(33) Permen Coklat - Kindaichi Yuutarou
Request dari fallyndanella04
Fandom: Haikyuu
Kindaichi x Reader
Happy Reading!
Iris mata (Name) memperhatikan gerak-gerik laki-laki yang duduk di depannya. Kindaichi Yuutarou namanya. (Name) menatap lama Kindaichi, yang tampak sedang berbicara dengan teman sekelas—dan dari pengamatan (Name), mereka terlihat sangat asik sampai tertawa. (Name) kemudian merentangkan tangannya ke atas meja lalu meletakkan kepalanya di mejanya.
"Yuutarou," panggil (Name), menarik Kindaichi dan dua temannya.
"Sepertinya (Surname) ada urusan denganmu, Kindaichi."
"Kami pergi ya~" dan pergilah kedua teman Kindaichi.
Kindaichi menghela napas lalu memutar tubuhnya ke belakang, menatap (Name) dengan tatapan malas dan lesunya. Ekspresi penuh semangatnya hilang entah kemana.
"Ada apa, (Name)?" tanya Kindaichi mengeluarkan handphone-nya dan mulai bermain.
(Name) mengembungkan kedua pipinya, "besok temani aku ke toko buku, ya? Mumpung besok sekolah diliburkan sehari."
"Mhm, boleh. Jam berapa?" tanya Kindaichi masih fokus pada layar handphone.
"Jam sembilan pagi," jawab (Name) masih memandang Kindaichi.
"Baiklah," balas Kindaichi singkat, "tempat kumpul?"
"Taman dekat mall."
"Oke."
(Name) mengerutkan alisnya, membuat tatapan ngambeknya jadi imut—tapi Kindaichi tidak melihat itu.
"Tidak ada yang lain?" tanya Kindaichi, "kalau tidak ada, aku ingin tidur."
"Tidak ada," balas (Name) singkat.
Kindaichi tak membalas, hanya kembali menghadap depan lalu tidur dengan melipat kedua tangannya di atas meja sebagai bantal darurat. (Name) yang melihat respons Kindaichi hanya bisa berdiri dengan kesal.
"Kenapa kau selalu begini saat bersamaku!? Ah, mou—aku membencimu, Yuutarou! Mati saja sana!" pekik (Name) berlari keluar kelas, sementara Kindaichi tidak bergerak dari posisinya.
Seisi kelas yang melihat intraksi mereka berdua hanya bisa menggelengkan kepala mereka.
Sudah biasa, dan sudah menjadi tradisi seisi kelas untuk melihat mereka yang baru bertemu di SMA Seijoh ini, bertengkar.
___
Kindaichi berjalan memasuki taman yang sepi karena masih pagi, dan dia melihat sosok perempuan berambut (h/c) yang sedang duduk bangku taman.
'Itu (Name),' pikir Kindaichi mendekati perempuan yang terlihat sedang mengembungkan kedua pipinya.
Begitu sudah dekat, Kindaichi mengangkat sebelah tangannya—bersamaan dengan (Name) yang menoleh ke arahnya.
"Yo (Name)—"
"Baka, kau terlambat!" ucap (Name) memotong ucapan Kindaichi.
"Hah?" ucap Kindaichi berhenti di tempatnya sekarang.
"Kau terlambat lima menit!" ucap (Name) menunjuk jam taman yang menunjukkan pukul 09.05 pagi.
Kindaichi meletakkan kedua tangan di pinggangnya, memberikan tatapan malas pada (Name).
"Itu lebih baik daripada aku tidak datang sama sekali, kan?"
(Name) melipat kedua tangan di depan dadanya, "sekarang kau mencari alasan?"
"Astaga (Name) lima menit itu tidak lama, kan?" tanya Kindaichi.
"Tidak di dalam sekolah ataupun di luar sekolah, kau selalu malas berurusan denganku," gumam (Name), "apa masalahmu denganku, Yuutarou?"
Kindaichi mendecih kesal lalu menatap kesal (Name) yang terlonjak kaget dengan tatapan Kindaichi.
"Kau mau tahu apa masalahku?" tanya Kindaichi, "ini salah satunya! Kau selalu mempermasalahkan hal sepele seperti ini!"
Kindaichi berhenti saat sadar dia telah membentak (Name). Saat Kindaichi melihat (Name), mata perempuan berambut (h/c) itu sudah berlinang air mata.
"Uuh, (Name)," Kindaichi tampak panik melihat (Name) yang akan menangis itu, "maaf, aku sudah membentakmu. D-dan maafkan aku sudah terlambat—"
"Aku membencimu, Yuutarou! Mati saja sana, dasar kepala lobak!" teriak (Name) berlari keluar dari taman, pergi entah kemana.
"Kepala lobak—hei, tarik kata-katamu barusan, (Name)!" ucap Kindaichi pada (Name).
(Name) hilang dari pandangan, dan Kindaichi duduk di bangku taman—menunggu kembalinya (Name). Setelah menunggu selama 10 menit, akhirnya Kindaichi berdiri.
