STARRAWS YOU | Rasa yang Salah by AndaraPuspa18
| A Teenlit Story |
"Ibu rumah tangga yang suka nulis sejak ABG." - The Rising Star, AndaraPuspa18
***
Star merasakan kepalanya berdenyut. Seluruh badannya terasa sakit. Perlahan dia mencoba membuka kedua matanya, mengerjap sesaat. Tapi tak ada sesuatu pun yang bisa dilihatnya. Suasana gelap, sunyi dan lembab.
Ya Tuhan apa yang terjadi? Di mana ini?
Star mencoba mengingat-ingat.
Dia mencoba fokus, beringsut bangun dengan pelan. Meraba-raba sekelilingnya. Tangannya menyentuh sesuatu yang tak asing, kacamata tanpa lensa miliknya. Cepat diraihnya benda itu, dan langsung memakainya. Sekarang dia mulai ingat ....
Tadi saat dia baru keluar dari kamar kosnya, tiba-tiba ada seseorang yang memukulnya dengan sesuatu dan Star seketika tak sadarkan diri. Entah siapa orang itu. Yang jelas sepertinya orang itulah yang sekarang menyekapnya di sini.
Star bergidik ngeri seraya mulai menggigit kuku jarinya, dia kini disergap perasaan takut.
Star remaja pria berumur sekitar tujuh belas tahun itu terus beringsut meraba-raba dalam gelap, dia mencoba membiasakan bola mata abu-abunya untuk mengenal gelap.
Remaja berambut ikal kemerahan dengan tinggi 178 cm itu mulai merasakan dinding yang dingin, Diantara rasa takut dan cemas, Star merasakan menyentuh sesuatu. Gagang pintu!
Cepat diungkitnya ke bawah, dan ... pintu terbuka, sekelebat cahaya langsung menerangi. Sedikit aneh, mengurung seseorang di dalam ruang gelap tapi dengan pintu yang tidak dikunci. Apakah penculiknya ini labil? Jahat tapi nggak tegaan?
Tapi Star tetap waspada. Jangan-jangan ini jebakan. Dari ruang gelap tadi sekarang dia berada di ruang lain, remang-remang, mirip sebuah gudang tua, tapi tak banyak barang. Ada sebuah meja berdebu, kursi patah, tumpukan koran bekas yang juga berdebu, dan ... sebuah kotak hitam besar di pojok ruangan.
Star merasa penasaran dengan isi kotak itu. Namun saat dia mau melangkah, matanya langsung tertuju pada benda yang menempel di dinding di atas kotak itu berada. Seketika Star meloncat kaget dan langsung jatuh terduduk di lantai yang kotor. Mengatup mulutnya dengan kedua tangannya. Mukanya seketika memucat. Ya Tuhan, itu cermin!
Star memiliki fobia terhadap cermin.
Dulu sekali, saat masih kanak-kanak, Star sering merasakan ada orang lain di dalam cermin. Dan suatu hari saat dia sendiri di rumah, dia melihat bayangan yang menyeramkan yang sungguh nyata keluar dari dalam cermin. Bayangan itu menyeringai menakutkan. Star kecil berteriak kencang dan jatuh pingsan.
Saat siuman dia menceritakan hal itu pada kedua orangtuanya dan kakaknya, tapi mereka malah menertawakannya. Sejak saat itu Star tidak lagi mau membahas kenapa dia sampai pingsan. Ketakutannya dia simpan sendiri, hingga timbul fobia jika melihat cermin.
Tapi setelah itu, kedua orangtuanya memutuskan untuk menjauhkan cermin di kamar dan ruang-ruang di mana Star beraktivitas. Mereka tidak ingin Star histeris lagi, meski mereka sendiri merasa itu hanya ketakutan Star saja.
Sesaat Star merindukan mereka, sudah hampir dua tahun ini dia merantau di sini, terpisah jauh dari mereka.
Dengan napas memburu dan mulut komat-kamit melapaskan berbagai doa yang diingatnya, Star membuka matanya pelan-pelan, tapi dia tidak ingin melihat ke arah cermin. Pandangannya menelusuri setiap sudut ruang, lalu dia menemukan sumber cahaya yang lebih terang dari sebuah jendela kaca yang kusam dan berdebu di sudut lain.
Star bangkit berdiri, berjalan cepat ke jendela tinggi itu. Dia menarik meja dan menaiki meja itu pelan untuk bisa melihat keluar jendela.
