-parunya terkuras karena usahanya untuk menemui sang surai biru gelap, yang berdiri di sebuah bukit berumput dengan pohon sakura rindang yang membentang tegak di puncaknya.

"Sora-kun, apakah aku membuatmu menunggu? Aku sungguh minta maaf"

"Kiri-kun, kau tak perlu meminta maaf. Aku juga baru tiba kok"

"Ara ara~, ketiduran lagi?"

Mendengar nada iseng serta melihat tatapan senang itu membawa rona merah di pipi Osora yang pucat, dan dia memalingkan wajahnya, geraman pelan dapat terdengar dari tenggorokannya, "Kalau udah tau gak usah nanya"

Senyum Kirihara hanya tumbuh semakin lebar. Tanpa peringatan, dia meraih tangan Osora dan mengecup punggung tangannya, bersorak riang dalam hati saat melirik sang surai biru gelap yang semakin merona hebat karena perbuatannya.

"Ba- Baka! Ngapain hah?!" Osora menarik tangannya kembali dari Kirihara, menyembunyikan wajahnya di balik lengan jaket hitamnya.

"Tsundere sekali, anata~" Kirihara bersenandung dengan seringai polos tanpa dosa, "Apakah salah bagiku untuk menunjukkan cintaku untukmu?"

Osora terdiam dengan mulut yang sedikit terbuka, seluruh wajahnya memerah sampai mencapai telinganya. Kirihara juga ikut merona melihatnya, terpana oleh betapa cocoknya warna merah tipis di wajahnya walupun terkesan sangat kontras, dan karena tak bisa menahan dirinya, dia menutup bibir Osora yang terbuka dengan miliknya.

Dia senang kali ini Osora tidak melawannya.

Setelah ciuman mereka terputus, Osora hampir kehabisan nafas, sementara Kirihara lanjut menghias wajahnya dengan kecupan ringan lainnya. Sang surai biru gelap meletakkan kedua tangannya di bahu sang surai coklat, dengan (sedikit) ragu mendorongnya menjauh, "Kiri-kun, hanya karena bukit ini cukup terpencil bukan berarti kau bisa melakukan apapun semaumu"

"Aku mengerti, Sora-kun. Tenang saja" kecupan terakhir mendarat di ujung hidungnya, "Sekarang ayo kita pergi. Hari ini akan sangat menyenangkan bagi kita" dia menautkan tangannya dengan tangan Osora, dan Osora segera balas mengenggam tangannya dengan, tentu saja, wajah malu-malu.

.

Deru nafas merangsek keluar dari mulutnya, dan bahunya naik turun dalam setiap nafas yang dia tarik. Tangannya melepas kerah orang yang dia angkat, menjatuhkannya yang sudah tak bernyawa ke permukaan tanah yang lembab oleh udara malam yang rendah. Darah menghias bibirnya, dan dia menjilatnya untuk membersihkannya.

"Kiri-kun? Kau sudah selesai?" panggil Osora saat dia berbalik memasuki pintu dari sebuah gedung kecil yang ada di dekatnya. Sebuah senyum lembut terukir wajahnya melihat sang surai coklat berdiri di atas tubuh yang termutilasi di ambang tubuh-tubuh lainnya yang dilukis dengan darah yang indah.

Kirihara membersihkan darah di katana-nya dengan tangannya, dan menjilatinya sampai jarinya bersih walaupun berlumuran saliva. Mendengar namanya dipanggil oleh sang terkasih, dia melangkah turun dari dada pria itu dan berjalan menghampiri Osora, mengecup pipinya perlahan. Dia tersenyum senang saat merasakan kulit pucat itu menghangat, "Ya, aku sudah selesai. Kau sudah membereskan yang di luar?"

"I- Iya, semua sudah kuatasi" Osora meletakkan tangannya di wajah Kirihara dan mendorongnya menjauh lagi, "Kau ini demen banget sih tiba-tiba menciumku"

"Reaksi Sora-kun terlalu lucu bagiku untuk dilihat, tapi aku menikmatinya" akui Kirihara dengan mudah, meraih tangan Osora dan menyingkirkannya dari wajahnya, "Jika benar semua sudah kau atasi, mari kita kembali dan laporkan pada pemerintah bahwa kelompok separatis ini secara resmi telah tamat"

Osora mengangguk, "Mobilku menunggu di luar. Kau mau mengendarainya atau aku saja?"

