Bab 3

Awalnya Elliot ingin menolak permintaan Gabriela. Ia tidak ingin mengantar Lea pulang. Namun, nyatanya sekarang ia betah minum-minum bersama Lea. Tanpa ia sadari para pelayan sudah siap membuatkan pesanan terakhir karena bar sebentar lagi akan tutup.

Meski Elliot sudah mengonsumsi alkohol dalam jumlah sangat banyak, ia tidak sedikit pun menyesali pilihannya. Ia justru semakin tertarik saat Lea sudah mulai berceloteh tak jelas. Wanita itu menatapnya dengan tatapan merayu paling sempurna yang pernah ia lihat.

"Kamu akan menyukaiku, Tampan." Lea terkikik sendiri sambil terus memberikan tatapan menggoda pada Elliot.

Lea begitu cantik dan suaranya terdengar sangat seksi. Mungkin Elliot merasakannya karena pengaruh alkohol tapi suara Lea memang terdengar nyaris menghipnotis, begitu manis dan kental, hingga setiap kata mengisapnya dan membuat organ dalamnya terasa ganjil. Sepertinya ia punya ketertarikan tersembunyi pada gadis itu dan baru menyadarinya sekarang.

"Bagaimana bisa, kamu menyembunyikan dirimu selama ini, Lea." Elliot mulai ikut menggoda Lea.

Lea mengerutkan dahi. "Aku tidak bersembunyi. Hanya kita saja yang jarang bertemu." Lea mendesah. "Kurasa aku harus pergi sekarang. Aku sudah hampir mabuk."

Sepercik kekecewaan melanda Elliot tapi kekecewaan itu langsung berbelok tajam ke arah lain ketika Lea menjilat bibirnya sendiri.

Gerakan itu bukan rayuan, Elliot menyadarinya saat mendapati Lea tertawa. "Mati rasa. Aku bahkan tidak yakin bibirku masih berada pada tempatnya."

Elliot pun teringat pada tujuannya berada di sini bersama Lea. "Masih, kok." Ia memberi tanda pada pelayan bar untuk membayar tagihan minumannya. "Ayo. Aku antar. Kita bisa naik taksi bersama."

Elliot belum gila, ia tidak mungkin mengemudi dengan kondisi seperti sekarang ini. Naik taksi adalah pilihan terbaik. Meski bisa saja ia menelpon sopir pribadinya.

Lea menggeleng. "Tidak apa-apa, aku bisa jalan kaki."

"Kemana? Aku rasa kamu memang mabuk."

Lea tertawa lagi. "Tidak, aku sudah menyewa hotel kecil menggunakan aplikasi di dekat sini. Aku tidak perlu kamu antar, pria sepertimu tidak cocok berada di tempat seperti itu, Mr El."

"Ejekan yang bagus."

Lea tersenyum lebar. "Aku pergi."

"Aku tetap akan mengantarmu." Elliot tidak akan membiarkan Lea berjalan sendirian selarut ini. Apalagi dalam keadaaan setengah mabuk.

"Kamu baik sekali tapi sungguh tidak perlu."

Elliot tidak menanggapi Lea, ia justru menyodorkan lengannya dan sejenak ia melihat Lea ragu-ragu dan menatapnya dari balik bulu matanya sebelum akhirnya menggamit lengannya.

"Wah, terima kasih, Mr El. Anda benar-benar baik hati."

Lea berkata lambat-lambat hingga kedengaran begitu seksi menggoda. Apalagi Lea memanggilnya dengan Mr El, menimbulkan sensasi yang aneh pada diri Elliot.

Untuk seseorang yang mengaku setengah mabuk, Lea berdiri cukup stabil dan mereka berjalan sejauh satu blok tanpa insiden.

Lea menghirup udara malam dalam-dalam dan memandang ke sekeliling. "Aku benar-benar suka daerah sini. Mungkin aku harus mencari tempat tinggal di sini."

Elliot terkejut. Lea tidak terlihat cocok dengan daerah semacam ini. "Kamu tidak menyukai tinggal di apartemen yang berada di pusat kota?"

"Aku menyukai tempat tinggal yang sejuk. Mungkin bernuansa pedesaan, tempat damai."

"Tidak ada keinginan untuk kembali ke desamu?" Rasanya Elliot mendengar dengusan kecil dari Lea.

"Tidak ada. Aku suka berasal dari sana tapi aku tidak mau tinggal di sana. Apa itu masuk akal?"

"Tentu." Elliot tidak sepenuhnya yakin itu masuk akal tapi ia tetap menyetujuinya. Ia memilih untuk menyenangkan Lea.

Berjalan dalam diam untuk sesaat tapi bukan jenis kebisuan yang tidak nyaman. Akhirnya Lea berkata, "Terima kasih sudah menemaniku malam ini. Sungguh menyenangkan."

"Ya dan terima kasih kembali."

"Aku agak menyesal tidak sempat mengenalmu lebih baik saat kamu dan Gabriela masih.... Kita bisa saja berteman."

