⅌ Chapter 26 : ⊰ Aware.

⅌ Bab 26 : Aware.
[ Sadar ]
By Ann♡
.
· · ────── ·𖥸· ─────── · ·

[Name] membuka pintu rumahnya. Setelah kejadian tadi, ia menolak ajakan Remi dan langsung pulang ke rumah untuk mengistirahatkan dirinya.

Gadis itu menaiki tangga menuju lantai dua. [Name] melangkah mendekati pintu kamarnya, hendak membuka, tapi gerakannya tiba-tiba terhenti.

[Name] lalu segera melangkah ke arah kamar tamu tempat Gojo biasanya tidur. Ia membuka pintu, menatap isi kamar yang sudah rapi dengan sisa-sisa aroma Gojo yang menguar di dalam sana.

“Dia ... benar-benar pergi ...,” gumam [Name]. Lirih. Gadis itu melangkah ke arah jendela, membuka gordennya lalu menyentuh kaca jendela dengan tangan kanannya.

Air mata jatuh di pipi kanannya lalu disusul lagi hingga menjadi tangisan. [Name] berjongkok dan memeluk kedua lututnya. Tubuhnya bergetar, tangisannya semakin membanjiri wajahnya.

Gadis itu berpikir. Apa ini yang benar-benar ia inginkan? Meminta Gojo untuk menjauhinya hanya karena satu wanita numpang lewat dihubungan mereka? [Name] merasa sesak. Dirinya kebingungan. Disisi lain ia membutuhkan waktu untuk sendiri. Menerima semua kejadian lalu dengan lapang dada. Namun, meminta Gojo untuk menjauhinya juga tidak bagus. Lalu apa yang sebenarnya gadis ini inginkan sekarang?

Di luar rumahnya, lebih tepatnya di depan pagar. Gojo berdiri seraya mendongak ke atas. Dengan segala kelebihannya, ia dapat mendengar suara tangisan [Name]. Dan itu membuat Gojo tidak tahan.

Gojo hendak melangkah masuk ke dalam, hampir saja ia melompati pagar rumah [Name] dengan mudah, tapi ia lalu membatalkan niatnya.

Pria itu berbalik, melangkah menjauhi rumah [Name]. Lalu menghilang dalam kegelapan malam.

.
.

Ijichi berkeringat dingin. Sekarang ia berada di kediaman Gojo. Pria bersurai putih sang tuan rumah tengah duduk di atas kursi mahalnya di hadapan Ijichi.

“Ijichi~ bagaimana?”

Gojo bertanya dengan nada jenaka. Menyembunyikan segala kepedihannya di hadapan Ijichi. Tentu saja, orang lain selain dirinya sendiri tidak perlu tahu apa yang ia rasakan sekarang. Waktunya akting.

“Nona Fuyumi mengaku. Alasan dia bersikeras memintamu untuk menjaganya karena dia menyimpan rasa padamu, Gojo-san,” jelas Ijichi seraya menatap kertas di hadapannya.

“Ya ... aku tidak heran, sih.” Gojo tersenyum. Nada bicaranya terdengar arogan. Pria itu lalu menolehkan kepalanya ke arah Ijichi.

“Di mana wanita itu sekarang?” tanya Gojo seraya berdiri dari duduknya.

“Dia ... masih ada di tempatku, Gojo-san.”

“Souka.”

Gojo mereganggkan badannya. Kemudian berjalan melewati Ijichi yang semakin berkeringat dingin.

Pria berkacamata bening itu tidak berani bertanya. Aura yang dikeluarkan Gojo saat lelaki itu melewatinya sudah cukup membuat Ijichi paham. Dia hanya bisa berdoa, semoga saja tempat tinggalnya tidak diratakan oleh Gojo.

One week later ....

Setelah melewati seminggu merenung sendirian. [Name] sekarang sudah terlihat hidup kembali. Semangatnya tidak benar-benar penuh. Hanya saja, jika dibandingkan dengan seminggu lalu. [Name] terlihat lebih baik sekarang.

Sekolah diliburkan. Sudah jadwal liburan musim panas. Di mana banyak orang yang akan melakukan liburan di pantai dan destinasi lainnya untuk mengistirahatkan diri dan batin dari tekanan kehidupan yang kejam.

[Name] sendiri hanya duduk di rumahnya. Ia tidak ingin kemana-mana sekarang. Hati gadis itu ternyata masih belum tenang. Dengan kenyataan selama seminggu Gojo benar-benar tidak mendatanginya, sesuai dengan permintaan [Name] waktu itu.

“[Name]-chan!!!”

[Name] menegakkan tubuhnya. Ia lalu menoleh ke arah tangga, mendapati Remi berdiri di sana beserta pria bersurai merah. Sengoku. Kekasih Remi.

“Eh? Kenapa ...?”

