tHey
Hal yang paling berat dilakukan adalah, pura-pura tidak tau.
000
Tidak ada hal yang paling menyenangkan baginya selain sabtu sore. Ditemani cahaya senja memandang kearah anak-anak kecil yang sedang bermain. Selain rumah dan kantornya, taman merupakan tempat favoritnya.
Sesosok bayangan tiba-tiba lewat begitu saja, membuatnya terkejut. Sosok tersebut menaiki skate board menjauhi dirinya. Ia memegang dadanya yang berdegub kencang.
000
"Kak Anggi, udah pulang?" ucap seorang gadis berkuncir dua, yang masih memakai seragam SMP. Melihat Anggi membuka pintu rumah.
"Hehe... iya, dek. Kamu baru pulang sekolah ya?" sahut Anggi sambil mengelus kepala Fitri-adiknya.
"Tadi ada ekskul makanya pulang sore,"
"Mama mana?"
"Di dapur, malam ini kayaknya kita makan semur."
"Weh... Enak kayaknya."
Anggi segera menuju ke dapur sedangkan Fitri pergi ke kamarnya mengganti baju.
"Mama!" ucap Anggi sambil memeluk ibunya,
Perempuan itu terkekeh pelan, "Sepertinya ada yang lapar,"
"Tau aja," ucap Anggi
"Oh ya, mumpung kamu disini, bersihin piringnya,"
"Baik-baik." Ucap Anggi sambil berjalan mendekati bak cucian. Ia bernyanyi-nyanyi sambil mencuci piring. Sesekali matanya melihat kearah luar jendela.
Sebuah truk, serta sebuah mobil sedan hitam berhenti di depan sebuah rumah bercat jingga. Beberapa orang terlihat keluar dari truk dan mobil tersebut.
Sepertinya penghuni depan rumahnya telah kembali.
Tanpa sadar senyuman mengembang di wajah Anggi, ia tidak sabar untuk menyapa tetangga lamanya yang baru kembali.
000
"Woi! Kebo! Cepet!" teriak seorang pemuda dengan sepeda gayungnya di depan rumah Anggi.
"Iya-iya!" sahut Anggi sambil berlari menghampiri pemuda itu, lalu duduk di jok belakang sepeda dan menepuk punggung si pemuda, "Yok! Jalan!"
Pemuda itu langsung mengayuh sepedanya sekuat tenaga.
"Sialan, gue jadi basah kuyub!" ucap pemuda itu saat mereka telah sampai di sekolah.
"Itung-itung olahraga Sal," sahut Anggi,
"Tap-"
Belum sempat pemuda itu-Faisal berbicara, Anggi memasukkan sandwich kedalam mulutnya.
"Nih makan, untung aku baik hati dan tidak sombong," ucap Anggi
Faisal memutar bola matanya, sedikit kesal dengan perkataan Anggi.
"Sepulang sekolah gantian," ucap Faisal lalu menggigit sandwich,
"Kamu kan cowok, masa cewek ngebonceng cowok."
"Elo bukan ce-Adow!"
Anggi menyikut pinggang Faisal membuat pemuda itu kesakitan.
"Aku cewek tulen ya!" ucap Anggi,
"Iya-iya, gue ngerti kok," ucap Faisal sambil mengacak rambut Anggi, lalu berlari sebelum dihajar oleh perempuan itu.
"Faisal!!!" teriak Anggi kesal.
000
Pagi ini Anggi memilih untuk memperhatikan rumah yang ada di depan rumahnya sambil bersender pada kursi depan. Menunggu penghuninya keluar dari sana.
Semalam ia tidak bisa tidur, kepalanya dipenuhi oleh berbagai pertanyaan yang siap diajukan kepada penghuni rumah itu-Faisal.
Sudah lima tahun sejak pesta kelulusan selesai, sudah lima tahun setelah mereka berpisah-tanpa saling memberi kabar. Anggi selalu mencoba menghubungi Faisal namun ia seakan hilang tertelan bumi.
