STARRAWS YOU | Stela Invenire Magnalia Dei by AthnAphrdt
| A Fantasy - Family Story |
"Penggemar berat Rick Riordan, juga bercita-cita ingin bertemu dengan Hades yang paling tampan. Penggemar genre fantasi dan fiksi ilmiah." - The Rising Star, AthnAphrdt
***
Saat terbangun, ia sudah berada di sebuah ruangan gelap. Tempat yang bahkan tidak ia ketahui di mana letaknya. Star berusaha mengembalikan fokusnya dan teringat bahwa tadi ia kehilangan kesadaran.
Star menolehkan kepalanya yang sedikit kaku, mencoba mencari sesuatu yang mungkin bisa membantunya keluar dari ruangan tak dikenal ini.
Ketika sedang kebingungan mencari jalan keluar, Star menemukan kotak hitam kotor dan besar—yang tampak seperti peti mati—menunggu untuk dibuka terletak di sudut ruangan. Ia pun menghampiri kotak tersebut dan menelitinya terlebih dahulu, kalau-kalau kotak itu berbahaya. Star sendiri adalah pribadi yang sangat teliti terhadap hal-hal asing, sampai-sampai saat ini ia meraba setiap pahatan yang menonjol di badan kotak usang itu, takut jika ada sesuatu yang tak diinginkan. Siapa yang akan kerepotan jika menemukan hal aneh atau sebuah jebakan? Diri sendiri, bukan? Itu pula yang dipikirkan oleh Star.
Setelah merasa aman, ia pun membuka penutup kotak hitam berdebu itu dengan perasaan yang meletup-letup. Dan matanya membulat sempurna ketika yang ia dapati hanyalah pecahan kaca yang terendam darah segar, seketika ia menjerit kencang dan sontak menangis. Ia sangat takut pada kaca!
Star berlari ke segala arah seraya mengacak-acak rambutnya, ia mencoba untuk mencari jalan keluar dengan pikiran yang kacau. Tetapi setelah lelah berlarian ke sana kemari, bukan sebuah pintulah yang ia temukan. Melainkan sebuah cermin besar yang menampakkan penampilan berantakan miliknya. Spontan ia pun kembali berteriak hingga suaranya terdengar parau (entah ia berteriak karena takut pada cermin atau penampilan menyeramkan dirinya sendiri).
Dengan seribu kebodohannya, Star malah terus menatap cermin: tak berhenti berteriak sembari melihat penampilan anehnya. Sedetik kemudian sekilap petir menyambar kaca besar itu hingga membuatnya pecah berkeping-keping. Terlalu jelas penyebab datangnya petir tak diundang itu, Star mengepalkan tangannya yang sudah berkeringat. Perlu diketahui, bahwa Star memiliki sebuah anugerah yang membuatnya bisa mengendalikan petir dan air. Tapi di saat-saat seperti ini, kekuatan itu akan mengecil kekuatannya seumpama Star sedang tertekan, dan bisa menjadi liar tak terkendali.
Star jatuh tersungkur. Telinganya berdenging hebat. Setelah dengingan itu mereda, ia mulai terbatuk dan kepalanya terasa sangat pening, jantungnya berdetak kencang seperti hendak meledak. Mendadak udara di sekitarnya menghilang hingga ia tak bisa bernapas. Star menggelepar, dan mencoba untuk terus menghirup udara. Selepas beberapa detik paru-parunya tidak mendapatkan oksigen, akhirnya Star mendapatkan oksigen kembali sebelum ia mati kehabisan napas.
Segera ia meraba benda terdekat, yaitu segulung kabel terbengkalai yang sudah mengeras, dan menggantungkannya di cuping telinga. Ia menghirup napas panjang. Mencoba mengingat kejadian apa saja yang telah ia lalui hingga bisa sampai di tempat aneh yang hampir membuatnya mati ini.
Kepalanya kembali berdenyut nyeri ketika ia memaksa mengingat hal tersebut. Star bergeming, mengapa ia tak bisa mengingat kejadian apapun? Lalu bola matanya menangkap sebuah cahaya berkelebat di sudut ruangan. Dengan heboh ia bangkit dari duduknya dan berlari menuju cahaya itu.
