3. Can I Kiss You?
Aku benci saat merasa seperti mayat hidup begini.
Melanjutkan kembali perjalanan dengan laki-laki asing yang menganggap seolah perkataannya beberapa saat yang lalu tidaklah berarti, tetapi aku malah sibuk mengontrol aliran darahku yang berdesir hebat.
Perjalanan ke atas bukit memakan waktu sepuluh menit. Kami berdua duduk di bawah pohon rindang yang menyejukkan, dengan bahu saling bersentuhan. Sumpah mati aku berusaha menahan agar jantungku tidak jatuh menghantam tanah. Bagaimanapun juga, mendapat pernyataan cinta (walau itu oleh laki-laki asing sekalipun) tetap membuatku kikuk dan malu setengah mati.
Bagaimana bisa laki-laki di sampingku ini tetap stay cool? Menyebalkan.
"Aku selalu suka duduk di sini. Dari sini pemandangan bisa terlihat dengan jelas. Ah, aku penasaran apa yang orang-orang itu lakukan. Sepertinya menyenangkan." Matanya memandang ke arah keramaian di bawah sana.
"Kau selalu duduk di sini setiap harinya?" aku tidak tahu apakah pertanyaan ini termasuk pertanyaan bodoh. Yang aku tahu aku harus berusaha terlihat sesantai mungkin. "Sekali-kali jalan-jalan ke kota. Menyenangkan."
"Kalau bisa akan kulakukan." Nada suaranya terdengar sedih.
"Apa? Orangtuamu tidak mengizinkannya?"
"Mm... sepertinya?"
Aku terkekeh geli. "Jawaban apa itu?"
"Lee Chaeryeong," panggilnya tiba-tiba.
Sialan, jantungku sepertinya benar-benar akan meledak. "Apa?"
"Kau tidak takut padaku?"
Aku menatapnya dengan pandangan bertanya. "Kenapa?" lebih daripada takut, aku hanya malu. Memang. Dan kikuk, tentu saja. "Aku tidak takut... aku hanya..."
"Hanya apa?"
"Aku hanya..."
"Tadi, saat aku bilang aku telah jatuh cinta padamu pada pandangan pertama, apa kau terkejut?"
Ya, tentu saja. Masih bertanya?!
Ia tersenyum penuh arti. Laki-laki itu bergeser mendekat. Kedua mata lebarnya memandangku lekat-lekat. Uh-oh, mau apa orang ini?
Aku tak bisa menjauh, seolah magnet bumi menghisap tubuhku begitu kuat sampai-sampai bergeser saja aku tak mampu. Tatapan mata lebarnya menusuk masuk ke dalam bola mataku dalam, menghipnotisku.
Tahu-tahu, ia meletakkan kedua tangannya di pundakku, meremasnya kuat. Jantungku sumpah ingin melompat keluar.
"Dan kau?"
Napasku tercekat. Dari jarak sedekat ini, aku benar-benar tidak mampu berkutik lagi. Rasanya aku seperti mau tamat.
"A-aku--"
"Lee Chaeryeong, bolehkah aku menciummu?"
"A-apa?!"
Selamat tinggal dunia, rasanya napasku benar-benar hilang sekarang.
Berhenti!
Laki-laki itu mulai memejamkan mata, sembari memajukan wajahnya mendekat ke arahku. Sumpah ini benar-benar gila! Aku ingin mendorongnya sampai terjungkal, tapi rasanya seluruh sistem motorik dalam tubuhku benar-benar melemah. Aku tak berdaya.
Ujung hidungnya menyentuh ujung hidungku. Aku ingin mengutuk hidung kelewat mancung itu, tahu! Saat aku hendak memejam, tahu-tahu ia malah membuka kedua kelopak matanya.
"Kalau kau juga sama sepertiku. Kalau tidak, silakan dorong aku."
Dan aku bersumpah, hari ini otakku dan tubuhku tidak kompak. Otakku menyuruhku untuk mendorongnya, tapi tubuhku malah... menginginkannya. Astaga aku sungguh...
Seseorang tolong pukul kepalaku supaya aku tersadar.
Laki-laki itu tersenyum, dan dalam sapuan detik, bibir kami menyatu. Aku memejamkan mata erat. Tanganku meremas tanah tak karuan.
Dilumatnya lembut bibirku. Bibirnya terus bermain dengan bibirku, tapi aku tak tahu bagaimana cara membalasnya. Dan laki-laki itu terlihat tidak keberatan bahwa ciumannya tak terbalaskan. Bibirku terasa basah dan manis.
Dan aku menyukainya.
Saat satu kecupan terakhir sebelum ia menjauhkan wajahnya, aku baru menyadari satu hal. Sentuhan bahunya, remasan tangannya, serta sapuan lembut bibirnya. Semuanya terasa sangat dingin.
Dan aku juga baru sadar, wajahnya pucat pasi.
"Namaku... Kang Taehyun," ucapnya pelan, bagai bisikan angin musim semi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top