Part 3 - Once Upon a Favor
Bagaimana itu bisa jadi kabar baik buat aku? Itu namanya tidak ada lagi harapan buat kami.
(Mila)
Pak Bos, Pak Rio, nyuruh aku dan satu lagi karyawan di sini untuk kembali meninjau ulang penawaran kalian dan menyerahkan keputusan pada kami. Jadi kalau kau bisa meyakinkan aku dan karyawan yang lain ini, kalian bisa menyewa lahan di sini untuk rencana penginapan yang kalian ajukan.
(Dante)
Terkirim. Hanya dua detik sebelum ponselnya berbunyi. Nama Mila muncul di layar ponsel dan Dante tersenyum lebar melihatnya.
"Ngapain tele...," ucapan Dante terputus karena Mila berteriak dengan kegirangan di ujung sana.
"OH MY GODD!!!!! I CAN'T BELIEVE THISSS!!!! KAMU GAK LAGI BERCANDA KAN??!!" teriak Mila dan Dante tertawa mendengarnya.
"Aku bakal jelasin kalau kamu berhenti teriak," ucap Dante sambil tertawa.
"Maaffkann aku ... maafff," ucap Mila sambil menarik napas berusaha mengendalikan dirinya.
"You have no idea how much this means a lot to me," imbuh Mila masih berusaha mengendalikan napasnya.
"Aku tidak bisa menjanjikan apa-apa. Aku akan tetap bersikap objektif. Dan karyawan satu ini, she's rather though," Dante memperingatkan.
"Baiklah ... baiklah. Aku akan berusaha sebaik mungkin," jawab Mila masih terdengar sangat bersemangat.
"Oke. See you on Saturday. Kita bisa membahasnya lagi nanti," ucap Dante.
Setelah Mila menutup sambungan teleponnya, Dante menatap ponselnya dan tersenyum lebar. Dia tidak sabar bertemu gadis itu lagi besok Sabtu.
Masih jam setengah delapan. Namun, Dante memutuskan ke kantor sekarang.
Sesampainya di pendopo kantor, Dante melihat gadis yang dia lihat bersama Maya kemarin. Sepertinya dia juga baru datang karena dia terlihat menaruh tasnya dan sedang menyalakan komputer. Gadis pendiam itu langsung berdiri saat melihat Dante.
"Pagi tuan," sapa gadis tadi.
"Yang lain belum datang?" tanya Dante. Dia mendengus pelan saat melihat Dana belum datang.
"Mbak Maya belum datang tuan. Biasanya dua menit sebelum jam delapan sudah sampai sini," jelas gadis tadi.
"Dana?" tanya Dante lagi.
"Kalau Mbak Dana pasti jam tujuh sudah di sini. Barusan pergi ke kebun terung tuan muda," jelas gadis tadi.
"Oke," ucap Dante. "Biar saya yang ke sana."
Dante pun kembali menaiki motor buntut Rio dan menuju kebun terung. Sepanjang perjalanan, dia melihat sudah banyak yang berubah dari perkebunan Pramudana. Selain bertambah luas, perkebunan Pramudana juga sekarang mebudidayakan lebih banyak sayuran dan buah.
Dari kejauhan, dia melihat Dana sedang berbincang dengan beberapa pekerja perkebunan yang memakai seragam berwarna ungu tua, sesuai dengan di lahan mana mereka dipekerjakan.
Dante turun dari motor dan ikut menyapa karyawan yang sedang berbincang dengan Dana. Setelah saling sapa dan karyawan-karyawan tadi menyalami Dante dengan penuh hormat, Dante pun pamit dan menyuruh Dana ikut dengannya.
"Ayo naik," kata Dante yang sudah duduk di jok motornya.
"Aku bawa sepeda," ucap Dana sambil menunjuk sebuah sepeda vintage putih dengan keranjang anyaman rotan di bagian depan yang terisi sebuah buku dan beberapa bunga yang sepertinya baru dia petik. Dante menatap sepeda putih tadi dan Dana bergantian.
"Aku ke sana sekarang," ucap Dana. Dengan cepat Dana pun berjalan ke arah sepedanya dan menaiki benda beroda dua itu.
"DANA JANGAN LUPA BESOK MALAM YA!!!" teriakan seorang pria dengan seragam berwarna ungu tua membuat Dante menoleh ke arahnya.
"OKE!!!" jawab Dana sambil berteriak tanpa menoleh dan mengayuh sepedanya cepat.
