(44) Rahasia - Young!Yuuki
Request dari peavhdan
Fandom: Joker Game
Teacher!Young!Yuuki x Student!Reader
(A/N)
Sebenarnya yang request minta marriage life, but aku gak dapat ide marriage life buat Young!Yuuki karena sifat jahatnya(?) jadinya dapat ide gini. Maaf ya? :')
But, Happy Reading!
"Hah, nembak Yuuki-sensei?" kaget perempuan yang memiliki iris (e/c), berdiri dari bangkunya.
"Itu dare untukmu, (Name)-chan~" ucap Kaminaga cengengesan.
(Name) duduk kembali sambil mengembungkan kedua pipinya, "t-tapi!"
"Tapi apa, (Name)?" tanya Hatano, "pasti ditolak Yuuki-sensei, kok."
(Name) memukul bahu Hatano dengan geram, "jahat—setidaknya bilang kalau aku ada kesempatan, walaupun itu hanya setipis kertas, dasar kurcaci," gumam (Name)—berhasil membuat Hatano kesal.
"Kesempatan? Pacaran dengan Yuuki-sensei yang sangar itu?" tanya Kaminaga.
"Jikapun ada, apakah (Surname)-san akan mengambil kesempatan itu?" tanya Jitsui yang sedari tadi hanya melihat mereka bermain truth or dare.
"Egh—" (Name) tersenyum lebar, "mana mungkin—I mean, he's teacher!"
(Name) berbohong.
"Yuuki-sensei itu guru bantu, (Surname)-san," sahut Jitsui menutup bukunya, "beliau itu guru magang. Dia hanya beda 6 tahun dari kita—mungkin saja kau menyukainya."
"Walaupun guru magang, tapi dia sangat ketat dan sangar," komentar Kaminaga, "aku selalu dihukum!"
"Itu karena kau tidak mengerjakan PR yang disuruh, Kaminaga," ucap Tazaki merapikan kartunya.
"Aku penasaran—apa sebenarnya kau suka dihukum seperti itu?" tanya Miyoshi fokus pada cermin yang dia bawa.
"Apa kau masokis?" tanya (Name) sok polos.
"YANG BENAR SAJA!? AKU TIDAK MASOKIS!" sambar Kaminaga berdiri dari kursinya.
"Tidak ada masokis yang mengaku masokis, seperti tsundere yang mengaku tsundere," sahut Amari.
"Lupakan itu," ucap Hatano menoleh pada (Name), "jadi bagaimana (Name)? Apa kau mau melakukan dare itu? Atau mau mundur dan memilih truth?"
(Name) kembali berdiri dari bangkunya, "akan kulakukan—aku tidak bisa menduga pertanyaan apa yang akan kalian berempat tanyakan jika aku memilih truth."
"Hehe, bukan pertanyaan sulit kok," ungkap Amari tersenyum lebar.
"Kau berkata seperti aku orang jahat saja, (Name)-chan," rengek Kaminaga tidak terima.
"Aku tidak menanyakan hal yang tidak bermutu, itu saja," ucap Miyoshi masih fokus pada cermin.
"Kau banyak bicara untuk ini—cepat lakukan sebelum sensei pulang!" sahut Hatano mengusir (Name).
(Name) mengembungkan kedua pipinya, lalu berjalan keluar kelas 2-D. Setelah cukup jauh dari kelasnya, (Name) meletakkan kedua tangannya di depan dadanya—merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. (Name) menarik napas kemudian menghelanya.
'Astaga—walaupun hanya dare, tapi menyatakan perasaan itu—' pipi (Name) memerah.
Walaupun dia bersikap seperti tidak menyukai Yuuki-sensei, tapi sebenarnya (Name) sudah menyukainya sejak Yuuki-sensei menjadi guru magang di sekolahnya [tsundere detected]. Hampir satu semester Yuuki-sensei menjadi guru magang, dan hampir satu semester pula (Name) memendam rasa pada sang guru.
"Oke sekarang sensei pasti berada di sini," gumam (Name) menatap ruangan UKS.
Karena ruang guru yang sudah penuh oleh guru tetap, akhirnya UKS dijadikan ruang sementara para guru magang untuk menuliskan laporannya, yang sebenarnya hanyalah Yuuki-sensei yang menjadi guru magang di sekolah (Name). Setelah mengetuk beberapa kali, akhirnya (Name) membuka pintunya.
"Maaf menganggu," ucap (Name) mengintip ke dalam ruangan.
UKS terlihat sepi—kecuali seorang guru berambut hitam yang sedang menulis di mejanya. Pipi (Name) kembali memerah saat melihat wajah sang guru yang serius. Sadar ada yang membuka pintu, sang guru pun mengangkat kepalanya dan terjadi kontak mata diantara mereka.
