Apa Mimpimu?
Padahal sore ini mendung, tetapi keempat remaja itu tetap berkumpul di markas sederhana mereka.
"Kalian udah ada tujuan ke unive mana?" Gerhana membuka pembicaraan dengan pertanyaan yang lumayan serius.
Gemma mendongak, kemudian senyumnya melebar. "Aku sih mau nikah aja sama Ayang Diyan."
"Bucin boleh, bego jangan!" cibir Dilham sembari melayangkan tatapan jijik.
"Sensi amat sih lu!" Gemma manyun.
Diyan berdeham sebelum menjawab dengan serius. "Aku belum siap kalau harus nikah muda. Kan, sejak dulu udah dibahas." Dia menyentil jidat Gemma. "Hmm, aku mungkin kepengin masuk Unpad atau UI sih."
"Whoaaa! Sama dong! Aku sih kalau nggak UI ya UGM atau ITB," timpal Gerhana dengan antusias.
"Mimpi kalian ketinggian." Lagi-lagi Dilham mencibir. Sebagai orang yang realistis, dia kadang mengungkapkan pendapat berbau pesimistis.
"Namanya juga mimpi. Ya baguslah mimpi setinggi langit, biar banyak pengalaman pas ngejarnya," kata Diyan. Mulai, sisi bijaknya keluar.
"Ugh, ayang acyuuu bijak banget tsiii." Gemma membentuk finger heart sambil mengedipkan mata.
"Hadeh, bucin-bucin. Pait, pait, pait." Gerhana dan Dilham merapalkan mantra andalan mereka acapkali melihat pasangan bucin itu beraksi.
Gerhana beralih memandang Gemma. "Kamu gimana, Gem?"
"Aku?" Lalu tiba-tiba Gemma bengong dengan tatapan kosong. "Sebagai yang langganan remidial, kampus mana coba yang mau nerima aku?"
Diyan tersenyum tipis, Gerhana mengangkat kedua alis, sementara Dilham cuek-cuek saja.
"Makanya belajar yang serius, bukan terlalu fokus belajar jadi ibu dari anak-anak ayangmu itu!" Dilham mencibir tetapi sekaligus menasihati. "Kalau kamu lupa, peringkat kita di kelas selalu masuk sepuluh besar terbawah. Tapi, aku juga punya mimpi yang tinggi, sama seperti Diyan."
Diyan angguk-angguk saja.
"Selagi masih bisa napas dan makan, mimpi setinggi apa pun akan kukejar. Sekalipun sulit, sekalipun kata orang nggak mungkin, aku akan tetap berusaha buat wujudin itu," sambung Dilham.
"Ooow, bijak sekali ya Anda ini!" sanjung Gerhana yang begitu heboh.
"Huh, memang apa mimpimu?" tanya Gemma.
"Jadi presiden."
"HAAA! Mustahiiil!" Gemma kelepasan menjerit.
Dilham geleng-geleng. "Ya itu, manusia cuma bisa meragukan mimpi orang lain, padahal dia nggak tahu akan seberapa keras orang itu berjuang."
Gerhana langsung ngakak. "Kamu kalau bijak jadi bikin merinding, deh. Tapi, apa pun mimpimu, mimpi kita, sebagai teman kita harus saling dukung, kan?"
Ketiga remaja itu mengangguk-angguk.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top