Tubuh Anggi tiba-tiba tegak begitu orang yang ia nantikan telah keluar. Cepat-cepat Anggi berdiri dan setengah berlari mengejar sosok itu.
"Faisal!" ucap Anggi sambil menepuk punggung pria di depannya.
Pria itu berbalik, membuat Anggi dapat melihat dengan persis sosok dihadapannya. Rambut itu, mata setajam elang, serta hidungnya yang sedikit mancung. Tidak jauh berbeda dengan dirinya yang dulu.
"Maaf, tapi anda siapa?" tanyanya dengan wajah bingung, membuat Anggi berdecak sebal.
"Duh, ini aku! Anggi Larasati!" ucap Anggi
"Tapi, aku tidak pernah melihat kamu sebelumnya."
Ucapannya membuat Anggi terkejut, sampai-sampai ia dapat merasakan petir imajiner di belakang punggungnya.
"Ah! Jangan bercanda!" ucap Anggi sambil menepuk punggung Faisal dan tertawa.
"Serius nona, aku tidak pernah melihatmu-bahkan mengenalmu."
Kini Anggi berhenti tertawa dan menatap sosok didepannya-dengan terkejut.
000
Anggi memperhatikan keramaian yang ada di lapangan dari lantai dua, jendela kelasnya.
Seorang pemuda dengan seorang gadis berdiri di tengah-tengah lingkaran manusia. Meski jaraknya lumayan jauh, Anggi dapat menebak kalau sekarang wajah si gadis merah padam-sebab ditembak di depan umum.
"Romantis banget," gumam Anggi,
Entah mengapa ia membayangkan sosok dirinya dan Faisal yang ada disana.
"Elah, si Rido udah punya gebetan baru,"
Anggi menoleh ke samping, sosok yang baru dibayangkannya berada di sampingnya, ikut menengok melalui jendela yang sama.
"Ya deh, kamu ketinggalan banget," ucap Anggi, berusaha menetralkan degub jantungnya yang tak terkontrol.
Rido dan gadis yang ia tembak lalu berpelukkan, semua siswa bertepuk tangan dan bersorak.
"Jangan gitu donk, gini-gini gue terkenal juga." Sahut Faisal,
"Terkenal paling jorok," ucap Anggi sambil pura-pura muntah
"Gue tersakiti," ucap Faisal
Anggi tertawa, "Si pangeran kodok rupanya sadar diri."
Faisal menjepit hidung Anggi membuat gadis itu terkejut, pemuda itu menahan kedua tangan Anggi membuat gadis itu kalang kabut.
"Sialan! Lepasin !" ucap Anggi dengan suara yang aneh.
"Gue emang pangeran kodok, yang tampan setelah dicium tuan putri." kata Faisal sambil melepas dua jarinya dan mendekati wajah Anggi.
Kelas sepi sebab mereka lebih suka turun kebawah melihat Rido.
Ini berbahaya! Pikirnya.
Anggi langsung menendang Faisal sehingga gadis itu berhasil menjauhkan wajahnya dengan wajah Faisal. Anggi dapat merasakan panas yang menjalar di kedua pipinya.
"Duh... lo emang tega banget ya Nggi," ucap Faisal sambil memegang perutnya yang terasa sakit. "Padahal gue lagi latian tadi,"
"Latihan?" tanya Anggi heran,
"Gue pengen nembak seseorang hari ini," ucapnya
Dia ingin menembak seseorang?
"Siapa?" tanya Anggi, dadanya tiba-tiba terasa sakit.
"Elo nggak boleh tau, itu rahasia." Ucap Faisal sambil meletakkan jarinya di bibir "kalo kami udah jadian, baru gue kasih tau elo."
"Kamu takut aku ketawain ya?" ucap Anggi, berusaha se-normal mungkin. "aku selalu siap menertawakanmu di segala kondisi."