Setelah Dana mengayuh sepedanya dengan cepat dan gadis itu tidak lagi terlihat, Dante seakan tersadar dari lamunannya dan segera menyalakan motor. Tidak lebih dari sepuluh menit, Dante sudah sampai di pendopo kantor dan mendapati Dana sudah di sana. Gadis itu sedang berbincang dengan Maya dan gadis satunya lagi.
Dana yang melihat Dante datang, menoleh dan langsung mendatangi Dante. Dante duduk di kursi yang diduduki Rio kemarin sedangkan Dana duduk di depannya.
"Ada apa?" tanya Dana tanpa basa-basi dengan wajah berkeringat padahal ini masih belum jam sembilan pagi.
Dante tidak langsung menjawab. Dia cukup penasaran dengan apa yang dilakukan Dana di kebun terung. Namun, dia menahan diri dulu karena ada hal penting lain yang ingin dia bahas.
"Kau bertemu dengan Bu Mila kemarin ya?" tanya Dante datar.
"Bu Mila?" tanya Dana dengan kening berkerut.
"Iya, yang kemarin datang ke sini menawarkan proposal perihal rencana membuka penginapan di perkebunan kita," jelas Dante dengan raut heran bagaimana Dana sudah lupa kejadian yang baru kemarin.
"Oalah ... iya iya. Mbak Mila. Jangan dipanggil Ibu kan orangnya masih muda," celetuk Dana sambil menepuk pahanya sendiri setelah ingat Mila yang dia temui kemarin.
"Biar formal," sela Dante.
"Iya ketemu. Ada masalah?" tanya Dana kali ini raut wajahnya terlihat khawatir.
"Kemarin Bapak sudah bilang ke aku soal rencana mereka. Aku juga udah lihat proposal mereka. Sayangnya, pendapatku beda sama pendapat kamu sama bapak. Jadi ...," Dante belum selesai saat Dana menyela.
"Kamu tahu kenapa aku gak setuju?" tanya Dana dengan tajam, berbeda dengan raut wajah ramahnya barusan.
Seketika Dante diam dan menunggu Dana menyelesaikan kalimatnya.
Dana menegakkan punggungnya. "Mereka minta lahan di perkebunan tomat. Mereka bilang view di sana yang paling bagus. Namun lahan yang mau mereka sewa cukup luas. Aku cukup khawatir dengan pekerja di kebun tomat jadi aku mengusulkan mereka harus mencarikan solusi untuk para petani dan tahu jawaban mereka? Mereka akan merekrut karyawan sendiri sehingga bisa memenuhi standard mereka. Bagaimana dengan teman-teman di kebun tomat? Oh ya, aku hampir lupa kau sudah lama meninggalkan perkebunan jadi kemungkinan kau tidak mengenal mereka. Tapi ku harap kau mengganggap semua karyawan di sini termasuk aku, keluargamu. Jadi, kalau kau menerima tawaran mereka, tolong pikirkan keluargamu di kebun tomat. Kalau mereka menyewa lahanmu, bukankah harusnya orang sekitar yang diberdayakan bukannya membawa orang luar ke sini?" jelas Dana dengan serius. Tidak ada sedikit pun keraguan dalam kata-katanya.
Gadis itu berbicara seakan orang-orang di perkebunan tomat adalah kakak dan adik kandungnya. Wajahnya berubah serius, berbeda dengan saat Dante melihatnya di sungai bersama dua kerbau pagi tadi atau saat gadis itu tertawa bersama orang-orang di perkebunan terung.
"Apa kau sudah mengatakan soal keberatanmu?" tanya Dante dengan lembut.
"Ya. Tentu saja. Tapi mereka masih menolak. Mereka bahkan ....," kata Dana, terlihat sedikit lebih emosional. Dia diam sebentar dan menarik napas pelan sebelum melanjutkan. "Mereka bahkan mengatakan tidak mungkin mereka mempekerjakan petani sebagai staff penginapan berstandard tinggi."
"Apa kau yakin mereka mengatakan itu?" tanya Dante dengan kening berkerut. Apakah mungkin Mila mengatakan hal-hal seperti itu?
"Aku paham kalau kau tidak percaya padaku. Kau baru pulang kemarin. Kau bisa memastikan kembali pada Mbak Mila dan Ayahnya. Tapi kumohon, kumohon dengan sangat," kata Dana dengan mata melebar. "Jangan berkata ya kalau mereka masih tidak peduli dengan keluargaku."