[Name] ingat tidak mengundang mereka datang ke rumahnya ataupun mereka yang meminta datang terlebih dahulu. Sepasang kekasih itu melangkah mendekati [Name] yang sedang duduk di ruangan santai.

“Maaf datang tiba-tiba, [Name]-san. Remi ingin mengunjungi dan melihat keadaanmu,” ucap Sengoku yang berdiri di belakang Remi.

“[Name]-chan!! Bagaimana keadaanmu sekarang?” Remi dengan ceria bertanya pada [Name].

Gadis itu tersenyum pada Remi.
“Sedikit lebih baik ... kurasa?” jawab [Name]. Cukup ragu.

Remi mengangguk. Lalu meminta izin pada [Name] karena gadis itu ingin membuat minuman di lantai bawah. Remi berjalan menuruni tangga, meninggalkan Sengoku dan [Name] di ruang santai. Ini bukan pertama kalinya sepasang kekasih itu datang berkunjung ke rumah [Name].

“[Name]-san ... aku sudah dengar dari cerita Remi,” kata Sengoku.

[Name] tahu maksud Sengoku. Dirinya menganggukkan kepala. Lalu melihat ke arah luar jendela. Di mana matahari terlihat sangat terang bersinar.

“Apa hubunganmu dengannya baik-baik saja?” tanya Sengoku.

[Name] menggeleng. “Dia ... benar-benar tidak menunjukkan dirinya seminggu ini,” jawabnya. Lirih.

Sengoku diam selama beberapa saat. “Apa kau tidak merindukannya?” tanyanya.
[Name] lantas menoleh ke arah Sengoku. Ia mengerjab, lalu menggigit bibir bawahnya.
“Aku ... merindukannya.”

Sengoku menganggukkan kepalanya.
“[Name]-san, menurutku kau egois.”

[Name] menundukkan kepalanya. Ia tidak menyangkal ucapan Sengoku yang terdengar blak-blakan mengatainya.

“Kau tahu? Jika itu aku dan Remi. Aku akan sangat sakit hati kalau Remi memintaku untuk menjauhinya.”

[Name] membulatkan matanya. Ia lalu mengangkat kepala, menatap pada Sengoku dengan wajah terkejut.

“Kau memperhitungkan perasaannya saat kau memintanya untuk menjahuimu, [Name]-san?” tanya Sengoku serius.

Bukan tanpa alasan dia melakukan ini. Pria itu terlihat khawatir saat Remi juga pusing memikirkan [Name]. Makanya, dia ikut Remi datang dan memberikan pencerahan pada [Name] yang masih pemula dalam menjalin hubungan kekasih.

[Name] menggelengkan kepalanya. Matanya mulai memerah, gadis itu lalu kembali meringkuk, memeluk tubuhnya.

Apa yang sudah kulakukan? Batinnya bertanya.

[Name] bodoh. Ia tidak memikirkan perasaan Gojo saat gadis itu tanpa ragu mengatakan keinginannya. Ia hanya memikirkan dirinya sendiri, memikirkan bagaimana cara agar Gojo menjauh darinya. Tanpa tahu bagaimana tanggapan sebenarnya dari Gojo.

Orang yang sudah merasakan kehilangan .... [Name] sadar. Orang yang paling rapuh adalah mereka yang menyembunyikan perasaan sakitnya. [Name] yakin, pasti pria itu sekarang tengah menahan perasaan sakitnya lagi dan menyembunyikan semuanya dengan sikap santainya.

[Name] juga tidak memikirkan perasaan Gojo saat dirinya dengan jelas menolak sentuhan lelaki itu. Lagi-lagi ... pria itu menyembunyikan semuanya. Sekarang, [Name] yang merasa dirinya egois.

“Tapi ..., aku juga kurang setuju dengan kekasihmu yang bersikap baik-baik saja, setelah ciuman dengan wanita lain,” ucap Sengoku. Sebenarnya ia khawatir dan panik melihat [Name] yang meringkuk. Namun, Sengoku pikir, ia harus bersikap tegas sekarang untuk temannya dan Remi.

[Name] mengangkat kepalanya. Tanpa mendongak menatap ke arah Sengoku. Gadis itu memasang senyuman menyakitkan.

“Kurasa itu karena ....” Dia tidak ingin kehilangan lagi, batin [Name] melanjutkan. Ia sekarang sadar, alasan Gojo tidak melepasnya dan membiarkannya sendirian karena pria itu tidak ingin kehilangan sesuatu lagi.

“Karena apa ...?” tanya Sengoku.

[Name] menatap Sengoku. Lalu berdiri dari duduknya. Dengan buru-buru, ia berkata, “Maaf, Sengoku-kun. Aku harus pergi!!” Kemudian berlari keluar. Untuk mencari kekasihnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top