Tepatnya, ia akan menahan tangis jika itu terjadi.
"Jahat bener!" kata Faisal sambil memegang dadanya, "yaudah, gue pergi ya!" ucapnya sambil berjalan keluar kelas.
"Tunggu!" kata Anggi sambil menahan tangan Faisal, membuat pemuda itu heran melihatnya.
Perasaan tidak enak menyergap hatinya, ia takut Faisal pergi jauh darinya.
"Kamu nggak bakal lupain aku kan?" tanya Anggi,
Dalam hati Anggi merutuki kalimat yang ia lontarkan, kenapa ia tiba-tiba jadi sentiment begini sih?!
"Gue nggak akan melupakan lo," ucap Faisalsedikit heran dengan perkataan Anggi.
"Janji?"
"Janji."
000
Rasanya sakit, tentu saja. Anggi bahkan hanya bisa diam ketika Faisal pergi dari hadapannya.
Kini ... setelah lima tahun...
Anggi menggelengkan kepalanya dengan cepat. Rasa sesak di dadanya seakan memukulnya untuk menerima kenyataan.
Faisal melupakannya.
Faisal melanggar janjinya.
"Ugh... aku tak suka ini," gumam Anggi lalu setengah berlari menuju ke taman.
Anggi lalu duduk di bawah salah satu pohon, melempar kerikil kearah kolam yang ada disana.
"Menyebalkan," ucapnya sambil menyeka airmatanya.
Dirinya tidak percaya kalau Faisal benar-benar sudah melupakannya. Itu terdengar menyakitkan. Ia tau lima tahun bukanlah waktu yang sebentar, namun bukankah mereka sudah saling kenal sejak SMP?!
"Ini makanlah,"
Anggi menoleh ke samping dan mendapati Faisal mengulurkan sebungkus sandwich padanya. Anggi menatapnya sebentar.
"Kenapa kau kesini?!" ucap Anggi galak.
"Tenanglah, jangan emosi seperti itu, tidak baik untuk kesehatanmu tau," ucap Faisal sambil duduk di sebelah Anggi.
"Sudah! Pokoknya kamu menyebalkan!" ucap Anggi sambil mendorong Faisal lalu berlari menjauhi pria tersebut.
"Tunggu!" ucap Faisal sambil menahan tangan Anggi,
"Sudah kubilang ! ja-"
Perkataan Anggi terpotong karena Faisal memasukkan sandwich tersebut kedalam mulut Anggi. Membuat gadis itu tertegun sejenak.
"Aku rasa kita butuh bicara."
000
Anggi memandang kearah Faisal yang sedang diam menatap hujan yang turun. Mereka tidak bisa pulang sekarang sehingga mereka memutuskan untuk diam di sekolah menunggu hujan reda.
"Seharusnya hari ini aku menuruti perkataan peramal di tv tadi," ucap Anggi sambil berjongkok disamping Faisal yang sedang berdiri.
Merasa diabaikan Anggi lalu melihat kearah Faisal, wajah pemuda itu tampak berbeda dari biasanya.
"Faisal kau sakit ya?" tanya Anggi sambil berdiri.
Faisal menggeleng,
"Lagi banyak pikiran ya?"
Faisal menggaruk tengkuknya, "Keliatan banget ya?"
"Untuk seorang cowok melankonis iya," sahut Anggi,
"Duh... coba aja lo cowok, gue pasti dengan senang hati ngeslending kepala lo," ucap Faisal setengah kesal.
Pemuda itu lalu menghela napasnya, "Gue tetiba kangen sama saudara aja," kata Faisal.
"Saudara?" ucap Anggi tak mengerti.
"Oh ya, gue lupa, gue nggak pernah nyeritain kenapa dirumah hanya ada gue dan nyokap."
000
"Bagaimana? Sandwichnya enak?" tanya Faisal
"Enggak," sahut Angggi kesal,
Mereka berdua sedang duduk di salah satu bangku taman.
