Asique reunian
Karena Amatsuki lagi piket, jadinya aku pulang duluan. Aku sedang berjalan saat merasakan hp-ku bergetar di saku celanaku. Aku mengeluarkannya dan tersenyum kecil melihat pesan baru dari Kashitarou-senpai. Jadi dia beneran ingin ngobrol denganku saat pulang sekolah walaupun dia sendiri nggak sekolah huh?
Aku tertawa kecil. Dia sungguh senpai yang baik. Dengan kakiku yang masih bergerak, jariku mulai mengetik balasan padanya, namun rupanya itu ide yang buruk.
Karena itu membuatku tidak menyadari sebuah kaki yang terbentang di depanku.
Brak!
Aku jatoh ke lapangan sekolah, udah gitu wajah imutku yang pertama kali kena pula. Aku segera bangkit kembali, dan kaget saat seseorang menyambar hp-ku dari tanganku.
"Hei! Kembalikan!" aku berteriak padanya, tapi teman-temannya menahanku dan mendorongku kembali dengan keras ke lapangan.
Dia tertawa dengan hp-ku di tangannya. Aku menggertakan gigiku. Itu kan kakak kelas yang tadi, yang ngedorong aku saat aku mau manggil Luz-senpai. Si kakak kelas boncel pirang dan bermata biru yang manja mentang-mentang bapaknya kepsek sekolah.
Namanya?
Lon, dan nggak ada tambahan huruf 't'.
... Kenapa nggak ditambahin aja? Oh ya, kan dia datar.
Balik ke masalah.
Lon-senpai mengayun-ayunkan hp-ku di depan wajahku dengan ekspresi puas, "Kamu ngapain tadi, anak terkutuk? Lagi ngirim pesan ke siapa? Emang ada yang mau sama kamu?" dia ketawa ala mak lampir, tapi dia langsung terbelak melihat siapa yang baru mengirim pesan padaku. Seketika saja, ekspresinya berubah drastis.
"Ngapain kamu sms-an sama Kashitarou hah?! Darimana juga kau dapet nomornya?!" dia meraung marah padaku sambil menunjuk nama Kashitarou-senpai di layar hp-ku.
"Hah?! Dia sms-an sama Kashitarou?!?!" teman-temannya ikut-ikutan kaget.
Lon-senpai mendengus kesal, "Kamu ngapain Kashitarou sampai dia mau ngasih kamu nomor telponnya?! Kita aja berusaha dapet nomornya harus setengah mati berjuang!!"
Mungkin Kashitarou-senpai jijik sama sikap kalian yang kayak gini makanya nggak dikasih. Tentu saja itu kuucapkan dalam hati. Aku masih punya kontrol sama diri sendiri.
Lon-senpai tiba-tiba mulai mengetik sesuatu pada Kashitarou-senpai, membuatku panik bukan main. Aku segera bangkit dan mendorongnya hingga kami berdua terjatuh. Aku tak peduli jika dia akan melaporkannya pada ayahnya. Aku tak mau pertemananku dengan Kashitarou-senpai yang baru berlangsung selama beberapa hari doang hancur karenanya.
Aku merebut hp-ku dengan kasar sampai dia meringis karena kuku tanganku yang belum dipotong mencakar kulitnya yang katanya mulus dan indah. Huek.
Aku beranjak dari atasnya dan tancap gas keluar sekolah, menghiraukan segala teriakan dan kutukan yang dia dan teman-temannya lemparkan kepadaku.
Aku bersandar di bawah sebuah pohon beringin lebat yang tidak terlalu jauh dari rumahku dan Amatsuki. Aku melirik hp-ku dan menghela nafas lega bahwa Lon-senpai belum mengirim pesan itu pada Kashitarou-senpai. Belum lagi isi pesannya merupakan hujatan dan kata-kata kasar terhadap senpai bertopeng kitsune itu. Syukurlah.
Seseorang menepuk bahuku. Aku refleks memekik dengan high note-ku.
"Sans aja dek! Ini mbak kok!"
Hah?
Aku menolehkan kepalaku ke balik bahuku, dan manik merah darahku melebar melihat wanita yang tak pernah bisa kulupakan dari ingatanku. Rambut hitam legam panjangnya, baju serba putihnya, kikikannya yang khas. Tentu saja itu dia.
"Mbak!" aku menariknya ke pelukan erat, dan dia terkikik oleh aksiku, "Hisashiburi! Aku pikir aku nggak akan bisa melihat mbak lagi!"
Dia melepaskan pelukan kami dan mengacak-acak rambut saljuku, "Maaf ya, dek. Mbak sebenarnya udah ketemu adek sejak awal semester, tapi kayaknya adek nggak ada waktu buat bisa ngobrol karena keseringan kabur dari para pembuli. Karena itu ngeliat adek lari sendiri ke sini, mbak langsung turun dari pohon buat nyapa adek"
Senyum lebarku merekah, "Gak apa-apa kok! Keadaanku memang lagi sulit sekarang! Aku usahakan deh kalo pulang sendiri bakal kesini! Nanti kita ngobrol bareng lagi yuk kayak waktu itu! Gimana, mbak?"
Dia mengganguk cepat, "Mbak pasti setuju lah!" tiba-tiba dia meraih kedua pipiku dan mencubit-cubitnya, "Mana mungkin mbak menolak permintaan dari adek-adek semanis adek~"
"A- Apa syihh mbakkk" ucapanku jadi rada nggak jelas karena tangannya yang masih sibuk menarik pipiku. Emang sih pipiku kenyal, tapi nggak sampai segitunya juga kali.
Dia terkekeh pelan dan akhirnya melepaskan pipiku, "Mbak jujur loh. Adek emang manis. Berasa dapet diabetes, hehe" dia kemudian mengacak-acak rambutku lagi, "Kalo ada waktu, temui mbak disini ya! Tapi jangan lupa buat jaga diri sendiri!"
"Iya, mbak! Tentu saja!"
Kami berpisah dengan lambaian tangan dan senyum lebar di wajah kami masing-masing. Sesampainya di rumah, Amatsuki yang sudah balik dan memasak makanan pun menyuruhku untuk mandi karena sebentar lagi makanannya siap. Aku menuruti perintahnya, dan kami makan dengan tenang dan dengan atmosfir hangat di sekitar.
Terlepas dari semua penderitaan yang kurasakan, aku bersyukur bahwa aku batal mengikat tali di leherku waktu itu. Jika aku melakukannya maka aku tak akan bisa merasakan seluruh perasaan bahagia ini.
.
.
.
.
.
Nomor tak dikenal
Awas kau, anak terkutuk! Tunggu saja balasanku!
~~~
A/N : Muncul juga si Lon, huh. Dipikir-pikir seru juga ya kalo dia jadi antagonisnya. Kan dia seringnya gitu sih www.
Tadi pagi hujannya deres banget di rumah dan sekolah author. Rumah teman author ampe kebanjiran, tapi alhamdullillah rumah author kagak, haha.
See you next time!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top