Setelah ia dekat dengan cahaya, Star dapat melihat keadaan di sekelilingnya dengan bantuan pendar cahaya itu. Ternyata ia berada pada ruangan yang dikelilingi oleh dinding penuh cermin. Star membuat tekad dalam hati, bahwa ia harus keluar dari ruangan ini secepatnya. Jika tidak, bisa-bisa ia mati ketakutan. Bayangkan, cermin!
Star yang masih terisak-isak lekas menutup mata sembari terus berjalan dengan tertatih-tatih dalam kegelapan yang ia buat sendiri. Untuk kali pertama Star merasakan penderitaan yang teramat sangat hingga membuatnya ingin menjerit sekuat tenaga, dan membanting apapun, siapa pun. Kemudian matanya terasa silau. Maka ia pun mengerjap dan segera menetralkan pandangannya. Lalu ia menemukan seorang lelaki yang membawa sebuah lampu minyak tengah menatapnya tajam.
Lelaki itu adalah—
"Hei, Star, ayo bangun! Ibu membutuhkan kita berdua." Star terbangun impulsif dari tidur gaduhnya karena lengkingan suara Elonio. Ia mengusap peluh di dahi dan bernapas lega kala melihat saudara tirinya itu sedang menatap Star dengan pandangan sebal.
Star mendadak terkikik geli. "Wajahmu sangat menggemaskan, El." Star buru-buru menyibak selimut merahnya dan menyingkapkan tirai terlebih dahulu sebelum berjalan sempoyongan menuju wastafel untuk mencuci muka dan menggosok gigi.
Lelaki berambut merah dengan pucuk rambutnya yang sedikit hitam itu mengangkat kedua alisnya. "Apa maksudmu, Star? Ah lupakan saja, itu tidak penting bagiku. Aku tidak mau tahu, kau harus cepat-cepat temui aku di halaman." Selesai berkata, Elonio pun segera angkat kaki dari ruangan yang menurutnya lebih mirip dengan kandang babi ketimbang kamar tidur itu.
Lima belas menit kemudian, Star menemui Elonio di halaman rumah. Sesampainya ia di sana, Star tidak disambut oleh senyum ramah Ester—Ibu tirinya—melainkan disuguhi oleh senyum misterius Elonio. Elonio melambaikan tangannya. "Mendekatlah, Star. Aku ingin berbicara padamu."
Tanpa rasa ragu atau curiga, Star berjalan menuju Elonio. Jarak mereka hanya tinggal beberapa langkah lagi ketika sebuah tornado menghempas Star tanpa peringatan hingga membuatnya terpelanting jauh. Tentu saja hal tersebut memancing emosinya, terlebih saat ia melihat Elonio tersenyum geli. Star berteriak dengan kacamata yang merosot sampai pangkal hidungnya. "Hei, apa yang salah denganku, El? Mengapa kau melakukan ini?"
Elonio bersedekap. "Kau tahu, Star, aku sangatlah membencimu. Maka ayo kita bertanding, kita buktikan kekuatan siapa yang paling unggul."
"Kau berbohong, El. Kau tadi berbicara bahwa kita sedang dibutuhkan oleh Ibu," seru Star sengit.
Elonio memutar bola matanya jengah. "Oh ayolah, Star. Kau bodoh—"
Sebelum Elonio menyelesaikan perkataannya, sebuah panah api memelesat ke sampingnya. Elonio terkesiap akan serangan mendadak tersebut.
"Dasar payah! Ayo lawan aku, katanya kau pemberani!" Star berkacak pinggang dengan angkuh. Gadis tinggi berambut ikal itu menantang Elonio dengan bangga.
Elonio tidak ingin tinggal diam, maka ia pun maju selangkah guna menggertak Star yang masih bertahan di posisinya dengan sombong. Lantang dan berani Elonio menyahut, "kau akan menyesal, Star. Jangan coba-coba untuk bergerak! Jika kau bergerak seinci saja, aku akan berlari menerkammu. Dasar anak haram!"
