Chapter 6: Siapakah gadis itu?

Cerita ini milik Eiichiro Oda

Saya hanya meminjam ceritanya saja.

*****************×××****************

Duar!!

Suara ledakan terdengar dari depan rumah sang Walikota. Kevin yang akan memejamkan mata, kembali melotot lebar.

"Kak Kevin! Aku merindukanmu!" seru suara gadis mengelegar. Ia memakai pakaian ala pelayan dan membawa sebuah pistol laras pendek di tangan kanan.

Mau tak mau Kevin berjalan dengan sangat terpaksa menuju ke depan rumah. Saat ia membuka pintu, sebuah benda kenyal membungkus wajahnya.

"Kak Kevin! Akhirnya kau pulang juga!" riang gadis itu.

"Hmmp!"

Kevin tak bisa bernapas. Ia terjebak antara kenikmatan dan kesengsaraan.

Akhirnya gadis itu melepaskan pelukan maut. Ia menatap wajah Kevin yang tak bernyawa.

"Eeh! Kak Kevin sadarlah!" panik gadis itu. Ia mengoyangkan tubuh Kevin kencang.

"To-tolong aku!"

Brukk!!

Kevin tak sadarkan diri. Ia terjatuh di antara dua gunung yang sangat kenyal dan besar.

Gadis itu menahan tubuh Kevin. Raut wajah khawatir terpancar jelas. Airmata sampai jatuh membasahi kedua pipi.

*****

Di suatu tempat...

Sebuah gedung berdiri dengan kokoh dan megah. Luas gedung itu sangatlah  lebar.

Seorang pria memakai kemeja berwarna biru dan jubah berwarna putih. Di belakang jubah, terdapat sebuah simbol berbentuk burung warna biru dan bertulisan 'Marine'. Ia berjalan dengan cepat ke salah satu gedung di sana.

Pintu pun terbuka lebar. Ternyata di dalam sudah ada beberapa orang duduk membuat benruk persegi.

"Ada apa kau kemari, Resan?" tanya pria yang merokok dengan cerutu besar.

"Aku ingin melaporkan bahwa Bajak Laut Longer telah di hancurkan," jawab pria itu, Resan.

"Apa?!" seru wanita tua. Ia sampai menjatuhkan buah anggur yang ingin di makan.

Resan menatap wanita tua itu menuduk. Ia telah membuat suatu kesalahan.

"Laksamana Muda Resan!" seru pria tersebut lantang.

"Siap, Laksamana Madya Hiel!" jawab Resan berdiri tegak. Ia melakukan gaya hormat.

Hiel menatap Resan tajam. Ia membuang asap rokok sejenak.

"Saya perintahkan anda untuk mencari siapa pembunuh Bajak Laut Longer. Jika, dia seorang Pemuda bijak ajak dia masuk ke dalam marinir. Namun, jika dia memberontak atau telah membuat kesalahan, tangkap dan masukan ke dalam perjara." perintah Laksamana Madya Hiel.

"Siap laksanakan!" seru Resan lantang. Ia pun menundukan kepala sedikit, lalu membalikan badan melangkah pergi keluar.

Setelah sosok Resan menghilang. Hiel menatap satu persatu orang di dalam ruangan.

"Lisa, Reno, John, Grap serta Tsuru. Mari kita perkembangan dari Rusen," ucap Hiel tenang.

Kelima nama orang yang di sebut terlihat tak perduli. Mereka kembali melakukan aktivitas masing-masing yang tertunda.

"Aku akan membuat tugas Resan gagal," batin salah satu dari mereka.

*****

Flashback...

Si sebuah pulau yang tak berpenghuni. Di tengah hutan tepatnya, seorang Ibu dan anak perempuan berada di sana.

Sang Ibu memembelai rambut anak perempuan itu lembut. Ia tersenyum sangat lebar.

"Kamu jangan nangis terus," ucap sang Ibu.

"Hiks... Kenapa kita ada di sini Ibu?" tanya anak perempuan tersebut.

Sang Ibu mengubah posisinya menjadi setengah duduk. Kini tingginya telah sejajar dengan anaknya.

"Carol, kamu tunggu di sini sebentarnya. Ibu mau mencari sesuatu untuk makan malam nanti," jawab Ibu penuh kelembutan.

"Hiks... Carol boleh ikut?" tanya Carol. Tangisnya mulai mereda.

"Tidak boleh. Kamu tunggu di sini saja. Ibu mohon ya," jawab Sang Ibu kembali.

Carol menganggukan kepala kecil. Ia juga tersenyum sangat lebar. Menampakan gigi putihnya.

Sang Ibu tersenyum tipis. Ia memeluk singkat tubuh mungil Carol. Kira-kira usia Carol saat itu 7 tahun.

"Ibu mohon kamu jangan kemana-mananya," pesan sang Ibu. Ia mulai pergi meninggalkan Carol seorang diri di tengah hutan.

Jarak antara tempat Carol dan Sang Ibu cukup jauh. Sang Ibu memandang sekilas ke belakang. Senyum yang tipis berubah semakin lebar.

