⅌ Chapter 25 : ⊰ Stay Away.
⅌ Ban 25 : Stay Away.
[ Menjauh ]
By Ann♡
.
· · ────── ·𖥸· ─────── · ·
Di lapangan luas. [Name] mengamati anak muridnya yang sedang memantulkan bola basket lalu shoot di bawah matahari yang sangat panas. Lapangan tempat mereka sekarang berbeda dengan lapangan sebelumnya. Lapangan itu digunakan para anak klub basket karena dua ring dalam Gym telah dirusak oleh Kagami.
Banyak dari anak muridnya yang sudah selesai. Mereka mengeluh pada [Name] untuk diberikan izin berteduh sekarang. Karena di lapangan itu tidak ada pohon untuk mereka berteduh. Berlindung dari matahari yang terik.
Anak perempuan banyak protes karena merasa kulit mereka terbakar sinar sang surya. Sayangnya, [Name] pura-pura tidak mendengarkan keluhan mereka dan hanya memberikan sebuah senyuman pada para muridnya.
“Hari ini pelajaran sensei berakhir! Kalian bisa istirahat dan bermain sekarang. Bubar!!” [Name] meniup peluit, ia menutup buku catatan nilainya.
“Ha'i!!!” Para muridnya berlarian keluar lapangan. Ada yang berteriak senang karena akhirnya dibebaskan.
[Name] mengelap keringat yang bercucuran di jidatnya menggunakan punggung tangan kanannya. Hari ini jam pembelajarannya telah usai, ia bisa istirahat sampai bel pulang sekolah berbunyi.
“[Name]-chan-sensei!!”
[Name] mengerjab. Kemudian membalikkan badannya ke arah belakang di mana suara yang memanggilnya berasal. Gadis itu menaikkan satu alis, menatap pada Remi yang melambai ke arahnya.
“Ada apa, Remi?” [Name] mengeraskan suaranya saat bertanya seraya berjalan mendekati Remi yang berada di luar lapangan.
“Nanti saat pulang ... kamu ada rencana lain sebelum pulang ke rumahmu?” tanya Remi dengan nada khas dirinya. Gadis bermata indah itu menunjukkan senyumannya pada [Name].
“Ehm ... sepertinya aku akan langsung pulang--” [Name] menghentikan ucapannya. Ia seketika teringat Gojo. Pria bersurai putih cantik itu mungkin akan kembali ke rumahnya dan tidak akan memberikan [Name] waktu untuk sendiri.
Remi memasang raut simpati. Ia kemudian menggenggam kedua tangan [Name].
“Bisa temani aku ke kafe setelah pulang sekolah nanti?” tanyanya semangat.
[Name] tanpa ragu menganggukkan kepalanya. Mungkin ... ia bisa melepas semua perasaannya saat bersama Remi nanti.
.
.
Suara anak-anak menggema di lorong sekolah. Dengan senyuman lega dan langkah ringan mereka keluar dari kelas seraya menenteng tas. Pembelajaran hari ini telah berakhir, terlebih besok adalah hari libur bagi mereka. Beban anak sekolah terasa terangkat.
[Name] yang tengah menyenderkan tubuhnya pada bingkai jendela memperhatikan raut wajah para anak muridnya dengan senyuman sedih. Dirinya berpikir, andai saja perasaan lega dan senang yang [Name] rasakan sekarang sama seperti mereka.
“Sensei ....”
[Name] sadar dari lamunannya. Ia kemudian menolehkan kepalanya ke arah kanan, mendapati Kenma yang memegangi ponselnya seraya menenteng tas juga.
“Kenma? Ada apa?” tanya [Name]. Tersenyum seperti biasa.
“Sensei ... kau terlihat tidak bersemangat hari ini ... ya?”
Kenma bertanya dengan sedikit ragu. Menurutnya, sensei-nya adalah orang yang sulit untuk ia baca. Ia berpikir, orang yang banyak senyum itu sulit untuk di baca raut wajahnya, tapi kali ini, Kenma bisa membaca raut wajah [Name].
[Name] mengejab. Kemudian, tertawa kecil dan menepuk-nepuk puncak kepala Kenma beberapa kali.
Kuro datang. Lalu, merangkul pundak Kenma. “Sensei tahu? Kenma rela datang ke gedung ini untuk menanyakan hal itu pada sensei,” ucapnya.
“Eh? Benarkah??” [Name] tersenyum lebar. Lalu bertepuk tangan.
“Kuroo, diam.”
Tanpa mendengar ucapan Kenma. Kuroo lalu menarik remaja kurang atletis itu berjalan menjauh. Ia berkata, “Kami pergi dulu, ya, sensei!!!” Lalu ia melambai pada [Name] dibalas lambaian juga.