Dengan ujung bajunya Star membersihkan debu tebal yang menyelimuti jendela kaca itu. Tampak halaman rumput yang luas dan tak terurus. Sepertinya dia mengenal tempat ini!
Ya ... ini seperti lokasi rumah tua tak jauh dari tempat kost nya dan sering dilewatinya saat pergi dan pulang sekolah.
Star menarik kacamatanya dan menggantungnya di telinga, kebiasaannya jika sedang berpikir!
Menggantung benda apa saja di telinganya.
Jauh di ujung halaman itu dia melihat pagar pembatas yang sudah karatan. Di sana di seberang pagar itu adalah jalan setapak yang sering dilewatinya.
Ya Tuhan, siapa yang menyekapnya di sini? Untuk apa?
Star mengeram marah.
"Hei, keluarkan saya dari sini!Kalian siapa? Kenapa saya dikurung di sini?"
Star mulai panik, berteriak sambil memukul-mukul jendela kaca tebal itu.
Letih mengamuk, Star turun dari meja. Terduduk lesu di lantai. Sepertinya tidak ada siapa pun di sini. Dia mulai melamun, membayangkan berbagai kemungkinan penyebab dia dikurung di sini.
Matanya kembali tertumpu pada peti besar di sudut ruangan itu, hanya berhenti disitu! Dia tidak ingin mendongak ke cermin yang ada di dinding atas di mana peti itu berada.
Dengan mengumpulkan keberaniannya, Star mulai beringsut mendekat dengan cara yang aneh, yaitu mengesot! You know ... mirip suster ngesot di film horor Indonesia.
Kebiasaan aneh apa saja yang sering tiba-tiba muncul jika dia menghadapi sesuatu yang tak biasa!
Peti berwarna hitam itu tidak terlalu berdebu, sangat kontras dengan semua benda yang ada di ruangan ini. Jadi kemungkinan peti itu pernah disentuh oleh orang lain sebelum ini.
Star mulai mengamati setiap bagian sisi luar peti. Tapi pikirannya tak lepas akan cermin di atas dinding. Peluhnya mulai mengucur, Star kembali menggantung kacamata tanpa lensanya ke telinga.
Sedikit gemetar dia menarik pegangan peti yang ternyata tidak terkunci. Ini semacam kecerobohan atau sengaja? Star melihat secarik kertas dan semacam pin bergambar panah, sebuah senter kecil, dan sebuah kunci di dalamnya.
Kertas itu nyata berisikan pesan untuknya dari sang penculik.
JIKA KAU TIDAK INGIN INI TERULANG LAGI, MAKA SEBAIKNYA BERHATI-HATILAH!
JAUHI LUNA! ATAU KAU AKAN MENGHILANG NANTI UNTUK SELAMANYA!!!
PINTU KELUAR ADA DI RUANGAN GELAP TADI !
Bola mata abu-abu miliknya membulat. Ya Tuhan, benar saja! Berarti dia benar-benar diculik sekarang! Tapi anehnya penculiknya tidak menginginkan uang! Dia hanya ingin Star menjauhi Luna, gadis manis bak purnama itu!
Berarti ...
Orang yang menculiknya ada sangkut paut dengan ini.
Star mengeram murka, satu nama terlintas dibenaknya.
Lalu untuk apa pin ini? Star memandang sekilas, lalu memasukkannya asal di saku bajunya.
Tangannya meraih kacamata di telinganya dan membetulkan posisinya di wajah. Dia meremas kertas peringatan itu, lalu tiba-tiba melahap kertas itu dan menelannya dengan geram.
Perlahan dia bangkit, meraih kunci dan senter, dan tentu saja melengos jauh agar tidak terlihat oleh cermin sialan itu.
Ketakutannya sejenak terlupa, dia menyorot ruangan di mana tadi dia diikat, gelap gulita karena tidak ada ventilasi sedikit pun. Udara pengap dan lembab memenuhi penciuman Star.
Senternya menyorot kesetiap sudut, hanya debu tebal dan sarang laba-laba di sana, lalu senternya menangkap benda yang bernama pintu di salah satu sudut. Masih terlihat kokoh meski gudang ini adalah gudang tua.
Star melangkah pasti dan langsung memasukkan kunci yang sepertinya baru dibikin dengan sengaja agar pintu ini bisa digunakan lagi. Star yakin karena ini bentuk kunci dan lobang kunci baru. Bukan milik asli si pintu.
Seketika pintu bisa dibuka, berderit nyaring. Udara segar menerobos masuk. Hari tampak mulai gelap, mungkin waktu sudah masuk senja.