'Jadi tidak sih, pergi ke toko bukunya?' pikir Kindaichi, 'dan kemana dia larinya?'
Kindaichi terdiam, tampak merasa tak nyaman.
'Sepertinya aku memang berlebihan sampai membentak (Name),' pikir Kindaichi.
Kindaichi mengambil handphone-nya, dan mulai menelpon (Name), namun hasilnya nihil—handphone (Name) tidak bisa dihubungi. Tidak sampai disana, Kindaichi mulai berkeliling mencari (Name)—takut-takut (Name) dalam keadaan berbahaya.
'Kemana kau, (Name)?' pikir Kindaichi kembali menghubungi (Name).
Dering beberapa saat, dan akhirnya diangkat oleh (Name).
"Halo?"
"(Name)! Kau dimana?" tanya Kindaichi langsung.
"Kenapa memangnya?"
"Bagaimana dengan ke toko buku?" tanya Kindaichi perlahan, sadar nada bicara (Name) terdengar kesal.
"Tidak jadi, lagipula aku baru saja sampai di rumah."
'Jadi dia berlari pulang,' pikir Kindaichi menghela napas lega, 'setidaknya dia aman.'
"Baiklah," balas Kindaichi.
Detik Kindaichi selesai bicara, (Name) langsung mematikan panggilan tersebut. Kindaichi hanya bisa kembali menghela napas lalu berjalan pulang.
'Aku harus minta maaf pada (Name) besok.'
___
Keesokan harinya, Kindaichi yang baru saja sampai di sekolah sudah melihat (Name) di loker sepatu, sedang mengganti sepatunya. Kindaichi menarik napas singkat, sebelum akhirnya memberanikan diri untuk menyapa (Name).
"Pagi, (Name)."
(Name) membalik tubuhnya, yang langsung berhadapan dengan Kindaichi.
"Pagi, Yuutarou~" balas (Name) tersenyum.
Kindaichi berkedip beberapa kali, tampak bingung untuk berkata-kata. Niatnya untuk meminta maaf langsung buyar karena respons (Name) yang diluar dugaan. Kindaichi sudah bisa menebak (Name) akan membalas sapaannya dengan dingin, atau mungkin mengabaikannya.
Tapi ini?
"Apa yang kau tunggu, Yuutarou?" tanya (Name) mendekati Kindaichi, "ayo ganti sepatumu, agar kita bisa pergi ke kelas bersama," sambung (Name) berdiri di sebelah Kindaichi.
Kindaichi terdiam sejenak, sebelum akhirnya menjitak kening (Name), membuat sang perempuan mengaduh kesakitan.
"Membuatku sulit tidur semalaman memikirkan cara meminta maaf padamu, dan paginya kau sudah begini seolah tidak terjadi apa-apa?" gumam Kindaichi menunduk, serta pundaknya mulai bergetar.
"Em, Yuutarou?" panggil (Name) masih memegang kepalanya.
"Aaah, dasar wanita!" pekik Kindaichi berlari keluar gedung sekolah, menarik perhatian semua orang.
"Err—Yuutarou?" sahut (Name) masih tidak bergerak dari posisinya.
___
"Jadi, kau bolos dari pagi itu berada disini?" tanya Kunimi membuka tirai putih.
Kindaichi, yang tiduran di atas kasur UKS sambil menyelimuti seluruh tubuhnya hanya mengangguk singkat, menjawab pertanyaan Kunimi.
"Apa ini karena (Surname) lagi?" tanya Kunimi duduk di kasur dimana Kindaichi tidur.
Kindaichi langsung membuka selimut dan menatap Kunimi dengan tatapan kaget.
"Lagi? Kau membuat ini ini sudah biasa," komentar Kindaichi.
"Percayalah, melihat pertengkaran kalian itu adalah tradisi bagi kelas kita," sahut Kunimi.
"Sesering itukah kami bertengkar?" gumam Kindaichi.
"Tapi baru kali ini kalian bertengkar sampai seperti ini," ucap Kunimi menyesap minuman kotak yang dia beli di mesin penjual sebelumnya, "(Surname) tidak memperhatikan penjelasan sensei—tapi saat disuruh maju ataupun menjawab pertanyaan, (Surname) selalu benar. Dan itu membuatku kesal."
Kindaichi hanya diam mendengarkan, sampai Kunimi sedikit menepuk kepala Kindaichi dengan kotak minuman yang dia pegang.
"Oleh karena itu, cepatlah berbaikan dengan (Surname), Kindaichi," ucap Kunimi berdiri dari kasur.
Kemudian iris mata Kunimi berfokus pada tas yang ada di bawah kasur.
"Lagipula, kau sudah mempersiapkan kemungkinan terburuk untuk situasi seperti ini kan?"
Kindaichi hanya menoleh ke arah lain dan sedikit memanyunkan bibirnya.
"Berisik, aku tahu itu, Kunimi."
Begitu Kindaichi selesai berbicara, bel sekolah berbunyi—pertanda jam makan siang sudah habis. Kindaichi turun dari kasur kemudian berjalan keluar—meninggalkan Kunimi yang tampak tersenyum.