Kirihara menatapnya dengan manik berbinar di bawah cahaya bulan yang untungnya tidak tertutupi awan malam itu, "Mau suit?"

Osora menghela nafas dan tangannya mengambil ancang-ancang, "Ya baiklah"

Pada akhirnya Kirihara kalah suit, dan dia yang harus menyetir mobil Osora kembali ke gedung pemerintah. Osora mungkin terlalu lelah oleh pembunuhan mendadak ini dan tugas SMA yang belum dia selesaikan, maka baru beberapa saat setelah mobil menderu memasuki jalan, dia jatuh tertidur di kursi belakang.

Mobil terhenti saat lampu menyala merah, dan Kirihara menggunakan kesempatan ini untuk mengambil selimut mobil dan membentangkannya di tubuh Osora yang meringkuk di atas jok kursi yang empuk, "Oyasumi nasai, anata" senyumnya.

Saat lampu sudah menghijau dan mobil kembali menderu, Kirihara dapat samar-samar mendengar gumaman Osora dari belakangnya.

"Oyasumi nasai, anata..."

.

"Dikit lagi... Dan kita sampai..."

Kirihara menghela nafas lega saat dia menurunkan tubuh tegap Osora yang lunglai di futon, meregangkan kedua lengannya ke udara setelah itu. Setelah meminta izin pada orangtua Osora bahwa dia akan membawa putra mereka ke rumahnya, Kirihara sampai ke rumahnya sendiri yang bergaya tradisional dan membawa Osora yang tertidur di punggungnya ke kamarnya.

"Apa Kirihara-sama perlu bantuan dalam membawa Osora-sama?"

"Oh tak perlu, Rib-kun. Aku bisa sendiri kok"

Rib tersenyum tanda mengerti pada pemimpinnya, dan membungkukkan kepala sebelum menghilang di balik salah satu pintu geser. Kirihara kemudian memanggil anak buahnya yang lain untuk menyiapkan sarapan tanpa cabai namun dengan bawang putih untuk besok pagi sebelum dia memasuki kamarnya.

Mengambil baju ganti yang sesuai dengan size Osora, Kirihara mengganti bajunya yang terkena bercak darah dengan yang bersih secara perlahan supaya tak membangunkannya dan memasukkan baju yang kotor ke dalam keranjang cuciannya. Kirihara lalu beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum dia ikut naik ke futon bersama Osora.

Dia menjatuhkan diri ke futon dan memeluk tubuh Osora mendekatinya. Mungkin karena tarikannya sedikit terlalu kencang, Kirihara merasakan pergerakan dari sang surai biru gelap sebelum kelopak matanya terbuka, menampakkan sepasang safir sayu berkilau yang selalu Kirihara cintai.

"Gomen na, Sora-kun. Apa aku membangunkanmu?" bisiknya lembut.

"Daijoubu, Kiri-kun. Aku sudah setengah sadar saat kau membawaku dari mobil" jawabnya dengan sama lembutnya.

Osora menguap kecil, dan membenamkan wajahnya di dada bidang Kirihara, kedua lengannya meraih punggung sang surai coklat, "Jangan bergerak. Aku baru ingat kalau futon-mu gak punya guling, maka jadilah gulingku malam ini"

"Tentu saja, Sora-kun" Kirihara mulai merasa rahangnya pegal karena tersenyum terlalu lebar sedari tadi. Jarang-jarang Osora mau segamblang ini dengan perasaannya. Biasa lah, namanya juga tsundere, dan karena itulah dia selalu menikmati setiap momen dimana Osora lebih jujur seperti saat ini.

Osora menghela nafas senang saat merasakan lengan Kirihara balas melingkari figurnya. Kirihara tampak tak pernah ragu untuk menunjukkan cinta yang dia punya untuknya kapanpun dia bisa. Selama tak ada yang melihat, atau mereka berada dengan orang-orang yang mereka percayai, maka Kirihara akan menghujaninya dengan kasih sayang yang tak pernah gagal untuk membuat wajah Osora merah padam.

Mereka tidur nyenyak malam itu, meraih mimpi indah di dekapan sang terkasih.

.

