(31) Pria Tanpa Nama - Miyoshi

Request dari Akabane_Yu

Fandom: Joker Game

Miyoshi x Famous!Artist!Reader

Happy Reading!

.

.

.

Elusan kuas pada kanvas tampak tak berhenti, mewarnai bidang putih itu dengan warna pastel yang lembut. Namun elusan kuas berhenti itu tiba-tiba, dan si pemegang kuas menghela napas lalu meletakkan kuas di gelas berisi air yang sudah berwarna hitam—karena banyaknya warna yang berpadu. Pemegang kuas itu, yang adalah seorang perempuan—(Name)—berdiri dari kursi lalu menyalakan televisi, yang langsung menampilkan program tv berita.

(Name) (Surname), perempuan muda yang jenius—menjadi pelukis internasional termuda di dunia dengan prestasinya yang memukau dunia. Perempuan kelahiran Jepang ini menjadi pelukis internasional pada saat menginjak umur 17 tahun. Selama 7 tahun terakhir, beliau sudah menyumbangkan lukisan yang memukau dunia! Kini beliau sedang melakukan tour keliling dunia, mengikuti semua acara pembukaan galerinya. Galeri pertama (Name) (Surname) sudah dibuka di Jepang. Kini beliau sedang berada di Jerman untuk membuka galeri keduanya, yang akan diselenggarakan seminggu lagi—

(Piip!)

Hela napas saat tangannya kembali menekan tombol power, mematikan televisi yang baru menyala beberapa menit tersebut.

'Pembukaan galeri, huh?' pikir (Name) melihat keluar jendela—dimana pemandangan sore menyapanya.

"Aah, aku tidak tahu harus melukis apa untuk panjangan utama satu hari pada pembukaan galeri minggu depan," gerutu (Name) lalu melirik lukisannya yang sudah jadi.

'Lukisan seperti ini tidak akan menjadi pusat perhatian orang,' batin (Name) tersenyum masam, 'ah, tapi ini pantas masuk galeri.'

Ambil lukisan yang sudah mengering karena sinar matahari, kemudian membungkusnya dengan kertas. (Name) kemudian bersiap dan membawa lukisan itu—pergi menuju galerinya yang berada tak jauh dari hotel tempat dia menginap.

___

"Nona (Name), apa yang Anda lakukan disini?" tanya salah satu petugas penjaga galeri saat melihat (Name) melepas topi penyamarannya, yang awalnya hendak melarang (Name) masuk karena salah mengira orang lain.

Ya, galeri (Name) dijaga ketat oleh pemerintah mengingat banyak pencuri pasar gelap yang mengincar gambaran (Name).

"Ah, aku ingin menaruh lukisan ini," jawab (Name).

"Apakah itu pajangan utama?" tanya penanggung jawab galeri, yang berdiri di sebelah penjaga.

(Name) menggeleng pelan, "aku masih tidak tau ingin melukis apa—tapi setidaknya aku ingin menyumbangkan lukisan terakhir untuk galeri ini sebelum lukisan utamaku."

"Ah, maaf Nona (Name), sebenarnya jumlah lukisan Anda sudah memenuhi syarat jadi—"

"Kumohon! Tidak di tempel di dinding juga tidak apa-apa!" pinta (Name) pada sang penanggung jawab.

Sang penanggung jawab berpikir sejenak, sebelum akhirnya mengangguk singkat.

"Baiklah, karena galeri ini memang milik Anda—"

"Yes! Aku akan memilih tempat pemajangannya sendiri!" ucap (Name) langsung melesat ke dalam, berhasil membuat dua laki-laki yang berbicara dengannya menggelengkan kepala mereka.

—Walaupun umur menginjak 24 tahun, namun sifat kekanak-kanakan (Name) yang ini sulit hilang.

"Hm, kutaruh dimana, ya?" gumam (Name) menelusuri lorong panjang nan lebar, yang dipenuhi oleh lukisannya.

Langkah (Name) terhenti saat dia mencapai di ujung galeri, dan perhatiannya tertuju pada satu sisi.

'Sepertinya disini bagus!' pikir (Name) lalu meletakkan stand kayu (yang dia ambil sebelum menelusuri galeri) dan meletakkan lukisan yang masih berbungkus tersebut.

"Nona (Name)? Apa sudah selesai? Hari hampir malam, lho."

Tersentak kaget lalu lihat jam di pergelangan tangannya.

"Oh, sh!t," ucap (Name) lalu bergegas menuju keluar galeri.

Saat (Name) berada diluar, kedua laki-laki—petugas dan penanggung jawab galeri—menatap (Name).

"Apa tidak apa-apa keluar di jam segini, Nona (Name)?" tanya sang penanggung jawab.