Dante diam. Dana baru saja mengatakan orang-orang itu sebagai keluarganya. Dante merasa sedikit malu namun dia tidak mau terlalu terhanyut. Bisa saja Dana hanya sedikit berlebihan mengatakannya. Dante cukup yakin Mila gadis yang sangat baik dan pintar.
"Baiklah. Kita temui mereka lagi minggu depan. Aku sudah menghubungi Mila," ucap Dante.
"Tadi kau memanggilnya Bu Mila sekarang kau memanggilnya Mila," kata Dana.
"Aku ... sudah bertemu dengannya. Tapi dia tidak tahu aku anak pemilik perkebunan," kata Dante cepat-cepat menambahkan kalimatnya yang terakhir.
Dana memicingkan mata. Dana bisa melihat ekspresi berbeda dari Dante saat pria itu menyinggung soal Mila. "Aku tahu dia sangat cantik. Ini bukan soal itu kan?" tanya Dana penuh selidik.
"Apa kau meragukan profesionalitas ku?" pungkas Dante.
"Apa aku perlu mengkhawatirkan profesionalitas mu?" Dana ganti bertanya.
"Tentu saja tidak!" seru Dante merasa sedikit terhina dengan gadis yang lebih muda tiga tahun di depannya itu.
"Bagus. Kalau begitu aku tidak perlu khawatir. Aku akan menemanimu minggu depan sesuai yang kau bilang tadi." Setelah mengatakan itu, Dana berdiri bahkan sebelum Dante mengatakan mereka sudah selesai.
"Kau mau kemana?! Aku belum bilang aku sudah selesai!!" teriak Dante karena Dana sudah berbalik dan berjalan lima langkah. Maya dan gadis satunya berbisik-bisik sambil melihat keduanya.
Dana berhenti dan menoleh. Tapi dia tetap berdiri di tempatnya. "Ada yang belum kau sampaikan?" tanya Dana, entah kenapa wajahnya terlihat sedikit kesal berkat senyum yang dipaksakannya.
Dante terlihat bingung, sebelum dia akhirnya ingat tentang perkebunan terung yang dikunjungi Dana tadi pagi.
"Apa ada masalah di kebun terung?" tanya Dante yang sudah ikut berdiri.
"Kenapa tidak kau tanyakan langsung pada mereka? Aku mau ke sana sekarang," jawab Dana masih dengan senyum terpaksanya.
Dante tidak lagsung menjawab. Selama tujuh detik keduanya hanya saling beradu pandang masih berdiri di tempat mereka masing-masing. Saat Dana berbalik dan keluar kantor, saat itulah Dante langsung berlari menyusulnya.
*
"Waduh kayaknya tuan muda suka sama Dana. Kenapa sih semua orang di sini banyak yang suka sama dia. Padahal kan Dana kecil, kurus, dan gak seksi sama sekali gitu. Beda sama badan Maya yang menonjol depan belakang ini," ucap Maya sambil memonyongkan mulutnya.
Dita hanya diam sambil menggelengkan kepalanya.
*
Dana yang sudah hendak meraih pegangan sepeda, merasa badannya langsung diputar sembilan puluh derajat. Ternyata Dante menarik tangannya dengan cukup keras.
"Naik motor aja sama aku," perintah Dante dengan tatapan tajam.
"Nggak perlu. Aku naik sepeda aja," jawab Dana. Mood gadis itu belum berubah.
"Sebagai bawahan kamu cukup membangkang ya," tegur Dante cukup keras.
Merasa tidak terima dengan kata-kata Dante, Dana balik menatapnya tajam. "Sebagai atasan, kamu cukup mengecewakan ya," balas Dana.
"Maksud kamu apa?!" seru Dante masih tidak melepaskan cekalan tangannya.
"Di hari pertama kamu sudah ngajak ngomong soal kerjaan tapi ujung-ujungnya kamu pengen impress cewek cantik aja," geram Dana.
"Bisakah kau tidak menarik kesimpulan sendiri?" todong Dante.
"Oke. Beritahu aku kalau aku salah," Dana kembali menyudutkan.
"Mungkin kita bisa jalan menuju kebun terung sambil bicara?" tawar Dante, sepertinya menawarkan perdamaian.
Dana terdiam sebentar sebelum akhirnya mengalah, "Baiklah."
Perlahan, Dante melepaskan tangannya dari tangan Dana dan berjalan lebih dulu sambil menoleh ke Dana. Gadis itu mengikuti Dante tepat di sampingnya.
Keduanya berjalan berdampingan menuju kebun terung. Dante tidak langsung bicara. Hingga dua menit keduanya hanya berjalan bersama. Tepat setelah itu Dante mengaku, "Oke. Kau benar. Aku memang tertarik pada Mila."