"Oh, (Surname)-san, kan?"
(Name) mengangguk, lalu masuk dan kembali menutup pintu yang ada di belakangnya, "h-hai'! (Surname) (Name) desu! Maaf menganggu waktu anda, Yuuki-sensei!"
"Tidak apa-apa," jawab Yuuki-sensei menutup buku yang sedang dia tulis, "jadi—ada apa?"
___
Sementara itu di kelas 2-D.
"... apa (Name) benar-benar melakukannya?" gumam Hatano.
"Seharusnya dia sudah kembali dan mengatakan kalau dia lebih memilih truth, kan?" gumam Kaminaga.
"(Surname)-san termasuk orang yang serius, apalagi ditantang seperti ini," ucap Jitsui.
Kaminaga dan Hatano menoleh ke arah Jitsui yang sedari tadi hanya memperhatikan mereka bermain.
"Kenapa tidak bilang!?" ucap mereka berdua.
Jitsui mengangkat kedua bahunya, "karena aku tidak ikut bermain?"
"Astaga—jika Yuuki-sensei menolak (Name)-chan, dan (Name)-chan mengatakan kalau itu adalah dare dari kita—aah, gawat," ucap Kaminaga panik sendiri.
"Kaminaga," ucap Hatano menoleh pada Kaminaga.
"Ya?" tanya Kaminaga menoleh ke arah laki-laki pendek itu.
"Jika Yuuki-sensei mulai sering menanyaiku pertanyaan sulit karena ini, akan kubanting kau, sampai mati," ancam Hatano.
"Enak saja!" sahut Kaminaga, "berani membantingku, kusuntik mati kau!"
"Sudahlah," ucap Jitsui menarik perhatian mereka berdua, "kalian tidak akan ditanyai pertanyaan sulit."
"Kau tahu apa, Jitsui?" sahut Kaminaga, "apa kau lupa Yuuki-sensei juga pernah mengajar kita semua saat SMP, juga sebagai guru magang?"
"Ya, aku tahu itu," sahut Jitsui.
"Berarti kau tahu Yuuki-sensei adalah sensei yang jahil jika menyangkut masalah ini, kan?"
Jitsui hanya tersenyum, tapi itu cukup membuat Kaminaga dan Hatano merinding membayangkan apa yang Jitsui pikirkan.
'Lagipula, kesempatan setipis kertas itu...,' pikir Jitsui dengan senyum yang semakin lebar.
___
Kembali ke ruang UKS.
"Ada hal yang ingin kusampaikan pada sensei," ucap (Name) menunduk, kemudian tangan kanannya berada di dadanya.
'Jantungku tidak bisa berhenti berdetak dengan sangat cepat—komohon, berdetaklah dengan normal!' pikir (Name) memejamkan kedua matanya dengan paksa.
"A-aku suka pada sensei! A-aku mau pacaran dengan sensei!"
'Ingat (Name), ini hanyalah dare—' pikir (Name) sampai tiba-tiba ada yang menyentuh kepalanya.
(Name) mengangkat kepalanya, dan melihat Yuuki-sensei sedang tersenyum padanya—berhasil membuat pipi (Name) semakin merah.
"Oke—tapi rahasiakan dari siapapun."
(Name) terdiam, kemudian memiringkan kepalanya dan tersenyum polos.
"Eh? APAAAA!?"
"Hm, bukannya kau yang nembak, (Name)?" tanya Yuuki-sensei menyeringai.
(Name) mundur selangkah—membuat pegangan Yuuki-sensei di kepalanya terlepas lalu melirik ke kiri dan ke kanan dengan panik, "etto—aku hanya tidak menduga kalau sensei akan menerimaku. Kupikir kesempatanku hanya setipis kertas."
"Walaupun setipis kertas, kesempatan itu tetap ada, kan?" Lalu Yuuki-sensei mendekati (Name) dan meng-kabedon (Name), "tapi aku adalah guru yang jahil, (Name). Kalau kau takut, mundur saja."
(Name) menunduk, tak bisa melakukan kontak mata dengan Yuuki-sensei. Sementara laki-laki yang meng-kabedon (Name) tak menghilangkan seringai miliknya.
"U-um—"
"Um?" tanya Yuuki-sensei mengulangi, "tidak sopan berbicara tapi tidak melakukan kontak mata, (Name)," sambung Yuuki-sensei memegang dagu (Name)—mengangkat wajah dan melakukan kontak mata dengan perempuan yang sedang mati-matian menahan malunya.
'B-berhenti memanggil nama pertamaku—aku bisa meleleh mendengar sensei memanggil namaku dengan suaranya!' pikir (Name) dengan mata yang berair, karena berbagai perasaan yang bercampur aduk.
"Kenapa dengan ekspresi yang akan menangismu, hm?"
