Part 9 - Once Upon a Night Snack
Dana sampai di kantor sekitar pukul tiga sore. Dia harus berganti angkutan umum tiga kali, sebelum akhirnya sampai di kantor. Pak Rio masih ada di sana.
"Bagaimana?" tanya Rio, saat Dana lewat.
Dana terdiam, merasa bingung, apakah dia harus melaporkannya. Kalau dulu, dia bisa langsung melaporkannya pada Pak Rio, tapi sekarang ada Dante. Dana merasa aneh, jika dia melakukannya.
"Dante ..." ucap Dana menggantung.
"Iya, nanti, Dante akan memberikan laporan juga. Dia belum kembali. Aku ingin mendengarnya juga darimu," kata Rio, sambil menunjuk kursi kosong di depannya. Dengan sedikit ragu, Dana pun mundur dan duduk di kursi yang ditunjuk Pak Rio. Dia pun mulai menceritakan secara detail, apa saja yang sudah mereka sepakati.
*
Dante menghabiskan sisa sore itu bersama Mila. Mereka memutuskan berjalan santai di salah satu mall besar di sana, di mana Mila membeli beberapa baju dan Dante menemaninya dengan setia. Entah kenapa, perasaan Dante masih tidak karuan, walaupun, dia sudah bersama Mila.
Gadis itu juga beberapa kali mengajaknya bercanda. Dante akhirnya mengantarkan Mila sampai di rumah dan kembali pulang. Mila bahkan bercanda tentang mobil mewah Dante, yang kemudian Dante bilang bahwa itu mobil Pak Rio.
*
Keesokan harinya, Dana tidak melihat Dante pada saat lari pagi. Dan, ketika di kantor, Dante juga sama sekali tidak berbicara padanya. Hari itu, Dana memilih menghabiskan lebih banyak waktu di area perkebunan.
Banyak pikiran memenuhi kepala Dana. Apakah, Dante marah karena Dana memeluknya, saat mereka kehujanan tempo hari? Tapi, kalau pun iya, Dana tidak bersalah dalam hal ini. Atau, apakah Dante baru menyadari, dia sangat tidak menyukai Dana, setelah malam itu? Bagaimana bisa, dia merasakan debaran, namun di saat yang sama, pria yang membuatnya berdebar malah menganggapnya mengganggu.
"Seharusnya bukan masalah. Tidak ada yang berubah. Aku hanya harus bekerja seperti biasa," ucap Dana, mencoba menyemangati dirinya sendiri.
Setelah, menghabiskan sepanjang sore di kebun apel, Dana kembali ke rumah. Ibunya masih belum pulang. Dana pun memutuskan mengunjungi nenek Darmi setelah mandi.
Setelah mandi dan berganti pakaian, Dana keluar rumah dan menguncinya. Saat itulah Ibunya menelepon.
"Ya, Bu?" sahut Dana.
"Ibu agak telat. Mungkin jam tujuhan. Ini, ibu-ibu pada ngumpul di sini," kata Sari di seberang sana.
Dana tertawa kecil. "Iya nggak apa-apa, Bu. Dana mau ke rumah nenek Parmi."
"Ngapain?" tanya Sari.
"Hira bakalan lama di Jogja. Dana janji sesekali jenguk nenek Parmi dan kakek Parno," kata Dana.
"Oh iya. Nenek Parmi suruh ke sini aja. Kamu bawa motor, biar nanti kalian nggak jalan. Di sini pada ngumpul," pinta Sari penuh semangat.
"Iya, Bu. Nanti Dana kasih tahu."
Setelah menutup teleponnya, Dana kembali masuk ke dalam rumah untuk mengambil kunci motornya.
*
"Itu, Dana sama Parmi!"
Sari menoleh dan mendapati anaknya sedang membonceng nenek Parmi.
Ibu-ibu di sana menyambut nenek Parmi dan Dana dengan antusias.
"Duh, Parmi dateng sama calon mantunya!" goda Sulis, salah seorang pekerja di sana.
"Jangan gitu. Nanti Dana nggak mau main ke rumah lagi," protes nenek Parmi, yang kemudian berjalan dan ikut duduk bergabung dengan mereka di atas karpet di halaman rumah utama.