Star berlari menyeberangi padang rumput luas menuju jalan setapak yang dilihatnya dari jendela kaca tadi. Dia tak ingin menoleh, Entah kenapa dia merasa bayangan dari cermin saat dia kecil dulu akan muncul lagi kalau dia menoleh.
Dengan napas memburu Star melompati pagar pembatas yang mulai karatan, dan kini dia sudah berada di jalan setapak itu. Star terus berlari menuju tempat kost nya.
Napasnya tersengal berat begitu sampai, tak peduli dengan pandangan aneh penghuni lain yang sedang nongkrong di teras, dia langsung menuju kamarnya, menutup pintunya dari dalam.
Star terduduk lemas di lantai bersandarkan pintu. Apa yang harus dilakukannya? Haruskah dia menceritakan ini pada seseorang? Atau melapor ke polisi?
Tapi dia tidak punya bukti untuk menuduh seseorang, dan sh*t! bukti satu-satunya berupa surat peringatan tadi kenapa sampai ditelannya?
Star menarik-narik rambutnya kesal. Pribadinya yang unik memang membingungkan!
Dia selalu saja melakukan hal-hal aneh tak masuk akal jika menghadapi situasi tak biasa.
***
Rain menyambut Star dengan seringainya dari bangku ujung kanan kelas.
Star menelan ludah dengan sedikit ragu melewati sosok tinggi besar yang terus menatapnya garang.
"Hei kenapa?" tegur Sky teman sebangku Star saat mendapati cowok berambut ikal kemerahan itu tampak pucat.
Star menggeleng, lalu duduk di sebelah Sky mencoba tak menggubris tatapan Rain yang mengarah padanya.
Dia ingat ancaman di surat kemarin, bukan tak mungkin Rain yang melakukannya!
Luna itu pacarnya Rain. Mereka memang serasi dan idola di sekolah ini.
Star juga bingung, untuk apa tiba-tiba Luna akhir-akhir ini mencoba mendekatinya terus. Padahal jelas-jelas Rain pasti tak suka itu!
"Rain?" tanya Sky berbisik, masih penasaran. Star meneguk ludah mendengar nama itu.
"Come on ... Jauhi berurusan dengannya!"
"Maksudnya?" Star menaikkan keningnya gusar.
Sky menarik napas berat sebelum menghembuskannya.
"Kau tau sekali maksudnya. Jauhi Luna!" bisik Sky lamat-lamat sambil melirik sekilas kearah Rain yang kini tampak ribut bercengkrama dengan genk nya.
Star melenguh mendengar ucapan Sky yang mirip sekali dengan isi surat itu.
Sebenarnya dia tidak pernah mendekati Luna, mencoba pun tidak.
Tapi yang membuatnya bingung justru Luna yang sepertinya terus-terusan mendekatinya.
Luna sering menungguinya pulang bareng dan memaksanya untuk naik ke mobil mewahnya.
Luna juga sering mentraktirnya ke kantin saat jam istirahat.
Luna juga bersikap manis padanya.
Karenanya Star tanpa pamrih sering membantu Luna mengerjakan tugasnya.
Apakah Luna memanfaatkannya seperti kata Sky dan Moana? Rasanya memang aneh, seorang idola di sekolah ini, mau berteman dengan cowok cupu seperti dirinya. Dan tentu saja itu jelas-jelas membuat cowok yang kabarnya adalah pacar Luna yaitu si Rain jadi cemburu berat.
Meski Rain bukan murid pintar dan sangat badung di sekolah, tapi wajah Rain sangat tampan, dia juga tajir karena dia adalah anak pemilik yayasan sekolah ini, sangat jauh dibandingkan dengannya yang notabene cuma murid cupu dan dari keluarga biasa saja.
"Pagiiii Star ... "
Luna sudah berdiri di samping mejanya dengan senyum teramat manis. Kompak Star dan Sky mendongak. Mata mereka membola saat mendapati gadis cantik nan molek itu sudah berada disana.
Star melirik sekilas kearah bangku Rain. Bener saja, pria itu menatap ke arah mereka dengan tatapan tak suka, diikuti dengan teman-temannya yang lain.
Star jadi gemetaran. Dia cemas akan ancaman di surat itu.
"Hei kok diem? Kaget ya?"
Luna tertawa renyah sambil menyibak rambutnya yang tergerai indah. Dia menyodorkan sebuah buku tebal kehadapan Star.
"Star tolongin gue lagi ya? Gue lupa bikin PR fisika, hari ini tugas itu harus dikumpulin," rengeknya dengan suara manja.