Begitu Kindaichi sampai di kelas, kelas masih sepi karena para murid ada yang masih berada di kantin, ataupun sedang dalam perjalanan ke kelas. Namun, yang menjadi pusat perhatian Kindaichi adalah sosok perempuan yang sedang berdiri di depan jendela kelas—(Name).
"(Name)."
Perempuan berambut (h/c) itu tidak merespons, membuat Kindaichi menghela napas lalu mengusap kepalanya dengan canggung. Kindaichi melangkah mendekati (Name).
"(Name)," panggil Kindaichi, sekali lagi memanggil (Name).
(Name) melirik singkat ke belakang, tapi kemudian kembali menatap keluar jendela.
"Hei, sebentar saja," ucap Kindaichi menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
(Name) hanya menghela napas singkat, sebelum akhirnya menjawab dengan singkat.
"Ada apa?"
Kindaichi semakin gugup, "tadi pagi, maafkan aku."
"Apanya?"
"Karena membentakmu?" jawab Kindaichi sedikit ragu.
"Lalu?"
"Jadi hari ini—em, aku membawa sesuatu," gumam Kindaichi merogoh isi tasnya—mencari benda yang dia cari, "karena aku yakin kata-kataku tidak akan terlalu membantu."
"Sesuatu? Katakan dengan jelas!" sahut (Name) mulai kesal.
Pipi Kindaichi memerah saat dia berhasil menemukan apa yang dia cari, "kuharap kau mau menerima ini."
(Name) memutar tubuhnya lalu mengadahkan tangannya dengan kesal, "apa sih—"
"Terima kasih sudah mau bersikap biasa tadi pagi, dan terima kasih sudah selalu bersamaku—selama ini," ucap Kindaichi menghindari kontak mata dengan (Name).
Di tangan (Name) sudah ada bungkus cantik berukuran besar, yang isinya ada banyak permen coklat. (Name) memandang bungkus yang ada di tangannya, kemudian menatap Kindaichi yang masih menghindari kontak mata dengannya.
"A-aku tahu permen ini tidak seberapa," gumam Kindaichi akhirnya menatap (Name).
Dan Kindaichi langsung dihadapkan oleh wajah merah (Name) yang terlihat juga menunjukkan ekpresi kaget. Iris mata Kindaichi melebar melihat ekspresi (Name).
"W-waaaaaaaaaaaaa >////<"
(Name) langsung berlari keluar kelas dengan kecepatan penuh, membuat Kindaichi keheranan.
"A-apa aku salah?" tanya Kindaichi, bersamaan dengan masuknya teman-teman sekelas—yang tampak heran kenapa (Name) berlari keluar kelas.
___
Bel pulang sudah lama berbunyi, dan kelas sudah sepi—kecuali Kindaichi yang tampak masih berada di kursinya, menunggu kedatangan (Name).
'(Name) bolos sejak siang—kemana anak itu pergi?' pikir Kindaichi menatap meja (Name) yang masih ada tas dan bukunya.
Baru saja Kindaichi berdiri, tiba-tiba-tiba pintu kelas terbuka dengan keras. Kindaichi yang sedikit kaget langsung melihat ke arah pintu, dan melihat (Name) yang juga membalas tatapannya.
"Y-Yuutarou!?" pekik (Name), "k-k-kenapa kau masih ada di kelas? B-bukannya jam pulang sudah lama berlalu cukup—"
"Aku menunggumu," jawab Kindaichi singkat, "kenapa tidak kembali dari siang?"
"M-memangnya kenapa?" sahut (Name) mendekati mejanya untuk merapikan bukunya, "Yuutarou juga begitu dari pagi kan?"
Kindaichi terdiam lalu menghela napas, "kalau begitu, ayo pulang," ajak Kindaichi dengan pipi memerah.
(Name) mengangkat kepalanya dengan kaget, menatap Kindaichi yang membuang pandangannya.
"Eh?"
"Tidak mau?" tanya Kindaichi mengambil tasnya, " ya sudah."
"E-eeh, mau kok!" ucap bergegas lalu menyusul Kindaichi.
Setelah cukup lama berjalan bersebelahan tanpa berbicara, akhirnya (Name) menoleh ke arah Kindaichi.
"Kenapa kau masih mengajakku? Sebenarnya kau merasa terganggu denganku kan? Dengan sikapku yang cukup menyebalkan," tanya (Name) kembali fokus ke depannya, "aku sadar kok, kalau aku itu orangnya menyebalkan."
Kindaichi melirik ke arah (Name) yang asik menendang kerikil yang ada di jalan. Pipi Kindaichi sedikit memerah saat melihat senyum kecil (Name) yang muncul tiba-tiba tanpa ada alasan yang jelas.
"E-entahlah," jawab Kindaichi langsung mempercepat langkahnya.
"Eh?" kaget (Name) melihat Kindaichi yang sudah meluncur jauh darinya, "k-kenapa kau mempercepat langkahmu, Yuutarou!?"
"Mana kutahu, kau saja yang lambat."
"Hei, Yuutarou!!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top