"Sini, duduk di sini Dana," kata bu Nani, salah seorang pekerja lainnya.
Dana, yang hendak duduk, berhenti saat melihat ternyata Dante duduk di kursi goyang, tidak jauh dari mereka. Pria itu sedang duduk membelakangi mereka dengan buku di tangannya.
"Dana langsung pulang saja Bu Nani," ucap Dana.
"Loh, kenapa? Duduk dulu. Ini, cicipi makanan, yang kami buat tadi," imbuh bu Nani.
"Nggak usah Bu. Maaf, Dana balik ya," kata Dana, yang kemudian berjalan ke motornya dan melesat pergi.
*
Selama dua hari berikutnya, Pak Rio dan Dante tidak datang ke kantor, karena mereka mengurus pekerjaan di Jogja. Absennya kedua bos itu tentu menjadi hal yang menyenangkan bagi Maya. Walaupun, gadis itu beberapa kali menggerutu, tentang sedihnya tidak bisa melihat wajah tampan Dante.
Doni, pun, dua hari ini jadi lebih banyak berkunjung ke kantor dan membawakan camilan untuk Dita, yang tentu saja, ikut dinikmati Maya dan Dana.
"Dana, nanti malam Hira katanya pulang. Dia ngajakin bakar-bakar. Mumpung Jum'at malam," ajak Doni penuh semangat. "Neng Dita, ikut, ya," lanjut Doni, dengan suara jauh lebih manis.
"Aku nggak ada yang ngajak, nih?" lontar Maya dengan wajah sewot.
Doninya langsung menggaruk tengkuk, "Ya, harus ikutlah kalau Mbak Maya. Nggak ada Mbak Maya, sepi nanti."
"Kita cabut aja jam setengah empat, gimana? Mumpung Pak Rio sama Mas Dante nggak ada," usul Maya penuh antusias.
"Tapi, masih ada Mbak Dana," ujar Dita, dengan suara kecilnya.
"Pinter! Jarang ngomong, sekalinya ngomong Dita pinter banget! Masih ada aku. Kalau nggak mau aku aduin ke Pak Rio, kita tetap pulang sesuai jadwal," sungut Dana.
Maya dan Doni sama-sama menatap Dana dengan jengkel.
*
Dana, Maya, Dita, Doni, dan Fandy, sudah berkumpul di dekat sungai kecil, yang juga tidak seberapa jauh dari rumah utama. Doni dan Fandy sudah mempersiapkan arang serta peralatan lain untuk membakar jagung dan ikan.
Kelimanya mulai membakar jagung dan ikan, yang mereka persiapkan. Sekitar pukul tujum malam, Hira datang dengan ransel besarnya.
"Kamu nggak pulang dulu?" tanya Doni pada Hira, yang baru datang.
"Iya, tadi langsung ke sini. Ya sudah, aku taruh tas dan mandi dulu," kata Hira, dengan senyum lebar.
Semua pun melambaikan tangan pada Hira. Dita dan Dana memberikan bumbu untuk jagung dan ikan, sedangkan Doni dan Fandy bertugas di depan alat bakar. Sedangkan Maya, gadis itu lebih sibuk dengan kamera dan videonya. Dia tidak hentinya membuat vlog dan bicara-bicara sendiri di depan kamera.
"Mbak Maya, bantuan sini!" teriak Doni pada Maya, membuat gadis bohay itu menoleh.
"Nanti dulu!" balas Maya, dengan suara cukup lantang, membuat Dana dan Dita saling menoleh, kemudian akhirnya tersenyum sendiri.
Tidak seberapa lama, Hira terlihat kembali lagi memakai baju lebih kasual.
"Ada yang perlu dibantu?" tanya Hira, saat sudah berdiri di samping Dana.
"Doni kayaknya butuh bantuan," ujar Dana, sambil mengarahkan dagunya ke arah Doni dan Fandy.
"Oke," jawab Hira dan dia pun menghampiri kedua cowok tersebut.
Setelah, jagung dan ikan, yang mereka bakar dirasa cukup banyak, semuanya berhenti dan duduk di karpet, yang dibawa Dana. Keenam orang tersebut menikmati makanan mereka sambil sesekali bercanda.