Ada semacam nada mengeluh dalam suara Lea yang membuat Elliot ingin tertawa tapi sepertinya wanita itu serius. "Memangnya kita tidak bisa berteman sekarang?"

"Kurasa akan canggung dan tidak nyaman untuk semua orang." Lea menatap kakinya sejenak, lalu kembali menatap Elliot. "Tapi, biar bagaimanapun terlepas dari kata-katamu tadi, aku menyesal hubunganmu dengan Gabriela kandas."

Mereka memang bukan pasangan yang saling mencintai seperti yang dipikirkan Lea tapi hubungan mereka stabil. "Thank you tapi Gabriela mencintai Mario."

"Tapi tadi kamu bilang cinta bukan alasan bagus untuk menikah."

"Kubilang cinta bukan satu-satunya alasan untuk menikah. Aku sudah merasa ada ketidakcocokan pada kami dan aku bersyukur saat Mario datang diantara kami."

"Jadi kamu sungguh tidak apa-apa?"

"Kamu bertanya apakah aku sudah melupakan Gabriela?"

"Yeah, kurasa begitu."

Elliot hampir tertawa. Hanya sedikit orang yang punya nyali untuk menanyakan hal itu langsung padanya. "Gabriela dan aku dulu berteman dan sekarang pun kami masih berteman. Tapi aku tidak menyimpan perasaan apa-apa padanya."

"Itu pernyataan yang sangat masuk akal dan dewasa."

Elliot mengangkat bahu. "Demi kebaikan semua pihak. Kalau kamu tidak bisa menikah dan tahu bahwa itulah pilihan yang paling tepat, maka sebaiknya jangan dilakukan. Pasti tidak akan berakhir dengan baik."

Lea tertawa tapi tawanya terdengar getir. "Aku setuju denganmu."

"Sungguh?"

Lea mengangguk. "Aku menyaksikannya di pernikahan kakakku. Aku menyesal untuk pernikahan mereka. Semua itu karena aku terlalu memaksakan mereka. Hingga akhirnya berujung pada perceraian serta hancurnya hubungan baik kami."

Elliot sempat menyadari adanya jarak antara David dan Lea. Mereka nyaris tidak saling bicara sepanjang pesta.

Lea menepuk lengan Elliot. "Demi kebaikan kalian berdua, aku senang kalian memahami keadaan kalian sebelum terlambat."

"Aku pasti akan bertemu dengan yang lain lagi nanti."

"Kamu sudah memiliki rencana?"

"Semua pasti punya rencana."

"Manis sekali, aku bisa jatuh cinta padamu."

Lea tersandung karena hak sepatunya tersangkut di jalanan yang tidak rata. Spontan, Elliot menahan lengan Lea agar wanita itu memperoleh keseimbangannya kembali. "Aku tidak tahu kalau maksudmu adalah jatuh secara harfiah."

"Jangan lancang padaku, Mr El."

Untuk berjaga-jaga, Elliot mengulurkan lengannya agar Lea bisa menggamitnya.

Lea melempar pandangan yang terlihat seolah sedang menilai sesuatu dari Elliot. Tidak lama kemudian, ia mendesah. "Walau aku sudah bersumpah untuk tidak terlibat lagi dalam hubungan percintaan seseorang, aku akan melanggarnya demi menawarkan kamu satu saran."

Elliot sudah pernah mendengar banyak saran tapi kali ini ia akan membuat Lea senang. "Apa saranmu?"

"Saat mengejar seorang wanita, aku sarankan lebih baik kamu tidak menyebutkan filosofimu yang isinya pernikahan adalah kemitraan solid alih-alih cinta dan pentingnya kestabilan."

"Kenapa begitu?"

"Karena itu terdengar sangat kuno. Seolah- olah seorang wanita hanya dinilai berdasarkan kemampuannya untuk menjadi pembantu yang sempurna bagi suaminya. Sekalian saja kamu barter dengan ayah si wanita untuk mendapatkan perusahaan."

Bagaimana Lea bisa sampai ke situ? Jelas ada kegetiran dalam pernyataan itu. Sepertinya jauh lebih aman untuk mengabaikannya ketimbang membuka topik yang Elliot sendiri tidak yakin akan ditanggapi. Akhirnya ia menjawab seperlunya. "Akan kuingat."

Lea malah semakin bersemangat membahasnya. "Aku tidak bilang semua tapi kebanyakan menginginkan gairah dan kesenangan dalam sebuah hubungan. Sesuatu yang membuat jantung berdegup dan saraf memercik. Seorang wanita ingin didambakan, bukannya dihakimi dan dinilai seberapa sukses kemitraan yang bisa dibentuk bersamanya."

Ingin sedikit membuat Lea jengkel, Elliot sengaja menggeleng sedih. "Gairah itu hanya dilebih-lebihkan."

"Tidak," sergah Lea cepat. "Banyak dari mereka yang mau menukarkan gairah dan kesenangan dengan kestabilan dan kedamaian."

Elliot mengangkat bahu.