"Tidak apa-apa, lagipula aku perlu udara luar agar bisa terinspirasi untuk lukisan utama," jawab (Name) lalu dia langsung teringat sesuatu, "ah! Aku belum melepas pembungkus lukisannya!" pekik (Name) lalu kembali masuk, abaikan panggilan orang yang berkata akan melepasnya esok pagi.

Di lorong yang sama, terdengar samar suara (Name) yang menggema.

"Kenapa aku bisa lupa?" gumam (Name) merutuki dirinya sendiri.

Lalu saat (Name) berhenti di tempat tadi, dia melihat seorang laki-laki sudah berada di sebelah lukisannya, meletakkan tangannya di atas lukisan (Name).

"... kau siapa?" tanya (Name), "apa kau petugas disini?"

Laki-laki itu tersenyum, melepas topi yang dia pakai, "aku hanyalah seorang pengunjung yang ingin melihat semua lukisan ini sebelum orang lain."

(Name) akhirnya mengerti.

"Kau penyusup?"

Tapi laki-laki itu justru tertawa, lalu menggeleng pelan.

"Bukan penyusup—tapi terserah padamu, aku juga tidak terlalu mempermasalahkannya," ucap laki-laki itu menatap (Name), "kau baru pertama kali melukis manusia ya?" tanyanya melirik singkat lukisan baru (Name).

(Name) berkedip kaget, "kau tahu darimana?"

Laki-laki itu terkekeh, "aku tahu, selama menjadi pelukis terkenal—kau selalu melukis banyak hal, kecuali manusia."

(Name) hanya terdiam, memperhatikan laki-laki itu menoleh ke belakang, memperhatikan lukisan (Name) yang terpajang di dinding. Setelah cukup lama, akhirnya laki-laki itu kembali menoleh pada (Name).

"Aku mendengar pembicaraanmu dengan penjaga dan pengurus galeri, tak kusangka kau masih belum mempersiapkan pajangan utama, padahal pembukaan galerimu sudah dalam hitungan jari, (Name)," ucap laki-laki itu.

(Name) sempat merasa merinding saat suara maskulin laki-laki itu memanggil namanya.

'Dia tahu namaku, namun aku tidak tahu namanya—harusnya aku merasa aneh. Tapi, kenapa saat dia memanggil namaku itu ... terdengar menenagkan?' batin (Name) memandang lantai dengan tatapan sendunya.

"Jika kau ingin inspirasi—aku bisa tunjukkan banyak hal padamu."

(Name) tersadar lalu melihat laki-laki itu dengan tatapan terkejut, "eh?"

"Jika kau mau, tunggu aku di jembatan dekat galeri—karena sepertinya ada yang mencarimu, (Name)," dengan begitu laki-laki itu berjalan ke belakang (Name).

Saat (Name) menoleh ke belakang, laki-laki itu sudah tidak ada—hilang entah kemana.

"Nona (Name)?"

"Ah, maaf jika aku lama—aku harus pergi sekarang!" ucap (Name) bergegas keluar, lagi-lagi abaikan dua laki-laki tadi.

___

"Oh, kau datang."

Saat mendengar suara yang mulai familiar, (Name) yang sedang memandang sungai itu langsung menoleh ke belakang dan melihat laki-laki yang tadi dia lihat di galerinya.

"Aku perlu inspirasi," jawab (Name) langsung, membuat laki-laki itu tersenyum.

"Sangat perlu, ya? Sampai lupa memakai topi penyamaranmu," ucap laki-laki itu, berhasil membuat iris (Name) melebar kaget.

Tangan langsung melesat ke kepala—dan tak rasakan sensasi kain ataupun topi, hanya sensasi rambut lembutnya.

"Astaga! Aku meninggalkannya di galeri!"

"Sudahlah, kau tidak punya waktu untuk kembali dan mengambilnya kan?" ucap laki-laki itu melepas topinya lalu meletakkannya di atas kepala (Name), membuat sebagian wajahnya tertutupi topi. "Pakai topiku, kau lebih memerlukannya daripada aku."

(Name) berkedip beberapa kali, dan merasa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Kau tidak pernah lihat kota saat malam, kan? Karena aku yakin, pelukis sepertimu menghabiskan waktu malam dengan melukis," ucap laki-laki itu berjalan menuju ke arah kota yang dipenuhi oleh lampu-lampu indah.

"K-kau tahu darimana?" tanya (Name), "aku ingat tidak semua pelukis itu melukis saat malam."

"Hm," tampak laki-laki misterius itu memasang pose berpikir, sebelum akhirnya tertawa kecil, "aku ingat kau pernah bilang aku adalah penyusup, benar?"

(Name) mengangguk singkat—walaupun tidak bisa dilihat oleh laki-laki yang berjalan duluan darinya itu. Dan tanpa (Name) ketahui, laki-laki itu menyerigai kecil.

"Mungkin sebenarnya aku bukanlah penyusup, (Name)."