Star tertawa dan tubuhnya berguncang, membuat rambut ikal oranye-nya pun bergoyang mengikuti gerak tubuhnya. "Tenang saja, El. Aku tak 'kan melakukan apapun padamu. Tetapi peraturan itu berlaku jika kau pun tidak melakukan apa-apa padaku. Kau tahu akibatnya bila kau melanggar peraturan."
Elonio menggeram, kulit wajahnya yang pucat berubah memerah karena menahan rasa kesal. Tangannya mengepal kuat hingga membuat guncangan kecil pada bumi. Tanah yang mereka pijak bergetar dan angin mendadak berhembus kencang. Awan hitam pun menggumpal menutupi langit biru hingga membuat alam semesta menggelap.
Alih-alih gentar, Star justru ikut mengepalkan tangannya. Buku-buku jarinya memutih dan guntur bergemuruh di atas kepalanya. Petir berkilat tak kalah seram. Kendati demikian, petir itu terlihat indah ketika membentuk sebuah nama. XlYZ.
Inisial dari Xlyarent Starsiouzh.
Rambut ikal kemerahan Star menyala terang dan mengeluarkan percikan-percikan api di pucuknya. Netra abu itu menajam seiring pergerakan petir yang semakin liar. Bingkai kacamata tanpa lensanya terjatuh, membuat suara berdebum yang sangat keras. Elonio tak mengira bahwa kekuatan Star bisa sehebat itu. Sebelumnya ketika mereka berlatih bersama, Star tidaklah sekuat seperti saat ini. Ia tak memikirkan konsekuensi seperti apa yang akan ia dapatkan jika melawan Star, adik yang sangat ia benci karena Star bukan adik kandungnya, melainkan anak haram ayahnya dengan perempuan liar tak dikenal.
Star kembali tertawa ketika melihat raut wajah Elonio yang menciut. Ia menjulurkan lidah dan meledek Elonio. "Kau takut, El? Bukankah kau yang memancingku? Sungguh kau seperti tikus yang bertemu dengan seekor harimau besar, El. Dasar pengecut bermulut besar." Setelah mengucapkan kata-kata itu, Star dibuat terkaget-kaget karena kedatangan seorang tamu tak diundang. Belum sempat ia berteriak memberi peringatan pada Elonio, seutas tali sudah terlanjur menjerat leher Elonio tanpa ampun.
Langit kembali cerah ketika Elonio terjatuh dengan wajah yang semakin pucat dan mata melotot. Mulutnya berusaha untuk tetap bernapas dengan keadaan yang sangat mengenaskan.
Seorang gadis gempal muncul dari balik Elonio. Ia membawa seutas tali bening tajam yang terlilit pada leher Elonio. "Bukan Elonio saja yang pengecut, melainkan kalian berdua. Dasar sampah masyarakat, darah campuran tak berguna." Dengan senyum miring yang masih terpampang jelas, ia menarik tali itu kencang hingga membuat leher Elonio tersayat.
Star memekik dan mengentakkan kakinya keras-keras. Ia berlari menuju Elonio yang mengulurkan tangan, dengan kecerobohannya yang sudah mendarah daging, ia malah menarik lengan Elonio kencang: membuat luka saudaranya itu semakin parah.
Elonio membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, sayang sekali Star tidak mengerti dengan apa yang Elonio ucapkan. Star memilih tak acuh dan mendongak, menatap Clea yang masih tersenyum miring. Star mengepalkan tangannya dan seketika petir menyambar hingga menyentuh tanah, membuat retakan yang menganga lebar.
Clea menggeleng tak percaya dengan apa yang ia lihat, tidak mungkin ia melihat sesuatu seperti tadi menggunakan mata kepalanya sendiri. Sesuatu yang sangat haram jika manusia biasa melihat kekuatan seorang darah campuran di depan mata. Itu hal yang sangat tabu bagi masyarakat kota Glaust. Clea tak menyangka ketika Star mengangkat sebelah lengannya dengan sengaja, tubuhnya pun akan ikut terangkat.