*
Dante, yang mengemudikan mobil dengan Rio di sampingnya, melihat beberapa orang sedang berkumpul di dekat sungai kecil tidak jauh dari rumahnya.
Sadar bahwa Dante berusaha keras melihat ke arah orang-orang tersebut, Rio pun berkata, "Biasa anak-anak sini. Kalau nggak malam Sabtu, ya, malam Minggu mereka suka kumpul. Kadang juga berkemah bareng."
"Oh," sahut Dante.
"Kamu kalau mau gabung, gabung aja. Bapak yakin, Dana pasti di sana juga," tambah Rio.
"Dana?" ulang Dante.
"Iya, Dana pasti diajak kalau ada acara apapun itu. Orang-orang sini, nggak ada yang nggak suka sama anak itu," ucap Rio sambil lalu.
Setelah, keluar dari mobil, Dante, yang berjalan mengikuti Rio di belakang, berhenti. "Pak, aku ke luar sebentar," kata Dante, dan, tanpa menunggu jawaban dari Rio, pria dengan tinggi diatas rata-rata itu pun, berjalan menuju tepian sungai, di mana orang-orang tadi sedang berkumpul.
Dan, benar saja, Dante sedang melihat Dana sedang duduk di samping Hira sambil mengobrol seru. Yang lainnya, juga di sana sedang menikmati camilan malam mereka.
"Boleh aku bergabung?" tanya Dante. Semuanya menoleh. Saat, semua masih menunjukkan ekspresi bingung, Mayalah, yang berdiri paling cepat dan langsung bergelayut manja di lengan Dante.
"Boleh banget, Mas Dante. Ya ampun, mimpi apa Maya semalam," kata wanita itu, sambil menarik lengan Dante dan memintanya untuk duduk bersama mereka. Sebelum, Maya berhasil membuat Dante duduk di samping dirinya, pria itu melepaskan tangan Maya pelan, kemudian berjalan ke arah Dana.
"Permisi ... permisi," kata Dante, yang kemudian duduk di antara Dana dan Hira.
Mau tidak mau, Dana dan Hira pun terpaksa menggeser bokong mereka. Dante, yang melihat minuman yang sedang dipegang Dana, langsung menyambarnya dan meminum minuman itu tepat di depan Dana dan Hira.
"Dante ... kamu nggak ..." Dana mau bilang jijik, tapi, dia tidak melanjutkan kalimatnya.
"Apa?" tanya Dante pada Dana, dengan tetap memasukkan sedotan minuman tadi di mulutnya.
"Aku ambilin minuman yang baru," sahut Dana, namun Dante langsung menahan tangannya.
"Di sini 'aja," desis Dante, dengan tatapan mata tajam terjurus pada Dana, membuat gadis itu mau tidak mau menurut.
"Sepertinya, kita belum berkenalan. Aku Hira," kata Hira, yang duduk di sebelah kiri Dante. Pria itu sudah mengulurkan tangannya.
Dante tidak langsung menerimanya. Dia menatap tangan Hira selama dua detik, kemudian ikut mengulurkan tangan dan menyalaminya. "Dante," ucap Dante dingin. Setelah itu, keduanya tidak saling bicara. Sehingga, ketiganya duduk dalam diam, sambil menatap teman-teman lain, yang sedang mengobrol seru.
"Apa kau mau jagung bakar? Atau ikan?" tanya Dana, berusaha mengusir ketegangan di antara mereka bertiga.
"Aku mau," jawab Hira lebih dulu.
"Aku juga," jawab Dante, tidak mau kalah.
Dana berdiri dengan canggung dan menatap keduanya bergantian. Anehnya, Dante dan Hira sama-sama tersenyum super manis pada Dana, membuat Dana semakin salah tingkah. Dana pun berjalan menuju meja, di mana, jagung bakar yang masih panas tersedia. Dia mengambil masing-masing satu dan menaruhnya di piring terpisah, kemudian menyerahkan pada Dante dan Hira, yang kembali tersenyum tidak jelas padanya.
Dana tidak kembali ke posisi duduknya di samping Dante, tapi, menghampiri Maya dan duduk di antara Maya dan Dita.
Dante dan Hira yang melihat itu, langsung menoleh dan saling menatap, sebelum.