Sky langsung mendesah, dia kasihan melihat Star yang jelas-jelas dimanfaatin sama Luna. Tapi Sky gak bisa melarangnya, semua tergantung Star.
Dan benar saja, dengan lugunya Star mengangguk dan menerima buku yang disodorkan Luna padanya. Luna berteriak girang, dia berjalan memutar sampai ke bangku Sky yang duduk di sebelah Star, lalu memberi isyarat dengan tatapannya agar Sky memberikan bangkunya pada Luna.
Sky mendesah geram, bangkit membiarkan Luna menduduki bangkunya, lalu berjalan ke arah pintu. Berdiri disitu sambil mengawasi.
Star tampak mulai mengerjakan tugas Luna dengan cekatan, sementara gadis di sebelahnya itu tak henti-hentinya mengobral senyuman manisnya untuk memberi semangat pada Star.
Sky juga melihat Rain yang tampak gelisah di bangkunya sambil mengepalkan tangannya menatap geram kearah bangku Star. Ya Tuhan, apa yang akan terjadi pada Star jika Rain sampai marah?
"Ada apa?" Suara berat mengagetkan Sky.
Moana baru tiba, dia langsung menebar tatapnya kearah dimana Sky tadi melihat. Gadis tomboy itu langsung geleng-geleng melihat Star di sana dengan Luna.
Tiba-tiba tampak Rain berdiri dan berjalan marah ke arah bangku Star. Pria macho itu langsung menggebrak meja dan menatap Star dengan sorot mata membunuh. Star tampak memucat, dia gemetaran dan mulai menggigit bibirnya. Sementar Luna membalas tatapan Rain dengan marah lalu mendorong bahu cowok itu kesal.
"Lun kamu apa-apaan bersikap mesra sama cunguk ini?" Teriak Rain kasar sambil menunjuk Star.
"Apa urusanmu? Aku cuma minta bantuan sama Star buat ngajarin aku bikin tugas, apa itu salah? Memang aku bisa minta bantuan kamu soal ini?" Teriak Luna langsung berdiri dan dengan nada sedikit menyindir. Wajah Rain memerah.
Luna tersenyum puas, kembali duduk.
"Star, abaikan saja pengganggu ini, yuk lanjutin soal terakhir, aku masih gak paham," Katanya manis sambil menyentuh pundak Star.
Rain mengeram marah, dia hendak mengayunkan bogemnya ke arah Star, ketika sebuah tangan mungil tapi kuat menahannya.
Moana sudah berdiri disitu didampingi Sky yang memucat. Gadis tomboy itu menatap Rain tanpa takut.
"Jangan ikut campur!" Desis Rain marah dan menarik tangannya kasar.
"Jangan ganggu sahabat gue!" Sengit Moana tak kalah marah.
Rain tersenyum mengejek, menatap Star dan Luna sekilas lalu pergi dengan kesal keluar kelas. Teman-temannya yang dari tadi berjaga-jaga, mengikutinya dari belakang.
Moana gadis tomboy itu adalah sepupunya Rain. Dia tidak pernah suka dengan sikap Rain yang sok kuasa di sekolah ini.
Sifat keduanya bertolak belakang. Meski sama-sama pemarah, tapi Moana sangat merakyat, dia bersahabat dekat dengan Sky dan Star.
"Lo ngapain minta tolong Star terus? Noh cowok lo jadi marah-marah gak jelas, selesain deh urusan lo sama dia, jangan bawa-bawa Star. Udah tau cowok lo pemarah, masih juga bikin cemburu!" Tegur Moana keras mengarah pada Luna.
Luna tampak tak suka dengan teguran Moana barusan.
"Apa urusan lo? Star aja mau bantuin gue kok, kenapa lo sewot? Bukannya yang pemarah itu saudara lo?" Balasnya sengit lalu mengambil bukunya dari tangan Star dengan kasar, menghentak kesal sambil berdiri dan pergi keluar tanpa permisi.
Moana menarik napas, menahan diri. Sky sudah memeganginya dari tadi.
Star mengerjap-ngerjapkan matanya syok.
"Star, mau gimana lagi gue bilang. Jauhi mereka!" Desis Moana pelan tampak putus asa, lalu berjalan.
***
Luna tertawa genit dan terus menatap Star sumringah.
Mereka berdua ada di sebuah cafe. Duduk di bangku taman cafe dengan masing-masing segelas milkshake dihadapan mereka.