Dana langsung berhenti dan menoleh cepat ke arah Dante dengan mata lebih menyala-nyala.
"Dengarkan aku dulu," Dante cepat-cepat menambahkan sebelum Dana semakin marah dan salah paham padanya.
"Aku memang menyukainya tapi aku tidak terima kalau kau meragukan profesionalitas ku. Aku tidak akan pernah mencampur adukkan masalah kerja dan pribadi. Jujur, kupikir rencana mereka cukup bagus untuk perkembangan perkebunan kita. Apa kau tidak pernah melihat perkebunan besar lain menerapkan konsep yang sama?" tanya Dante.
Dana hanya terdiam, sepertinya masih tidak percaya pada teman masa kecilnya yang sudah lama menghilang ini. Dana masih diam, jadi Dante pun tetap di tempatnya dan berdiri menghadap Dana.
"Aku sudah jujur padamu kalau aku menyukainya. Tapi aku berjanji hal itu tidak akan memengaruhi cara pandangku terhadap rencana mereka. Karena itu aku mengajakmu. Selain Bapak menyuruhku untuk mengajakmu tentu saja. Kau bisa menilai sendiri nanti," ucap Dante dengan sangat meyakinkan.
Dana melipat kedua tangannya di depan dada. "Baiklah. Aku bisa menilainya nanti," ucap Dana acuh.
"Dia berbeda," imbuh Dante cepat.
Dana hanya diam sambil menatap Dante.
"Kau mungkin tidak tahu bagaimana orang-orang yang selama ini berada di dekatku bersikap baik padaku karena mereka tahu latar belakangku. Aku bahkan sudah tidak bisa membedakan lagi mana yang benar-benar menyukaiku atau mana yang menyukaiku karena kekayaanku. Tapi dengan Mila, semuanya berbeda. Dia tidak mengenalku tapi aku merasakan tatapan menyenangkan dari matanya. Bagaimana kami mengobrol lama. Dia bahkan mengira aku pekerja baru di sini," ucap Dante tampak sangat bahagia saat membicarakan Mila.
"Tidak ada orang di sini yang tidak mengenalmu. Tidak mungkin dia tidak mengenalmu," kata Dana ragu.
"Dia tidak tahu. Aku baru datang saat itu. Aku bahkan belum sempat ke rumah utama saat aku melihatnya di perkebunan tempo hari," Dante kembali meyakinkan Dana.
"Baiklah. Kau menyukai siapa, itu urusanmu pribadimu, aku tidak berhak ikut campur. Tapi kalau sudah menyangkut perkebunan, sudah pasti itu menyangkut diriku," kata Dana tegas. Dia bahkan mengarahkan jari telunjuknya ke tanah.
Dante tertawa melihatnya. "Sebenarnya yang pemilik perkebunan aku atau aku?" tanya Dante sambil tertawa.
"Aku tidak perlu memilikinya untuk menjadi bagian dari perkebunan ini. Orang-orang lain di sini juga," ucap Dana sambil menunduk.
Dante terdiam, merasa bersalah dengan kata-katanya barusan.
"Hei, aku minta bantuanmu. Saat kita menemui mereka minggu depan, jangan panggil aku tuan muda," kata Dante.
Dana mengangkat kepalanya dan menatap Dante heran. "Memangnya sejak kapan aku pernah memanggilmu tuan muda?" tanya Dana.
Dante kembali tersenyum. "Kau benar juga. Yang penting jangan sampai Mila tahu," imbuh Dante, menundukkan kepalanya agar bisa melihat wajah Dana lebih jelas, karena gadis itu jauh lebih pendek darinya.
"Ada lagi," tambah Dante.
"Apa itu?" tanya Dana terlihat tidak sabaran.
"Kau harus membantuku mendapatkan gadis itu. Dia satu-satunya yang melihatku sebagai diriku, bukan sebagai seorang tuan muda," pinta Dante dengan wajah berseri kepada teman masa kecilnya.
"Apa yang bisa kulakukan?"
"Kau harus mengajariku cara menaklukkan hatinya tanpa aku harus menggunakan uangku sedikit pun," jelas Dante.
***
Olaaa ... ada yang lagi nungguin kan? ada ya ya .. ya. Hehehe ... Semoga kalian suka part ini dan kasih vote dan komen kalian. Makasih sekali lagi karena sudah mampir di sini. Love You!!!!
Published on Sunday, Jul 3, 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top