Kirihara menaikkan cawan tehnya ke bibirnya, meneguk cairan hangat yang wangi itu dengan perlahan dan tanpa suara. Di sampingnya, Osora sedang menikmati beberapa mochi yang sang surai coklat buat untuk menyambut tahun baru seminggu yang lalu. Mereka menghembuskan nafas puas; Kirihara oleh rasa menenangkan dari teh, Osora oleh kelezatan dari mochi.

"Ini pagi yang tenang, desho?" ujar Kirihara, menurunkan cawan tehnya ke pangkuannya.

Osora mengangguk, menelan potongan mochi sebelum menjawab, "Tenang sih iya, tapi memangnya kau tak sadar mereka memerhatikan kita dari tadi, Kiri-kun?"

Kirihara mengangkat sebelah alisnya, "Hm? Siapa?" namun pertanyaannya tak mendapat jawaban dari sang surai biru gelap. Setelah hening untuk sesaat, dia mengerti maksudnya, "Ah, maksudmu istri kita, Osora-san?"

"Siapa lagi emangnya? Mereka mah demen ngeliatin kita setiap kali kita berdua doang kayak gini. Keinget dulu saat Hikari-kun suka ketawa-tawa sendiri ketika kau menciumku, dan sialnya dia malah suka umbar-umbar ke Kakeru-kun"

"Kau benar, mereka berdua selalu saja begitu. Dan jujur, aku tak masalah jika istriku suka mengawasiku dan kehidupanku. Dia berhak untuk itu. Kurasa itulah salah satu alasan kenapa aku mencintai Ririku. Dia protektif denganku sebagaimana dirimu dulu"

"Yah... Rieru juga tampaknya tidak segan-segan menendang wajah wanita yang hendak membawaku pergi darinya. Sedikit melegakan untukku. Banyak wanita yang mengincarku karena wajahku dan statusku, tidak seperti Rieru yang mencintaiku karena sifat asliku yang dulu hanya kutunjukkan padamu"

Dua pria itu saling melirik satu sama lain dari sudut mata mereka, sebelum tersenyum kecil oleh pemikiran mereka sebelumnya.

Sementara itu di balik pintu geser, Rieru dan Ririku sudah mengintip suami mereka sejak sejam yang lalu, dengan tatapan ingin tau yang melukis mata mereka.

"Insting suamimu cukup tajam, Rie-chan"

"Dan suamimu cukup tenang ya, Riri-chan"

Mereka tertawa kecil oleh fakta tersebut, senyum lebar di wajah masing-masing, dan lanjut memerhatikan suami mereka yang berbincang di halaman belakang rumah keluarga Itou, sedang bernostalgia tentang masa lalu mereka yang dipenuhi oleh cinta dan darah.

Sesekali mereka mengambil foto ketika ada yang terjadi, seperti saat tangan Kirihara dan Osora saling bersentuhan saat mereka hendak mengambil camilan di piring di antara mereka, atau ketika Osora merona dan misuh-misuh setiap Kirihara menggodanya dengan kenangan manis, atau ketika Kirihara mengacak-acak surai biru gelap Osora dengan sayang.

"Rie-chan" Ririku berbisik pada sahabatnya, "Menurutmu Luz-san akan membayar kita berapa untuk foto-foto ini?"

"Pastinya banyak" Rieru menyeringai iseng, "Makanya kita harus ambil foto sebanyak yang kita bisa. Aku mungkin bisa membeli rifle baru, siapa tau kan?"

"Kau benar. Aku bisa membeli beberapa kipas tambahan untukku dan Kirihara, yang memiliki ukiran terbaik tentunya. Ayo kita ambil foto lagi"

"Mm-hmm, mari kita tunggu momen yang pas"

Dan mereka harus menahan jeritan fangirl mereka ketika Kirihara menyenderkan kepalanya di bahu Osora, sedang berbicara mengenai penyiksaan salah satu klan pesaingnya dengan cara memaksa pemimpinnya untuk memakan tanah penuh cacing dan kelabang. Osora menggerutu oleh sikapnya, namun membiarkannya seperti itu.

Dan Kashitarou kecil bingung sendiri mengapa ibunya dan sahabat ibunya terkikik sendiri di balik pintu geser yang mengarah ke halaman belakang. Hendak dia bertanya, namun Soraru kecil sudah memanggilnya dari ruang latihan, mengajaknya latihan bermain belati.

~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top