Lalu Star memilin kencang jemarinya sendiri. Entah apa yang Star lakukan pada Clea, jelas-jelas Clea berteriak kesakitan dengan wajahnya yang lesi. Sedetik kemudian Clea mati seketika. Star pun menjatuhkan kembali tubuh Clea yang sudah tak bernyawa. Star menyambar tubuh Clea menggunakan petir maha dahsyat yang membuat tubuh Clea hangus dan hanya meninggalkan abu.
Dengan tergopoh Star menghampiri Elonio. Belum sempat Star melontarkan ucapannya, Elonio segera berkata, "mengapa, Star?" Ia terduduk di hadapan Star, menunduk pilu meratapi tetesan darah yang masih mengucur dari lehernya. Sangat ganjil tatkala darah Elonio mengeluarkan bunyi ketika tetesannya menyentuh tanah. Mungkin itu bukan hal aneh lagi di antara Star dan Elonio hingga mereka tidak memperhatikan keganjilan tersebut.
Star tersenyum pada Elonio dan menjawab, "karena aku menyayangimu, El. Aku bangga memiliki saudara sepertimu. Aku benar-benar menyayangimu!" Manik abunya berbinar seraya meneteskan bulir-bulir bening yang meluncur indah di pipinya.
Elonio lekas mengangkat wajahnya dan menatap Star dengan pandangan tak percaya. Bersama perasaan haru yang membuncah, ia menggelengkan kepalanya berulang kali. Elonio merasa bahwa ini hanya sebuah fatamorgana. Sangat tidak mungkin jika seseorang yang sering kali ia siksa akan menyatakan hal ajaib seperti tadi. Star berjongkok di hadapan Elonio dan mengusap bahu Elonio lembut. Tanpa aba-aba, Star membawa tubuh hangat Elonio ke dalam pelukannya. Ia tak peduli dengan langit yang kembali cerah yang memperlihatkan cahaya oranye berkilau nan indah. Tampak seekor naga melintas, ekornya mengibas membentuk sebuah pelangi yang terlampau elok jika dilewatkan barang sedetik. Sayang sekali karena mereka tidak segera melihatnya.
Selagi berpelukan, Elonio merasa sedikit janggal ketika rambutnya terasa ditarik sesuatu. Ia pun mencoba untuk melepaskan pelukan erat Star untuk memastikan bahwa Star tidak sedang memakan rambutnya, ia sangat tahu akan tabiat ganjil adiknya itu. Dan benar saja tebakannya, Star tengah mengunyah sehelai rambut yang terlepas dari kulit kepalanya. Elonio menggeleng takjub akan tingkah laku Star.
Star menelan sehelai tipis itu lalu tertawa kecil. "Ada apa?"
"Dasar aneh. Ayo kita pulang, matahari sudah semakin tinggi." Elonio berdiri dan menepuk-nepuk bagian belakang celananya yang sedikit kotor. Ia bahkan tak memikirkan luka di lehernya yang kian memudar.
Star dan Elonio berjalan berdampingan dengan canggung. Terasa sedikit asing ketika mereka berdua tidak bertengkar lagi.
Hingga ketika Elonio memegang kenop pintu dan membukanya, Ester sudah berdiri di hadapan mereka dengan senyum meledek yang terlukis di wajah cantiknya. "Jadi kalian sudah berdamai? Keren, keren. Aku menyukainya!"
Star dan Elonio berpandangan lalu tawa kencang terlepas begitu saja dari bibir mereka berdua. Sangat tidak disangka-sangka ketika Ester yang sudah terbiasa memarahi mereka berdua berubah begitu saja ketika melihat kedua anaknya berdamai.
Star bergelayut manja pada lengan Ester sembari bertanya, "Bu, mengapa masyarakat tak menyukai keberadaan keluarga kita yang cenderung berdarah campuran? Sebenarnya apa yang salah dengan kita, Bu?"
Elonio mendudukkan bokongnya pada sofa beledu yang terletak di depan perapian. Ia pun menolehkan kepalanya pada Ester yang sedang mengusap puncak kepala Star dengan lembut, sedikit tertarik dengan pembicaraan Ester dan Star. "Aku juga penasaran, bisakah kau memberitahukannya pada kami, Bu?"