"A-aku hanya terlalu senang, s-sensei menerima perasaanku dan mau berpacaran denganku," ungkap (Name), "t-tapi aku terlalu malu untuk menatap wajah sensei."
"Bodoh," komentar Yuuki-sensei—dengan seringai yang justru melebar, "kau harus terbiasa melihat wajah pacarmu, (Name)."
Kemudian Yuuki-sensei mencium kening (Name)—membuat iris (Name) melebar kaget.
"Sekarang pulanglah, sebentar lagi hari akan malam," ucap Yuuki-sensei menghilangkan seringainya—untuk tersenyum kecil lalu kembali ke mejanya dan menulis apa yang tertunda tadi.
"U-uhm, baik," sahut (Name) singkat lalu keluar dari UKS.
—Tidak menyadari seringai yang kembali muncul di wajah Yuuki-sensei.
___
(Name) terdiam di depan kelas sejenak, sebelum akhirnya menarik napas singkat dan membuka pintu.
"Aku sudah melakukannya—ooft!"
"(Name)-chan, kau kembali hidup-hidup!!" ucap Kaminaga memeluk (Name) sambil menangis bahagia.
"Jadi, bagaimana?" tanya Miyoshi.
"Ehm—aku ditolak," jawab (Name) tersenyum sedih.
Jitsui mengangkat sebelah alisnya, "benarkah?"
"Kenapa kau terdengar kecewa, Jitsui?" tanya Hatano.
"Seperti kata Hatano—aku tidak punya kesempatan," sahut (Name) kemudian mengambil barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam tas.
"Hm, sudah mau pulang?" tanya Amari.
(Name) mengangguk, "lihatlah sudah jam berapa—aku bisa dimarahi nanti."
"Kalau begitu hati-hati, (Name)," sahut Tazaki.
(Name) mengangkat tasnya, lalu mengangguk singkat.
"Ngomong-ngomong, aku menyesal main truth or dare dengan kalian—aku harus menahan malu saat melakukan dare itu," sahut (Name) memegang pintu kelas sebelum keluar, yang akhirnya menutupnya setelah berjalan keluar.
Kelas menjadi sunyi berberapa saat, sampai akhirnya Jitsui berdiri dari bangkunya lalu mengemaskan barangnya untuk pulang.
"Kupikir (Surname)-san berbohong saat dia bilang kalau dia ditolak," ucap Jitsui, "tapi mendengar penjelasan langsung dari siswi yang selalu serius seperti dirinya—berarti (Surname)-san memang ditolak."
"Heh? Jadi kau percaya (Name) akan diterima Yuuki-sensei?" tanya Hatano, "bukannya (Name) sendiri yang bilang kalau dia tidak suka dengan Yuuki-sensei?"
Jitsui terdiam lalu tertawa kecil, "ternyata perempuan dan Yuuki-sensei itu memang sulit ditebak."
"Kau berkata seolah-olah mengelompokkan Yuuki-sensei sebagai 'perempuan', Jitsui," sahut Kaminaga.
"Apa kau mau dicekik sampai mati, Kaminaga?"
"Noooo!!"
Sementara (Name) yang bersandar di sebelah pintu keluar—mendengarkan pembicaraan mereka—menghela napas lega lalul berjalan pulang.
'Aku berhasil mengelabui mereka.'
___
"—(Name)...."
"—oi, (Name)—"
"—hei, (Name)! Yuuki-sensei memanggilmu namamu! Cepat berdiri!"
(Name) berkedip beberapa kali, sebelum akhirnya tersentak kaget lalu mengangkat kepalanya.
"Saya, sensei!" ucap (Name) sedikit panik, berdiri dengan terburu-buru.
Sementara Yuuki-sensei hanya menggelengkan kepalanya, tampak kecewa pada (Name).
"(Surname)-san, Anda memang murid yang bagus di kelas saya—tapi saya tidak menoleransi siswa ataupun siswi yang melamun di kelas saya," ucap Yuuki-sensei.
Wajah (Name) memucat, kemudian mengangguk singkat.
"Gomenasai, sensei."
"Kalau begitu—jawab pertanyaan ini, kapan negara Jepang melakukan penyerangan pada pangkalan Pearl Harbour milik Amerika Serikat?"
Iris (Name) melebar.
'Tunggu, walaupun aku melamun—materi sekarang tentang perang dunia satu, kan? Aku tidak pernah menemukan pertanyaan itu sebelumnya.'
"Kau bahkan tidak mendengarkan pelajaran sensei," sahut Yuuki-sensei kembali menghadap buku yang dia buka, "sepulang sekolah—temui sensei di UKS—sensei perlu meluruskan sikapmu hari ini."
(Name) kembali duduk, lalu menunduk dan mengangguk tapi diam-diam mengembungkan kedua pipinya.
"Hai' sensei."