"Kamu tahu Star? Aku senang bisa ngobrol kayak gini sama kamu ...," kata Luna tampak tulus.
Star membetulkan letak kacamata tanpa bingkainya yang sebenarnya tidak bermasalah dari tadi.
Luna tersenyum menatapnya, "Oh ya kenapa kau suka sekali memakai kacamata itu Star?" Tanyanya serius sambil menunjuk sekilas kacamata yang bertengger di hidung Star.
Star mengerjab-ngerjabkan bola matanya tak menyangka Luna menanyakannya juga.
"Oh ini? Aku hanya ingin menghilangkan gugupku dengan memakainya. Sebenarnya ini pemberian dari ibuku, tapi aku memecahkan lensanya. Meski begitu aku tetap ingin memakainya. Aku merasa mendapat kekuatan untuk menghilangkan gugupku saat memakainya ... "
Star menggigit bibir bawahnya saat menyelesaikan penjelasannya. Tadinya dia yakin Luna akan mentertawakan jawabannya. Tapi ternyata gadis cantik itu hanya mengangguk kecil seolah memaklumi. Star bernapas lega.
Mereka berdua tidak menyadari, ada beberapa pasang mata yang mengawasi mereka daritadi. Salah satunya tampak menahan kesal.
Rain meludah ke tanah sesaat sebelum melangkah lebar dengan emosi mendekati Star dan Luna yang belum menyadari kehadirannya. Dua orang temannya, Surya dan Jupiter mengikuti Rain dari belakang.
Secepat kilat Rain menarik kerah baju Star hingga cowok cupu itu berdiri paksa dari duduknya, lalu melayangkan bogem mentahnya tanpa ampun berkali-kali ke wajah dan perut Star.
Suasana cafe yang tenang berubah hiruk pikuk. Teriakan bersahut-sahutan. Star tak kuasa melawan, dia terlalu lemah. Star benci dengan kelemahannya ini. Hingga tubuhnya seketika ambruk ke tanah dan penglihatannya menggelap. Hanya hiruk pikuk yang sayup-sayup pun menghilang dari pendengarannya. Star tak sadarkan diri.
***
Moana mondar-mandir gelisah di ruang bercat biru itu. Sky dan Star hanya diam mengawasinya.
Star sudah berada di kamar kosnya. Masih terbaring lemah dengan balutan perban di kepala dan lengannya, wajahnya pun tampak babak belur.
Yang Star tahu dia sudah ada di rumah sakit kemarin, lalu Moana dan Sky datang menjemputnya. Menurut berita yang dia dengar, seseorang dari cafe membawanya ke rumah sakit dan menghubungi Sky dari riwayat telpon terakhir Star.
Sky lalu mengajak Moana menemaninya.
"Kau yakin aku gak perlu menghubungi orangtuamu?" Bisik Sky mencoba memastikan. Sebagai sesama anak rantau mereka memang harus saling menolong.
Moana berhenti mondar-mandir, dia menoleh mendengar Sky membisikkan sesuatu pada Star.
"Aku gak mau orangtuaku khawatir," jawab Star lemah
"Aku sudah sering memperingatimu Star! Jauhi Luna!" Moana mengulang lagi ultimatumnya dengan emosi. Dia kesal melihat Star akhir-akhir ini selalu jadi bulan-bulanan Rain, meski Rain itu sepupunya.
"Sudahlah Moa, kurasa Star sudah cukup mengerti kali ini," desis Sky sambil melirik tajam Star yang hanya diam meringis.
"Tapi Rain tidak akan berhenti sampai Star benar-benar menjauhi Luna!" Geram Moana sambil mengepalkan buku-buku jarinya ketelapak tangan.
"Kurasa Luna yang seharusnya menjauhi Star!" Gumam Sky mencoba membela Star yang seketika menunduk saat mata mereka beradu pandang.
Moana memicingkan matanya, mendekati tempat tidur Star, mengawasi Star lekat, sampai Star merasa sulit bernapas.
"Kecuali ... jika ternyata, Star menyukai Luna! " Tebak Moana lekat langsung menghujam mata Star. Star terkesiap, kaget dengan tebakan Moana yang seolah meluluh lantakkan jiwa cupunya.
***
Tiga hari Star terbaring di kamar kost nya dan sesekali dikunjungi Moana dan Sky, tapi sekali pun Luna tak pernah menelponnya, hanya sekedar untuk menanyakan kabarnya.
Biasanya kemarin hampir setiap hari gadis cantik itu menyapanya, menjemputnya dan mengajaknya pergi. Hingga Star melupakan dua sahabat sejatinya Sky dan Moana.