"Apa? Jangan-jangan kau stalker?"

"Rendahan sekali tebakanmu, (Name)—padahal kau dijuluki jenius."

"Jenius yang kupunya hanyalah dalam hal seni, bukan permainan otak."

"Oh, benar juga."

(Name) mengembungkan kedua pipinya tak suka, saat mendengar tawa kecil dari laki-laki yang ada di depannya. Tapi saat itu (Name) tersadar kalau mereka berdua sudah berada di kota. Iris (Name) melebar saat melihat sekelilingnya dipenuhi oleh warna lampu yang indah, dan tanpa sadar sudah berdecak kagum.

"Indah, bukan?" tanya laki-laki itu, membuat perhatian (Name) tertuju padanya yang masih berjalan di depannya.

Laki-laki itu berhenti, lalu tersenyum pada (Name).

"Keindahan terkadang tidak perlu dicari, itulah kenapa dunia lukis benar-benar keren."

Iris (Name) melebar saat melihat pemandangan yang ada di depannya, dan senyum lebar tak dapat dia sembunyikan saat dia menjawab ucpan laki-laki misterius yang ada di depannya.

"Mhm, tanpa dicaripun, mereka akan muncul dengan kerennya."

___

Seminggu sudah berlalu sejak pertemuan (Name) dengan laki-laki misterius itu, dan sekarang adalah pembukaan galeri (Name).

'Aku mengurung diriku di kamar hotel selama seminggu karena inspirasi yang tak mau hilang ini,' pikir (Name) tersenyum kecil saat menelusuri galerinya yang dipenuhi oleh orang-orang.

Acara pembukaan sudah dilakukan tadi pagi, dan kini (Name) sedang menelusuri galerinya yang dipenuhi oleh orang-orang. Sesekali tampak ada yang menyapa (Name), mengajaknya berbicara, dan bahkan meminta foto atau tanda tangan darinya. Mengingat hal itu membuat (Name) tersenyum.

'Serasa seperti menjadi selebritis terkenal,' pikir (Name) lalu berhenti di depan pajangan utama galerinya.

Dimana yang (Name) lukis tak lain dan tak bukan adalah laki-laki misterius itu, yang sedang menghadap ke arah dirinya saat itu.

"Benar-benar pajangan utama yang luar biasa, Nona (Name)," puji penanggung jawab galeri, berdiri di sebelah (Name).

"Walaupun aku membawanya bersamaan dengan hari pembukaan—yang seharusnya kubawa 3 hari sebelum hari pembukaan," sahut (Name) tertawa canggung.

"Ya, dan sampai sekarang tidak ada yang tahu apa nama lukisan Anda, Nona (Name)—bahkan aku sendiri. Dan orang-orang mulai menebak apa nama lukisan Anda."

(Name) tersenyum kecil, "hm, mungkin akan kubiarkan lukisan ini tak bernama, tapi nama yang orang-orang berikan tak buruk juga saat aku berbicara dengan mereka tentang lukisan ini," ucap (Name).

"Oh, apa nama yang mereka berikan, Nona (Name)?"

(Name) menutup matanya sejenak, mengingat kejadian seminggu yang lalu—kemudian kembali membuka matanya.

"Pria Tanpa Nama."

.

.

.

Omake:

Hari pertama sudah selesai, dan galeri sudah ditutup. Tidak ada satupun orang di galeri (Name), kecuali (Name) sendiri. Tampak (Name) masih memperhatikan pajangan utamanya, memperhatikan tiap garis yang tercipta—menciptakan sosok laki-laki yang di mata (Name) adalah 'keindahan yang datang dengan kerennya'.

"Lukisan yang tampan."

(Name) tak dapat menahan senyumnya saat suara yang familiar memuji lukisannya.

"Tak kusangka kau seorang yang narsis," komentar (Name) memutar tubuhnya, "tuan penyusup."

Dan disanalah dia, berdiri dengan pakaian yang sama seperti mereka pertama bertemu, tapi tanpa topi.

"Hei hei hei, aku lebih prefer kau memanggilku 'Pria Tanpa Nama'," ucapnya berjalan mendekati (Name) lalu berdiri di sebelahnya.

"Humph, aku lebih prefer 'Tuan Penyusup', terima kasih."

Tapi kemudian (Name) tersenyum kecil, melepas topi yang dia pakai, lalu meletakkannya di kepala laki-laki itu.

"Ini topimu, terima kasih atas inspirasinya, Pria Tanpa Nama."

Laki-laki itu membalas senyuman (Name), lalu menoleh padanya.

"Sama-sama, Nona (Name) (Surname), salam kenal, namaku Katsuhiko Miyoshi."

___

(A/N)

Tenang, Miyoshi bukan hantu. Dia memang menyusup ke galeri dan tidak mau ditangkap karena menyusup

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top