⅌ Chapter 21 : ⊰ Blused.
⅌ Bab 21 : Blused.
[ Tersipu ]
By Ann.
.
· · ────── ·𖥸· ─────── · ·
“Satoru, kudengar kau mengabaikan misimu.”
Kini, Gojo berada di depan Yaga-sensei yang tengah menjahit boneka terkutuk miliknya. Pria bersurai putih itu menolehkan kepalanya ke arah samping. Mengalihkan pandangan dari sang guru.
“Aku tidak berniat menjalankan misi itu dengan baik,” jawab Gojo.
“Kenapa?”
Gojo memutar leher, kini ia tidak lagi mengalihkan atensi ke arah lain. Dengan angkuh ia menaikkan dagunya, meski sedikit menurunkan arogansinya karena Yaga-sensei adalah salah satu dari sedikit orang yang ia hargai.
“Tanaka tidak bisa melihat roh kutukan. Tidak ada roh kutukan yang tertarik hingga mengikutinya juga. Lalu ... kenapa mereka memintaku untuk menjaganya? Para petinggi pasti punya niat lain 'kan? ... Hmm ... apa, ya, kira-kira?” Gojo memegang dagunya dengan tangan kanan.
“... Kau ini. Lupakan. Mereka memintamu untuk menemani Tanaka Fuyumi selama satu hari ini. Itu misimu sekarang,” ucap Yaga-sensei. Masih menjahit boneka.
Gojo mendecih. Tanaka Fuyumi pasti melapor pada Ayahnya. Hingga pak tua itu mengatakannya pada para petinggi.
“Apa yang mereka inginkan sebenarnya dengan memintaku menjaga wanita itu?”
“Sebaiknya kau menjaganya dulu. Mungkin kau akan dapat sesuatu, Satoru,”- Yaga-sensei mengentikan gerakan menjahitnya- “aku akan coba menanyakan alasannya pada para petinggi.”
“Tidak perlu,”- Gojo mengangkat tangan kirinya- “aku sendiri yang akan mencari tahu. Lagipula, meski mereka dipaksa ataupun diancam, mereka pasti tidak akan membuka mulut dan mencari alasan lain.”
“Kau yakin?”
“Sangaaat! Kalau pun sesuatu terjadi, aku hanya perlu membereskannya 'kan?” Gojo membalikkan badannya. Kedua tangan ia masukkan ke dalam saku baju. Lalu, berpamitan pada Yaga-sensei.
“Jadi? Kau menerima misi ini, Satoru?” tanya Yaga-sensei seraya melihat punggung Satoru yang perlahan mulai mengecil dipandangannya.
“Aku terima, tapi sebelum itu, aku ingin menemui kucing kecilku dulu~”
.
.
[Name] memantulkan bola berwarna oranye di atas lapangan terbuka. Anak-anak muridnya duduk memperhatikan sensei mereka yang akan one on one dengan Kagami Taiga. Salah satu murid pecinta basket yang saat ini terlihat bersemangat.
“Sensei! Kau dari dekat terlihat seperti Kuroko!!” ucap Kagami semangat. Memasang defense karena gurunya terlihat ingin menyerang.
“Seperti itu caranya memantulkan bola!”
“Eh?”
[Name] yang awalnya pada posisi siap menyerang berubah menjadi berkacak pinggang dengan satu tangan. Tangan lainnya mengangkat bola basket. Dia tersenyum lebar pada muridnya yang saat ini bertepuk tangan.
“T-tunggu!! Jadi kita tidak one on one?!” protes Kagami yang belum mengerti situasi sepenuhnya.
Si gadis menoleh ke arahnya. Mendongak sedikit karena tinggi Kagami yang jauh melampauinya. “Iya. Sensei hanya ingin menunjukkan pada mereka cara memantulkan bola basket, loh,” jawab [Name] santai.
“Lalu untuk apa aku di sini?!!” ucap Kagami dengan suara keras hampir berteriak.
“Kagami-kun, dari awal aku tidak memanggilmu. Kamu saja yang langsung datang dan mengajak sensei one on one saat aku sedang mengajar,” jelas si gadis.
[Name] kembali menoleh ke arah para murid yang masih duduk memperhatikan mereka. Ia mengabaikan Kagami. Membiarkan pria itu lepas kendali karena telah merasa terjahili.
Manik mata [Name] mengedar. Hingga tanpa sengaja mendapati sesosok pria jangkung yang berada di atas rooftop memerhatikannya. Tangan lelaki itu melambai ke arahnya. Surai putih yang berdiri menentang gravitasi tampak bergoyang akibat angin yang berembus pelan.