Ester menarik napas dalam-dalam. "Baiklah, Ibu akan menceritakannya. Tetapi dengan satu syarat. Tolong jangan ganggu Ibu terlebih dahulu, Ibu akan membuat makan malam. " Ester memandang Star dengan tatapan yang sulit diartikan, lalu ia kembali melanjutkan ucapannya. " Dan khusus untuk kau, Star. Aku tak membutuhkan bantuanmu, dasar pemalas. Kau hanya akan menghancurkan dapurku saja."
Elonio tertawa keras mendengar ucapan terakhir Ester, sedangkan Star merengut dan ikut duduk di sofa bersama Elonio.
Sebenarnya sudah sedari lama Elonio ingin berdamai dengan Star. Namun, ia masih tidak terima dengan kejadian beberapa tahun silam ketika ia masih berumur delapan tahun. Josh—ayahnya—pulang membawa seorang gadis kecil di pelukannya, Josh berkata bahwa gadis itu adalah anaknya dari perempuan lain yang baru saja mati karena sebuah kecelakaan.
Gadis kecil itu pun hanya berbeda tiga tahun saja dengan Elonio. Mau tidak mau Ester dan Elonio harus menerimanya dengan lapang dada, karena jika tidak, gadis itu akan diberikan kepada panti asuhan oleh Josh pada malam itu juga. Lagi pula siapa yang bisa menolak seorang gadis mungil berwajah menggemaskan bak boneka porselen? Terlebih Ester merasa iba pada Star yang malang. Maka ia pun tidak ambil pusing dengan perselingkuhan Josh dan memilih untuk melupakannya.
Elonio tahu bahwa ia hanya bersikap berlebihan pada Star. Bahkan Ester yang sebenarnya sangat tersakiti pun memilih untuk merawat Star, dan menyayangi Star seperti menyayangi anaknya sendiri.
Elonio menyadari kesalahannya selama ini, ia tak pantas marah dan berlaku kasar pada Star yang jelas tidak tahu apa-apa perihal peristiwa tersebut. Elonio menghela napas dan memberanikan diri untuk menggeser duduknya menjadi lebih dekat dengan Star. Dengan tersipu, Elonio merangkul adik yang lebih tinggi darinya itu penuh kasih sayang. "Hei, maafkan aku, ya? Aku benar-benar menyesal dengan sikapku padamu yang sangat tidak pantas diberikan oleh seorang Kakak kepada adiknya."
Star menoleh dengan senyum tipis yang terukir di wajahnya, semburat merah muncul di pipinya. "Tak apa, El. Aku tidak mau membicarakannya saat ini. Tapi ingat, aku akan membalas semua perbuatanmu nanti."
Elonio tak bisa menahan rasa sayang yang sudah lama ia pendam untuk lebih lama lagi. Maka ia pun melampiaskannya dengan cara mengacak-acak rambut Star dengan gemas. "Aku sangat menyayangimu, adik nakal!"
***END OF Stela Invenire Magnalia Dei*
K O L O M N U T R I S I
1. Hal kecil apa yang selalu memicu kamu dan saudaramu hingga akhirnya bertengkar?
2. Pernah tidak merasa kalau ada perbedaan kasih sayang antar kamu dan saudaramu? Ceritakan pengalamanmu, dong?
3. Apa pendapatmu terhadap cerita Stela Invenire Magnalia Dei?
***
Jika tertarik berpartisipasi dalam antologi ini, silakan publikasikan karyamu di Wattpad pribadi, sertakan tagar #STARRAWSInAction, satu cerita terbaik akan dipublikasikan ulang di work ini (lihat keterangan lebih jelas di bab "WATTPAD TODAY: STARRAWS ZONE").
***
Mari terapkan budaya baca cermat, memberi masukan dengan santun juga bijak, serta menghargai keberagaman dalam berkarya dan perbedaan pendapat, seperti yang terdapat dalam aturan dasar RAWS Community. Be wise.
***
Sudahkah kamu vote cerita dang follow penulisnya?
Scroll/Swipe untuk membaca bab selanjutnya dari antologi cerpen Once Upon A Time in STARRAWS
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top