"Mungkin kamu harus menghabiskan lebih sedikit waktu untuk bekerja dan lebih banyak waktu untuk menemukan wanita yang membuat jantungmu berdegup lebih kencang hanya dengan berada di dekatnya."

"Kupikir kamu hanya akan menawarkan satu saran," goda Elliot.

Lea berhenti dan berbalik menghadap Elliot. Ia berjinjit dan memegang kedua bahu Elliot dengan sungguh-sungguh. “Aku yakin kamu memiliki banyak sisi yang berbeda, Mr El. Temukanlah gairah dan wanita yang mampu menariknya keluar dari dirimu."

Lea berdiri dekat, begitu dekat, bibirnya hanya beberapa senti dari bibir Elliot. Bau Jeruk ringan pun seketika menyerbak memenuh hidungnya.

Lea menelan ludah dengan susah payah. Ia kemudian melepaskan pegangan tangannya pada bahu Elliot dan meLangkah mundur. Sambil berdehem. "Itu tempatku, aku memilih kamar paling depan. Terima kasih sudah menemaniku berjalan."

Ada perasaan kecewa aneh itu lagi, hanya saja kali ini perasaan itu memiliki ketajaman yang Elliot tak bisa menduganya berasal dari mana. "Terima kasih kembali, Lea."

"Hm... kalau kamu berjalan sampai ke ujung, kamu tidak akan kesulitan memanggil taksi."

Rasa bersahabat yang tadinya terasa begitu nyaman tiba-tiba berubah menjadi atmosfer canggung yang terasa sangat buruk.

Dengan senyum cerah tapi mungkin agak dipaksakan, Lea mengulurkan tangannya. "Selamat malam, Elliot."

Elliot menggenggam tangan Lea dan seperti yang biasa ia lakukan pada teman wanita mana pun, ia mencondongkan tubuhnya untuk mencium ringan pipi Lea. Ia telah melakukan gerakan ini ratusan kali, tapi alih-alih mendarat di pipi Lea, entah bagaimana bibirnya malah mendarat di bibir Lea.

Sesaat, mereka berdua membeku kaget tapi Lea tidak mundur. Bibirnya malah melunak dan balik mencondongkan tubuhnya ke arah Elliot sambil mengeratkan pegangannya pada tangan Elliot.

Bibir Lea terasa lembut dan hangat, ciuman itu menjalarkan rasa panas ke seluruh tubuh Elliot. Ketajaman itu menjadi masuk akal sekarang. Ia ingin mencium Lea, sepertinya sudah sejak lama dan perasaan itu lebih mengejutkan daripada ciuman itu sendiri.

Dunia serasa menegang hingga tidak ada hal lain lagi selain Elliot dan tubuhnya yang rapuh mengikuti alunan tubuh pria itu, seolah-olah tubuhnya diciptakan hanya untuk pria itu.

Wangi ringan parfum Lea memenuhi paru-paru Elliot seiring setiap tarikan napasnya, tangannya menjerat rambut Lea yang sehalus sutra untuk menahan tepat di tempatnya, sementara mulutnya memagut mulut wanita itu. Ia mendengar erangan rendah Lea, suara yang nyaris seperti meraung dan bergaung hingga ke dalam dirinya, menghidupkan saraf-saraf dalam tubuhnya dan membuatnya mendambakan banyak sentuhan lainnya. Seolah Lea akan menjadi wanita terakhir yang wanita akan disentuhnya.

Perasaan menciptakan sensasi tajam yang nyaris putus asa pada hasrat yang menguasai Elliot tapi sekaligu terasa nikmat hingga yang diinginkannya hanyalah meminta lebih. la tidak mengerti kenapa atau bagaimana Lea bisa membuatnya merasakan ini, tapi toh ia tidak peduli. Ciuman itu terus dan terus berlanjut, hingga mereka terengah-engah kehabisan napas dan jantungnya serasa berdentam memberontak dari balik dadanya.

Seluruh tubuh Elliot terasa mengencang dan menegang. Butuh tekad yang ia sendiri tidak tahu ternyata dimilikinya untuk menghentikan ciuman itu dan membiarkan Lea berdiri tegak kembali.

Mata Lea membelalak dan pupil matanya menggelap, sementara bibirnya terlihat basah dan bengkak. Ia mengguncang pelan tubuhnya sendiri lalu mengembuskan napas. "Wah."

Elliot tidak sedikit pun mengerti apa maksud reaksi Lea itu, sebab kini darahnya tidak sedang benar-benar mengalir ke otaknya. Benaknya hanya dipenuhi oleh bayangan-bayangan dan gagasan- gagasan yang mungkin akan membuat Lea ketakutan jika wanita itu mengetahuinya.

"Hm...." Lea mulai bersuara tapi langsung berhenti untuk berdeham. "Aku yakin kita bisa minum lagi di kamar." Tangan Lea gemetar ketika menjangkau dan memainkan kancing baju Elliot. "Apa kamu mau naik dulu dan minum alkohol sebelum tidur?"

Elliot tersenyum dan tak perlu berpikir lama lagi. Ia mengiyakan tawaran Lea.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top