"'Duh, mas Dante mau nempel Maya terus," celetuk Maya dengan manjanya.
Secepat kilat, Dante sekarang sudah duduk di antara Maya dan Dana.
*
"Dia belum bilang ke kamu?" tanya Andrew pada anaknya.
"Belum," jawab Mila santai, sambil membaca bukunya.
Mila kemudian menegakkan tubuhnya dan menatap Andrew serius. "Kenapa dia nggak mau bilang, ya, Pi?" tanya Mila.
"Papi lihat, dia kayaknya suka sama kamu," kata Andrew.
"Masak, sih, Pi?" kata Mila, dengan wajah berbinar.
"Mungkin, sebentar lagi dia akan jujur sama kamu. Dia nggak bisa terus bohongin papi juga, 'kan?" jawab Andrew, sambil menyentil hidung putrinya itu.
Mila terdiam, sambil berpikir lama. Beberapa hari, setelah dirinya dan Andrew bertemu dengan Dante dan Dana untuk membicarakan kontrak mereka, Mila datang ke perkebunan, untuk memberikan kontrak yang baru. Mila sengaja tidak menghubungi Dante, karena ingin memberikan pria itu kejutan.
Namun, sesampainya di sana, seorang karyawan di sana mengatakan Dante sedang berada di Jogja bersama Bapaknya selama dua hari. Dan anehnya lagi, karyawan tadi, memanggil Dante dengan sebutan Tuan Muda. Satu hal, yang tentu saja sangat mengejutkan Mila.
*
Menjelang jam sebelas malam, Hira dan Fandy membantu Dana merapikan karpetnya. Doni lebih dulu pamit, tepat saat Dita pulang. Doni bersikeras ingin mengantar Dita pulang. Sedangkan, Dana, Maya, dan Dante merapikan peralatan bakar dan peralatan makan lainnya.
"Dana, yuk, pulang bareng," panggil Hira, sambil membawa karpet, yang sudah terlipat dengan rapi.
"Iya, sebentar," ucap Dana, sambil terus merapikan peralatan makannya.
"Suruh dia pulang duluan. Aku antar pulang," ucap Dante, tepat di sebelah Dana, membuat gadis itu langsung menolehkan kepalanya.
"Rumahmu di situ," kata Dana1, sambil menunjuk rumah besar, yang disebut rumah utama tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Dana menatap Dante dengan aneh.
"Rumahku dan Hira searah," imbuh Dana.
"KAU PULANG DULU AJA! ADA YANG PERLU AKU BICARAKAN DENGAN DANA SOAL KERJAAN!" teriak Dante pada Hira. Hira menatap Dante dengan tajam, begitu pula dengan Dante.
"Dante, kau lupa, ini sudah jam sebelas malam? Kita bisa membahas soal pekerjaan besok, tidak harus sekarang," protes Dana, dengan mata penuh perlawanan.
"Besok? Besok kau akan beralasan besok 'kan Sabtu. Tidak, harus malam ini," ucap Dante, tidak mau dibantah.
"Aku tidak akan mengatakan hal seperti itu besok. Besok, aku akan menemuimu pagi-pagi," kata Dana lagi.
"Apa kau tidak tahu aku dan Bapak juga baru pulang malam ini? Pokoknya, harus dibicarakan sekarang," seru Dante.
Dana menghembuskan napas berat, kemudian berjalan menghampiri Hira. "Maafkan aku. Kamu taruh saja karpetnya, nanti aku bawa sendiri," kata Dana, dengan nada menyesal.
Hira menatap karpet, yang masih ada di tangannya, kemudian kembali melihat Dana. "Tidak masalah. Nanti aku titipin bu Sari. Lagipula, aku juga lewat rumahmu," kata Hira.
"Terima kasih, Hira," kata Dana pelan.
"Bukan masalah," ucap Hira, dengan senyum hangatnya.
Sepeninggal Maya, Hira, dan Fandy, Dana dan Dante duduk di kursi kayu, yang mereka tempati tadi.
"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Dana.
***
Pagiiiii .... yey seneng bisa rajin update. Jangan lupa kasih vote dan komen ya biar aku tahu kalian ada di sini dan bikin aku terus semangat menulis. Makasiih banyaak semuanya :D
Published on Saturday, July 9, 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top