"Hahaha... Dasar anak tak berguna! Lebih baik aku tinggal sendiri daripada harus hidup denganmu. Mungkin, dia saat ini sudah di makan oleh hewan-hewan liar,"

Sang Ibu meluapkan seluruh emosi yang ia tahan sejak tadi. Ia muak harus bersikap manis dan lembut di depan Carol yang tak hanya menyusahkan hidupnya selama ini.

"Aku takkan kembali lagi, sampai jumpa Carol," ucap sang Ibu menyeringai lebar. Ia pun menaiki sebuah kapal kecil, lalu mengarungi lautan luas untuk kembali ke tempat tinggal berada. Di sebuah pulau yang dipenuhi oleh orang-orang yang sangat miskin.

*****

Carol memandang sosok sang Ibu yang mulai menghilang. Ia memilih jadi anak yang penurut. Ia duduk  j8 salah satu batu besar.

Satu jam berlalu. Matahari sudah berada di puncaknya. Sinar matahari menyelinap masuk di antara dahan-dahan pohon.

Dua jam berikutnya. Carol masih setia berdiam diri di tengah hutan.

Empat jam berlalu...

Carol mulai tampak bosan. Ia meregakan otot-otot di seluruh tubuh. Ia menguap beberapa kali menahan kantuk. Dan akhirnya Carol memutuskan untuk tidur sejenak sambil menunggu kehadiran Ibunya.

Matahari sudah tenggelam. Berganti dengan bulan berbentuk sabit yang menerangi malam ini. Carol baru saja terbangun dari tidur nyenyaknya. Ia merasa sangat lapar. Cacing-cacing di perutnya sudah memberontak meminta jatah makan. Sejak pagi ia belum makan apapun, hanya air putih dua gelas.

"Ibu... Aku lapar," ucap Carol lirih.

Carol terus memegangi perutnya. Ia mulai merenung. Sudah lama Ibunya belum datang juga. Ia jadi teringat kejadian beberapa hari yang lalu.

Di Desa Afri...

Desa yang terkenal akan kemiskinan yang melanda para penduduknya. Seorang Ibu dan anak perempuan yati Carol berjalan seiringan. Terlihat wajah Carol yang bahagia sambil menikmati sebuah roti tawar.

"Hei... Lebih baik kau bunuh saja anak itu!"

"Kehadiran dirinya di sini, semakin membuat desa ini semakin miskin,"

"Lihatlah dia! Semenjak ia dilahirkan sampai sekarang selalu menghabisi jatah makan para penduduk,"

"Dasar anak tak berguna!" seru sang Ibu. Ia sudah tak tahan mendegar cacian dan makian dari para penduduk. Ia sendiri malu melahirkan anak seperti Carol.

"Ibu, kenapa kamu membentakku?" tanya Carol polos. Ia baru saja menghabiskan roti tawar. Tersisa remahan roti di sekitar area bibir.

Sang Ibu menatap tajam penuh amarah. Ia meninggalkan Carol seorang diri. Anak-anak yang seusia dirinya mendorong tubuhnya hingga terjatuh. Ia juga di lempari batu-batu kecil sampai melukai tubuh.

"Hahaha...," tawa ejekan menggema di kerumunan rumah warga. Carol bangkit berdiri, ia berjalan dengan tertatih meninggalkan tempat itu. Airmata sudah jatuh membasahi pipi.

*****

Kembali ke tempat Carol sekarang. Ia menangis tanpa di minta. Carol hanya ingin dibutuhkan dan diperlukan oleh orang lain, termasuk Ibunya.

"Ibu... Apakah pantas aku hidup di dunia ini?"

Carol menangis meratapi nasipnya. Seharusnya ia mendapatkan kasih sayang dan cinta dari kedua orang tuanya dikala masa anak-anak seperti ini.

Carol menghapus airmata paksa. Ia bangkit dari posisi duduk. Carol mulai melangkahkan kaki menuju ke dalam hutan. Ia berusaha mencari makanan sendiri.

Tak berselang lama, ia menemukan sebuah buah berbentuk lonjong. Ada pola ukiran lingkaran aneh.

"Ahh... Akhirnya aku bisa makan," ungkap Carol senang. Ia sampai melompat-lompat kecil.

Tanpa berpikir panjang, Carol memakan buah itu. Rasa aneh dan pahit walau baru satu gigitan saja.

"Tak enak," ucap Carol. Ingin rasanya ia memuntahkan buah tersebut.

Tubuh Carol terasa aneh. Ia merasakan seperti ada aliran energi menyelimuti tubuhnya.

Srekk!!

Srekk!!!

Suara gemerisik semak-semak mengalihkan Carol. Muncullah seekor hewan rusa berukuran kecil, sepertinya itu anak rusa yang tersesat.

Carol menatap anak rusa itu dengan pandangan lapar. Ia mencoba menangkap anak rusa itu, tiba-tiba tangan kanan miliknya berubah menjadi pistol.

Inilah kejadian masa lalu dari Carol.

Flashback off...

****************××××*******************

AhmadRizani

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top