[Name] mengejab. Ia tersenyum. Lantas kembali menatap para muridnya yang sejak tadi duduk di atas lapangan luas. Di bagian bawah pohon besar untuk berteduh karena sinar matahari yang sangat panas.
“Tak lama lagi waktu pelajaran sensei akan habis. Kalian istirahat dulu. Pertemuan selanjutnya, sensei akan mengambil nilai kalian.”
“Ha'i!!”
[Name] melempar bola basket ke arah Kagami yang saat ini sudah mulai tenang. Anak remaja itu menangkap bola basket dengan wajah terkejut.
“Terima kasih, ya, Kagami-kun!!” ucap [Name]. Ia berjalan menjauh. Tangan kanannya terangkat melambai pada Kagami tanpa menoleh sedikit pun padanya.
“Dia berterima kasih untuk apa coba?!” Kagami memantulkan bola basket dengan keras ke atas lapangan. Otaknya memang tidak bisa memahami isi pikiran orang dewasa.
“Satoru? Kenapa ke sini? Apa kau tidak ada misi?” Tangan [Name] terulur memberikan satu minuman kaleng dingin pada Gojo. Ia sempat singgah di depan vanding machine untuk membeli minuman karena haus sebelum ke sini. Kemudian, dirinya teringat Gojo. Jadi, ia sekalian membeli untuk pria itu juga.
Gojo menerima minuman yang diulurkan [Name] padanya. “Aku ada misi, sih, tapi aku ke sini karena ingin menemuimu dulu.”
“Hm? Ada yang ingin kamu bicarakan?” [Name] bersandar pada besi pembatas rooftop di samping kanan Gojo.
Gojo mengubah posisi berdirinya. Ia menghadap ke arah si gadis. Kemudian, ia merentangkan kedua tangannya.
“Kucing kecil! Kemarilah. Ayo, sini, peluk akuuu~” ucapnya dengan nada jenaka.
“Jangan. Aku bau keringat.”
“Kamu masih harum meski keringatan. Ayo, sini~ kamu tidak rindu padaku?”
“Tidak.” [Name] menggelengkan kepalanya.
Gojo memasukkan kedua tangannya dalam saku. Lalu, bersandar di samping [Name]. Tidak ada yang bicara setelah kebodohan yang Gojo lakukan tadi. [Name] memejamkan matanya seraya tersenyum. Menikmati terpaan angin yang berembus ke arahnya hingga beberapa helaian surainya sedikit berkibar.
“Kan? Kamu masih harum bahkan saat berkeringat. Aroma vanilla.”
[Name] membuka mata. Mengubah posisi badannya menghadap Gojo. Manik hitamnya mendapati pria itu tersenyum kecil dengan jari telunjuk yang terangkat dan berada di depan hidung.
Beberapa detik yang lalu. Saat [Name] memejamkan mata menikmati angin yang berembus. Aroma vanilla dari tubuhnya menguar hingga sampai pada penciuman Gojo. “Ah~ aku jadi tahu alasanku selalu merasa ingin melahap tubuhmu. Aromamu semanis itu, sih,” ucapnya dengan nada jenaka.
Kedua pipi [Name] bersemu merah tipis. Senyumnya kian melebar. Ia sedikit menggigit bibir bawahnya. Antara malu dan senang. Itu yang si gadis rasakan. Mendapatkan pujian dari sang pujaan hati adalah sesuatu yang berharga. Apalagi, Gojo adalah orang yang jarang memberikan pujian. Bahkan mungkin, nyaris tak pernah.
Sebuah kecupan terasa di pipi kanan sang gadis. Ia sadar dari lamunan sekejapnya. Lalu, mengalihkan pandangan ke arah Gojo yang menoleh ke kiri seraya meminum minuman kalengnya. Ekspresi apa yang pria itu pasang sekarang?
Sekilas, [Name] mendapati telinga Gojo yang memerah.
Senyuman gadis itu semakin mengembang. [Name] menyandarkan kepalanya pada lengan Gojo. Tangan kiri melingkari lengan kekar itu. Ia mencium satu kali lengan Gojo yang terbungkus seragamnya.
“Dasar mesum,” ucap [Name].
Gojo menoleh ke kanan. Di mana ia mendapati si gadis tengah memeluk lengan kanannya. Ia kemudian berucap, “Kurasa ... wajar 'kan kalau aku membicarakan itu?”
“Kamu itu tidak pernah melakukan sesuatu yang wajar, tau.”
“Benarkah? Iya, sih.”
“Kamu belum mau pergi menjalankan misimu?” [Name] mendongak. Menemukan wajah Gojo yang tiba-tiba saja ia majukan hingga mengikis jarak di antara mereka.
Gojo mencium hidung mancung yang mungil milik [Name]. “Sebentar lagi. Suasananya lagi bagus banget, sih,” jawabnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top