Sementara teman dekat (Name), hanya bisa melirik (Name) tanpa berkata apa-apa. Hari berlalu dengan singkat, dan baru saja bel berbunyi, tanda pelajaran terakhir sudah selesai dan saatnya pulang. (Name) dengan cepat mengemaskan barang-barangnya lalu keluar kelas.
"Hati-hati ya, (Name)-chan~" ucap Kaminaga melambai.
(Name) berhenti sejenak, kemudian menoleh ke arah teman-temannya.
"Kalian jahat—at least beritahu aku apa jawaban dari pertanyaan Yuuki-sensei," gerutu (Name) akhirnya berjalan menuju UKS.
Teman-teman (Name) saling pandang saat pintu sudah tertutup rapat.
"Apa (Name)-chan tidak sadar kalau pertanyaan itu tentang pelajaran minggu depan? Tentang perang dunia dua?" tanya Kaminaga sedikit heran.
"Tapi bukannya kalian juga terkejut saat mendengar Yuuki-sensei memberikan pertanyaan yang out of topic tadi? Menanyakan pertanyaan tentang perang dunia dua saat materi yang diajarkannya dari awal adalah tentang perang dunia satu," sahut Hatano.
"Kalian tidak sadar? Yuuki-sensei tadi mulai menjahili (Surname)-san," ucap Jitsui, "beruntunglah bukan kalian yang kena."
___
"(Surname) (Name) disini, Yuuki-sensei," ucap (Name) dengan nada lemas, menutup pintu UKS lalu meletakkan tasnya di sebelah pintu.
"Apa kau menyadari perbuatanmu, (Surname)-san?" tanya Yuuki-sensei menutup buku yang dia baca.
(Name) mengangguk singkat, "saya tidak akan melamun lagi, sensei. Mengenai pertanyaan yang tadi tidak bisa saya jawab, saya akan belajar lebih rajin lagi."
"Baguslah kalau kau sudah menyadari kesalahanmu, (Surname)-san," ucap Yuuki-sensei.
(Name) hanya menunduk, tidak melakukan kontak mata dengan Yuuki-sensei.
"Dan mengenai pertanyaan itu—jangan dipikirkan," ucap Yuuki-sensei berdiri lalu mendekati (Name), "itu hanyalah bualan agar aku bisa berduaan dengan pacarku sepulang sekolah."
Iris (Name) melebar, lalu mengangkat kepalanya—mendapati Yuuki-sensei kembali men-kabedon dirinya. (Name) kembali menunduk dengan wajah memerah.
"Beberapa siswa mungkin akan menyadari kalau pertanyaan yang kuberikan itu tidak sesuai dengan materi yang kuajarkan—tapi mari kesampingkan itu," ucap Yuuki-sensei sambil menyentuh bagian bawah leher (Name)—sedikit atas dari dadanya yang tertutupi seragam—dengan tangan kirinya.
"E-ehm, Yuuki-sensei?" panggil (Name) mulai gugup.
Yuuki-sensei menyeringai, mengunci pintu UKS dengan tangan kananya, dengan tangan kiri mulai membuka kancing atas kemeja (Name)—sedikit menampilkan dadanya.
"Anak nakal yang melamun saat pelajaran—harus diberikan hukuman, hm?"
.
.
.
Omake:
"Setidaknya perlu seminggu untuk hilang—selamat berjuang menutupinya, (Name)," ejek Yuuki-sensei sudah duduk di kursinya—dengan (Name) yang terduduk di lantai dengan penampilan yang berantakan.
"Sensei jahat—bagian atas bisa kututupi dengan seragam," gumam (Name) merapikan pakaiannya, "tapi pahaku—aku tidak punya stocking, aku hanya punya kaos kaki pendek, sensei!"
Yuuki-sensei hanya menyeringai lalu menghadap ke mejanya.
"Terimalah hadiah dari pacarmu dengan lapang dada, (Name)."
(Name) mengembungkan kedua pipinya.
"Oh, ngomong-ngomong pacar, aku tahu pernyataanmu kemarin adalah dare dari anak-anak. Dan juga tentang perasaanmu yang kau pendam padaku sejak awal semester."
Iris (Name) melebar lalu menatap kaget Yuuki-sensei yang memunggunginya.
"Eh—sensei tahu!?"
"Itu sih, bisa ditebak dari awal, baik dare ataupun perasaanmu."
"L-lalu," pipi (Name) kembali memerah mengingat hukuman yang Yuuki-sensei berikan padanya, "k-kenapa sensei menerima pernyataanku?"
Yuuki-sensei menoleh singkat ke arah (Name), sebelum akhirnya kembali fokus ke pekerjaannya—diam-diam menyeringai.
"Aku hanya membuat situasi win-win untuk kita berdua, mungkin?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top