"Aku yakin sandwich itu enak karena kamu terlihat bernafsu sekali menghabiskannya." Ucap Faisal.
Anggi memandang Faisal galak "Aku masih kesal padamu, Faisal. "
"Tolong jangan mempersulit keadaan." ucap Faisal "Lagi pula aku bukan Faisal."
Anggi tiba-tiba tersedak, "Hah?! Kebohongan macam apa itu?!" ucap Anggi
Faisal lalu berdiri, menghadap Anggi. Ia lalu sedikit membungkukkan badannya. "Perkenalkan, namaku Farel Leonardo, saudara kembar Faisal Leonardo." ucapnya
"Tunggu jadi kau..."
Anggi teringat dengan perkataan Faisal,
"Ortu gue cerai pas gue lulus SD, gue ikut nyokap sedangkan saudara kembar gue ikut bokap ke Inggris. Kita nggak pernah ketemu sejak itu. Kita juga nggak pernah ngirim kabar, soalnya kebiasan bokap yang sering pindah-pindah kota ngebuat gue sukar ngelacak alamatnya. Apalagi Nyokap juga malah mengasingkan diri dari keluarga."
"Aku rasa kak Faisal sudah memberitahumu." Ucap Farel.
"Aku-aku masih tidak percaya!" ucap Anggi
"Yah... aku tau itu berat untukmu," ucap Farel
"La-lalu dimana Faisal?!" tanya Anggi, "Kau pasti sudah bertemu dengannya kan?!"
Farel mengangguk,
"Te-terus, dimana sekarang dia?!" tanya Anggi,
"Lagi kuliah," jawab Farel singkat. "di Inggris."
Entah merasa senang atau sedih, Anggi hanya dapat menyandarkan punggungnya.
Farel mengantarnya pulang kerumah. Dilihat dari manapun Anggi dapat mengatakan bahwa Farel merupakan duplikat Faisal untuk urusan fisik. Karena dilihat darimanapun juga, sikap Farel dan Faisal sedikit berbeda.
Anggi mendapat sedikit informasi, bahwa Faisal pindah dari rumahnya karena kematian ibunya. Tentunya hak asuh Faisal berpindah, meskipun ia bukan anak kecil lagi.
"Fuh, kalau gini ceritanya, aku sudah menyesal membuang-buang tenaga." Ucap Anggi
"Menangis dan marah memang membuang-buang energi." Sahut Farel.
"Hah! Dasar!" ucap Anggi lalu membuka pintu rumahnya dan masuk ke dalam.
000
Farel berlari kecil di sekitar kompleks tempat tinggal barunya sekarang. Sore hari sedikit mendung, sepertinya malam ini hujan akan turun dengan deras.
"Farel!"
Teriakan itu membuatnya menoleh dan mendapati Anggi melambaikan tangan kearahnya. Farel mendekati Anggi.
"Ada apa?" tanya Farel.
"Aku minta kontaknya Faisal donk hehe..." ucap Anggi,
"Kamu sedang tidak modus kan?" tanya Farel menilik Anggi,
"Eh?! Enggak!" kilah Anggi
"Maaf, tapi aku tidak dapat memberikan kontaknya padamu." Kata Farel.
"He?! Kenapa begitu?!" tanya Anggi sambil menggoyangkan bahu Farel.
"Because he never talk with me after he arrived!" sahut Farel membuat Anggi terkejut.
"Huft! Kau benar-benar orang yang tidak bisa diandalkan!"
Hujan tiba-tiba saja turun, membuat mereka berdua reflex berlari untuk berteduh. Mereka akhirnya berdiri di teras seubah kafe kecil.
Anggi memeluk dirinya, merasa kedinginan
"Bagaimana kalau kita menikmati secangkir minuman hangat?" ajak Farel
Anggi menoleh kearahnya, "Tapi-"
"Tenang saja aku yang akan membayarnya."