[Name] memasukkan kedua tangannya ke dalam kantung sweaternya. Ia membalas beberapa sapaan dari anak murid yang melewatinya.
Gadis itu kemudian melihat jam pada ponselnya. Dia menunggu Remi yang masih ada di dalam kelas 2B. Sntah apa yang dilakukan gadis cantik itu di dalam sana hingga menghabiskan banyak waktu.
“[NAME]!!!”
Pintu ruangan kelas 2B tiba-tiba terbuka dengan kasar. Menampilkan wajah Remi yang sangat terkejut setengah panik. [Name] berjalan mendekat ke arahnya.
Remi menunjuk-nunjuk ke arah jendela dalam kelas 2B. Gadis itu ingin mengatakan sesuatu, tapi entah kenapa ia tidak bisa melakukannya.
[Name] tanpa bertanya lagi berjalan ke arah jendela kelas 2B. Ia membuka jendela, lalu mengedarkan pandangannya.
Manik matanya membulat. Kemudian mengerjab dengan cepat, [Name] dapat mendengar detak jantungnya yang berdegub kencang.
Di tengah lapangan yang dekat dengan gedung kelas dua. Berdiri Gojo yang menatap ke arah [Name] saat tahu gadis itu berjalan dekat ke arah jendela. Tidak seperti biasanya, Gojo tidak menampilkan senyuman jahil di wajah rupawannya.
Kacamatanya ia lepas. Pakaiannya masih seragam guru di sekolahnya. Gojo lalu menatap kembali ke arah [Name] yang masih membeku di sana.
“Satoru ....”
[Name] perlahan melangkah mundur. Melihat gadisnya yang mulai mundur ke belakang membuat tatapan Gojo berubah.
[Name] berlari keluar. Ia melewati Remi tanpa mengatakan apapun. Gadis itu berlari menelusuri lorong kelas dua.
Ia tidak ingin bertemu Gojo sekarang. Tidak, sebelum [Name] benar-benar siap menerima kejadian kemarin. Jika ia menemui Gojo sekarang, pria itu tidak akan melepaskannya seperti kemarin.
[Name] berlari keluar dari gedung kelas dua lewat pintu lain, ia kemudian masuk ke dalam perpustkaan yang pintunya tidak di kunci. [Name] berjalan ke sudut ruangan, kemudian berjongkok, memeluk kedua lututnya lalu menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan.
Seseorang membuka pintu ruangan perpustakaan tanpa disadari oleh [Name]. Orang itu berjalan mendekati [Name] yang masih dalam posisi yang sama dengan tubuhnya yang bergetar. Suara isakan terdengar lirih. Orang itu berjongkok di depan [Name].
“[Name] ....”
Tubuh [Name] menegang mendengar suara Gojo yang memanggilnya. Ia dengan cepat mengangkat kepalanya serta tangan yang hendak mendorong tubuh Gojo.
Kedua tangan [Name] ditahan Gojo. Pria itu menarik tangan gadisnya hingga masuk ke dalam dekapannya. Gojo melingkarkan lengan kanannya di pinggang [Name], sementara tangan kirinya menyentuh belakang kepala gadisnya.
[Name] berusaha mendorong tubuh Gojo. Pria itu mengeratkan pelukan. Berharap dengan ini [Name] bisa tenang.
Gojo sudah memikirkan ini. Ia tidak tahan melihat [Name] yang menahan rasa sakitnya sendiri. Ego pria itu terlalu besar. Mungkin ... ia merasa takut [Name] akan meninggalkannya jika Gojo tidak mengikuti egonya untuk menahan gadis itu bersamanya.
Gojo sudah merasakan kehilangan sekali. Dan itu sangat menyakitkan baginya. Pria itu sampai merasa trauma, hingga membuat hatinya sempat tertutup untuk orang lain. Andai saja ... ia tidak bertemu dengan [Name] lagi, Gojo pasti tidak akan membuka hatinya lagi dan membiarkan perasannya perlahan mati.
Namun, untuk kali ini. Gojo tidak akan mengikuti egonya. Hanya untuk kali ini saja.
“[Name] ... katakan, apa yang kau inginkan sekarang?” bisik Gojo di telinga kanan [Name].
Gadis itu berhenti bergerak. Diam selama beberapa saat. Lalu membuka suara.
“Aku ingin kamu menjauh,” jawab [Name]. Gojo mengeratkan pelukannya. Seolah tidak mau mengikuti kemauan [Name] sekarang. Namun, perlahan ... Gojo mengendurkan pelukannya sampai terlepas dari tubuh [Name].
“Baiklah.”
Gojo berdiri, lalu memasukkan kedua tangannya dalam saku. Tanpa mengatakan apapun, ia melangkah keluar. Meninggalkan [Name] sendirian seraya menatap kepergiannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top