Istirahat kali ini keempat cowok itu memilih berkumpul di belakang kelas, sementara yang lain sudah membubarkan diri.

Dika mengambil sapu kemudian membersihkan lantai untuk tempatnya tiduran. Tidak ingin ketinggalan, Asep juga mengambil sapu yang satunya.

Diyan geleng-geleng. Kemudian, setelah lantai bersih, dengan santai dia mengambil tempat dan merebahkan diri.

"Heh, semprul! Enak banget lo tinggal tidur!" amuk Dika. Dia menggusur kaki Diyan agar cowok itu menyingkir.

Diyan cuek bebek, bahkan dia sudah memejamkan mata, pura-pura tidur.

Tiba-tiba terdengar pintu yang diketuk. Keempatnya melongokkan kepala. Peperangan yang hampir terjadi pun tertunda.

Bu Yumi masuk ke kelas. Guru itu masih muda, perempuan lajang yang cantik jelita. Sifatnya yang ramah, senyumnya yang manis, tentu bikin cowok bandel sekalipun akan luluh dan berubah jadi anak baik di depannya. Memang kembang sekolah guru satu ini.

"Nanti guru Seni Budaya tidak masuk, jadi kalian diberikan tugas," kata guru itu. Dia berdiri di tengah-tengah empat cowok tinggi yang memamerkan senyum terbaik.

Bahkan Diyan yang punya pawang segalak Gemma pun bisa khilaf di depan perempuan itu.

"Kerjakan soal di halaman 30. Itu tugas kelompok, jadi silakan tentukan kelompok dan bekerjalah dengan baik. Kemudian, nanti satu orang kumpulkan tugas tersebut ke kantor."

Setelahnya, guru TU itu pun beranjak meninggalkan kelas. Aroma parfumnya yang wangi dan melekat masih tertinggal, menggoda indra penciuman keempatnya.

"Duh, ciptaan Tuhan yang sempurna," celetuk Asep sambil geleng-geleng.

"Senyumnya manis banget. Pujaan!" timpal Dilham.

"Apalagi wanginya, duh bikin mabuk kepayang," imbuh Asep.

"Dan masih lajang, bisa lah digebet." Diyan juga tidak mau ketinggalan mengungkapkan kekagumannya.

"APA KAMU BILANG?"

Teriakan seseorang menggelegar, mengejutkan mereka. Ketika mereka menoleh, di pintu kelas sudah berdiri Gemma dan Gerhana.

"Mampus!" kata Diyan dan Dilham dengan suara mencicit.

Pawang mereka sedang mode on, siap-siap tempur!