Senyuman Anggi mengembang, "Ayo! Ayo!" ucap Anggi
Mereka berdua lalu masuk ke dalam kafe, duduk di dekat jendela.
"Hot Chocolate dan Cappucino, serta dua apple pie" ucap Farel, lalu pelayan itu pergi.
Anggi bahkan baru membaca menunya, ia tidak sempat mengatakan apa yang ingin ia pesan.
Pelayan lalu datang dan meletakkan pesanan mereka. Farel menyodorkan cappuccino padanya.
Pria itu memesan minuman untuknya, dan kebetulan sekali Cappucino dan apple pie adalah kombinasi yang paling ia sukai. Entah mengapa ia teringat dengan Faisal. Karena biasanya ia pergi ke kafe berdua dengan Faisal, terkadang juga bersama dengan teman-teman sekelas mereka.
Ugh... ia jadi ingat Faisal..
"Kenapa kau tidak menyentuhnya? Kau tidak suka?" tanya Farel saat melihat Anggi yang bengong.
"Er... aku suka, maaf." Ucap Anggi, ia sedikit malu karena ketahuan melamun.
"Oh ya, kau masih kuliah atau sudah bekerja?" tanya Farel memecah keheningan diantara mereka.
"Aku sudah lulus beberapa bulan yang lalu, sekarang aku bekerja di sebuah bank, kamu sendiri?"
Lalu mengalirlah cerita dari dua orang itu, hingga rintik hujan reda dan cangkir mereka kosong.
Mereka akhirnya pulang setelah jam menunjukkan pukul delapan malam. Farel menatap Anggi dengan tatapan lain ketika mereka berdua melambaikan tangan, sebelum akhirnya masuk ke dalam rumah masing-masing.
"Apa... salah ya kalau berbohong sekali-kali?" gumam Farel
000
Mendengar cerita dari Farel, tentang keadaan Faisal membuat Anggi sedikit lega. Setidaknya pertanyaan-pertanyaan yang dulu memenuhi otaknya sebagian besar telah menghilang. Ingin rasanya ia bertemu dengan Faisal, rasa rindunya pun makin bertambah.
"Yah... Aku tidak tau apakah ia akan kembali ke indo setelah studinya selesai atau tidak."
Anggi melihat kearah kalender yang terpajang di dinding kamarnya. Ia sudah bertekad untuk menemui Faisal nanti, menuntun penjelasan dari orang itu, kenapa ia menghilang. Bahkan teman-temannya pun tidak tau apapun.
Ia melingkari beberapa tanggal, tentu saja tanggal itu merupakan waktu cutinya jadi saat ia menemui Faisal nanti pekerjaannya aman-aman saja.
Anggi bergegas pergi bekerja begitu ia sudah siap dengan seragamnya.
000
"Hah?! Kamu bakalan menemui Faisal nanti?"
Sepulang kerja, Anggi menyempatkan diri untuk menemui Mawar, teman masa SMAnya.
Anggi mengangguk, "Ya, kau tau kan seberapa lama aku menyimpan rasa ini?"
Mawar menatap Anggi serius, "Bagaimana kalau kenyataannya Faisal sudah punya seseorang disana?!" tanya Mawar
"Meskipun begitu, aku akan tetap mengatakannya. Setidaknya, jika aku mengungkapkannya rasa sesak di dadaku ini bakal berkurang." Jawab Anggi sambil menunjuk dadanya. "Setidaknya perasaanku tidak akan mengambang seperti ini."
"Tapi kan ini udah lima tahun, bisa aja Faisal ngelupain kamu." Kata Mawar skeptis.
"Nggak akan!" ucap Anggi serius.
"Ah... terserah kau saja, jadi bagaimana dengan kabar tetangga barumu itu?" tanya Mawar mengalihkan topik.
Seketika Anggi salah tingkah. "Er... waktu itu kukira ia Faisal, tapi ternyata tidak hehe..." ucap Anggi
"Apa kau menendang bokong pria itu?" tanya Mawar, mengingat kebiasaan Anggi yang-secara reflek memukul Faisal jika ia membuat Anggi kesal.
Anggi nyengir, "Untungnya tidak," ucapnya
Mawar melipat tangannya di dada. "Fuh, untung saja,"
000
Farel menatapi Anggi yang sedang mendumel tidak jelas sambil menendang motor maticnya. Sesekali gadis itu melihat handphonenya.
"Kamu terlihat kesusahan, ada yang bisa aku bantu?" tanya Farel sambil mendekati Anggi,
"Ah! Kebetulan sekali!" ucap Anggi ketika melihat Farel datang, "boleh minta bantuan?" tanya Anggi,
Farel mengangguk, "Sepertinya kau ingin pergi ke suatu tempat," ucapnya.
Anggi mengangguk, "Yep! Tepat sekali!" kata Anggi
Farel hanya tersenyum kecil mendapati tingkah Anggi. Untuk seorang perempuan berusia 22 tahun, tingkah Anggi yang sangat enerjik dan ceria.
"Baiklah, kalau begitu tunggu disini," ucap Farel sambil berbalik menuju ke rumahnya.
Pria itu lalu kembali dengan sebuah sepeda, melihatnya membuat Anggi teringat dengan sosok Faisal.
"Maaf, kurasa kita naik sepeda saja, mobilku rusak dan disini aku tidak mempunyai sepeda motor."
Ucapan Farel membuat Anggi kembali kepada dunia nyata. Sosok Faisal versi SMA terganti dengan sosok Farel yang memakai kaos serta celana jeans.
"Baiklah, lagian tidak jauh-jauh amat." ucap Anggi.
Farel lalu mengayuh sepeda, dibelakangnya ada Anggi yang duduk manis. Perempuan itu lalu teringat masa-masa ketika dirinya dan Faisal yang sering pulang bersama. Tak pelak, membuatnya sedikit merasa sesak di dada. Rindu yang selalu disimpannya rapat-rapat, kenangan indah yang hanya bisa ia putar ulang.
Anggi memeluk Farel ketika pria itu tiba-tiba menambah kecepatan mengayuhnya. Membuat Anggi merasa berdebar tak karuan. Ingin rasanya ia berteriak, namun ia malah menggigit bibirnya.
Mereka akhirnya berhenti di depan sebuah toko baju,
"Yaampun! Yang tadi itu membuatku kaget!" ucap Anggi sambil menepuk Farel, membuat pria itu meringis.
"Uh... ma-maaf," ucap Anggi, merutuki kebiasaannya yang sering 'menepuk' Faisal dahulu.
Lagian wajah mereka mirip.
"Tidak apa-apa," sahut Farel.
Anggi langsung masuk ke dalam toko baju tersebut, sedangkan Farel mengikuti Anggi dan melihat-lihat sekitar. Ternyata toko baju itu cukup besar.
Pria itu ikut masuk ke dalam toko karena ingin menikmati ruangan ber-ac katanya. Apalagi ia habis mengayuh sepeda dengan kecepatan super. Sebuah alasan sederhana yang membuat ia tertawa.
Anggi memilih-milih beberapa jaket dan baju hangat. Sesekali ia meminta pendapat Farel. Melihat Farel yang sedang menunggunya membuatnya teringat dengan sosok Faisal. Bersandar pada salah satu dinding, sambil berhitung dengan jari. Salah satu pose yang sering Faisal lakukan ketika menemani sekaligus menunggunya.
"Faisal..." gumam Anggi
Tiba-tiba saja Farel menoleh, membuat Anggi salah tingkah lalu berbalik dan fokus memilih baju.
Mungkin karena mereka saudara kembar. Ya, mungkin karena mereka saudara kembar sehingga mereka memiliki wajah dan pola tingkah yang agak mirip. Pikir Anggi.
000
"Anggi!"
Anggi dan Farel yang baru saja keluar dari toko langsung menoleh, dan mendapati Mawar yang mendekat kearah mereka berdua.
"Eh Anggi! Perkenalkan ini Farel! Saudara kembar Faisal." Kata Anggi
"Oh," tanggap Mawar datar, "Kenapa kau pergi belanja nggak ngajak-ngaja sih?!' ucap Mawar pura-pura kesal.
"Hehe... habisnya aku buru-buru mumpung diskon." ucap Anggi.
"Oh gitu, tumben banget beli baju," kata Mawar
"Iya, persiapan pergi ke Inggris, pas aku berangkat udah musim dingin disana, moga aja Faisal lagi liburan."
Tiba-tiba saja wajah Mawar berubah sendu, sedangkan Farel menegang begitu nama Faisal keluar dari mulut Anggi.
"Kalian kenapa?" tanya Anggi begitu menyadari atmosfer yang tiba-tiba berubah tak mengenakkan.
"Kamu belum memberitahunya ya?" ucap Mawar sambil memandang Farel
Farel menggeleng, "Aku tidak kuat mengatakan hal itu, aku tidak berhak mengatakan itu. Apalagi aku adalah orang asing."
Anggi menatap Farel dan Mawar bergantian, sepertinya mereka berdua saling kenal.
"Kalian lagi nyembunyiin apa?" tanya Anggi curiga
"Maaf Nggi, sebenarnya Faisal sudah meninggal," Mawar menarik napasnya sebentar sebelum melanjutkan, "Lima tahun lalu, sepulang dari pesta kelulusan."
"Apa?! I-itu tidak mungkin!" ucap Anggi
"Sepertinya kau melupakannya, mungkin kamu terlalu shok waktu itu, soalnya kudengar kau juga ikut tertabrak waktu itu."
Tiba-tiba saja kepalanya terasa sangat sakit, potret-potret yang sebelumnya tidak pernah hadir malah melintas di kepalanya. Membuat pandangannya buram dan menghitam.
000
"Pokoknya itu salahmu!" ucap Anggi sambil memukul-mukul punggung Faisal.
"Elah! Cerewet amat sih! Lagian masih ada lima menit kan?" sahut Faisal sambil tetap mengayuh sepedanya dengan cepat.
Jas hitam yang ia kenakan menari-nari ditiup angin. Sebentar lagi mungkin bau parfumnya akan kalah dengan bau keringatnya. Sedangkan Dress yang dipakai Anggi berkibar-kibar diujungnya. Gadis itu menahan dress selutunya itu agar tidak berkibar terlalu lebar.
"Kalo aku sampe terlambat ke tempat latihan, aku akan memukulmu!"
"Gue kan lagi foto-fotoan ama anak-anak! Lagian gue mau kuliah di luar negeri!"
"Duh! Jadi cowok kok melankolis,"
"Cerewet ba-"
Sebuah mobil melaju kearah mereka dengan cepat, Faisal berusaha untuk menghindar namun sepertinya keberuntungan tidak berpihak kepada mereka.
000
Anggi terbangun dari pingsan dengan berlinang air mata. Ingatan yang paling dibencinya, ingatan yang telah ia lupakan.
"Apa kau sudah baikan?"
Farel masuk ke dalam kamarnya sambil membawa secangkir cokelat panas.
Anggi menggenggam cangkir coklat itu, meminum sedikit lalu meletakkannya di samping meja. Ia lalu menangis, masih tidak kuat dengan serbuan pilu. Tidak kuat melihat bayangan masa lalu.
Farel memeluknya, kehangatan yang diberikan Farel membuat Anggi sedikit tenang.
"Aku tak akan meninggalkanmu, aku akan menjagamu, selalu, aku berjanji."
END
' 5I&
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top