Awalnya aneh, ketika seorang gadis top disekolah tiba-tiba mendekatinya. Semua beranggapan Star dimanfaatkan. Tapi bagi Star sikap Luna amat manis sehingga dia mengabaikan anggapan orang-orang tentang itu.
Dia juga mencoba mengabaikan status Luna yang sudah jadi pacar Rain, cowok macho teman sekelasnya yang tampan dan tajir.
Harusnya dia tahu diri. Mana mungkin seorang Luna mau dengan cowok cupu sepertinya jika tidak ada maksud apa-apa.
Dan sore itu, seminggu setelah kejadian pemukulan di cafe, ntah kenapa Star ingin sekali melihat tempat dia di sekap dulu. Star sangat yakin Rain dalang semua ini. Dia benci selalu ditindas. Ingin rasanya dia mendapatkan bukti lain untuk memperkuat dugaannya.
Sedikit ragu dia mendekati pagar gudang tua yang menjadi saksi bisu kemarin dia pernah disekap.
Dari jauh bangunan itu tampak angker, hanya padang rumput lebat yang memenuhi halamannya. Star bergidik membayangkan dirinya pernah di situ.
Tangannya mengepal geram, Ya Tuhan, Rain benar-benar keterlaluan. Dia harus melaporkan ini pada pihak sekolah meski Star tahu kecil sekali kemungkinan bisa menjerat Rain, apalagi dia adalah anak pemilik yayasan. Malah bisa-bisa Star yang akan mendapat sanksi.
Star bergerak dengan melompati pagar pembatas gudang tua itu dari jalan setapak menuju lereng dibawah sana yang memang jarang sekali dilewati orang-orang kecuali untuk menyingkat waktu menuju jalan besar di ujung jalan ini.
Sedikit ragu dia mulai melangkah menyibak ilalang tinggi mendekati bangunan tua itu.
Star mengedarkan pandangannya ke sekeliling, muka pucat berambut kemerahan itu masih sedikit lebam karena penganiayaan oleh Rain di cafe kemarin.
Sekarang dia berada di muka pintu gudang. Tapi herannya pintu itu sudah tergembok dari luar. Bukannya kemarin saat dia kabur dari sini pintu itu dibiarkannya saja terbuka? Lalu siapa yang menutup dan menguncinya?
Star berjalan memutar menuju samping gudang, dia ingat ada sebuah jendela kaca yang menghadap ke jalan setapak. Tapi ternyata jendela itu cukup tinggi.
Star melenguh gusar. Hari mulai gelap, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan, hembusan angin semakin kencang, membuat ilalang disekitarnya seolah menari riang. Star bergidik, dia bergegas menyibak ilalang itu berlari menuju jalan setapak meninggalkan keinginannya yang tadi membuncah.
Dengan napas tersengal dia sampai di rumah kost nya, teman-teman kostnya yang lagi nongkrong di teras hanya meliriknya sekilas. Wajar! Karena Star tak punya banyak teman, hanya sedikit orang yang mau bergaul dengan mahkluk cupu sepertinya. Star menunduk sedih. Hanya kamar berukuran 4×5 ini tempat ternyamannya.
Star membuka jaketnya, tangannya merogoh saku jaket yang tampak sedikit menyembul. Sebuah pin bergambar panah!
Star mengernyitkan keningnya, yaa ... dia ingat. Pin ini ditemukannya di peti tua didalam gudang itu saat dia diculik. Apakah pin ini ada hubungannya dengan penculiknya?
***
Moana terus memperhatikan Star dari tempatnya berdiri. Dilihatnya cowok cupu itu juga tengah menatap tanpa kedip pada pasangan sejoli tak jauh dari tempatnya duduk.
Entah kenapa Moana merasa geram melihat Star yang tak juga kunjung sadar kalau dia hanya dipermainkan oleh Luna.
Buktinya sekarang, tanpa malu Luna malah bercanda mesra dengan Rain di bangku tak jauh dari tempat Star duduk. Dia tidak mempedulilan Star, bahkan kemarin waktu Star habis dipukuli Rain, Luna pun tak menolongnya, bahkan tak menjenguknya.
Star tampak menunduk lemah, lalu berdiri dari bangkunya. Berjalan lesu meninggalkan pemandangan yang mungkin menghancurkan hatinya.
Ya Tuhan, jangan sampai cowok cupu berbola mata abu-abu itu ternyata benar-benar menyukai Luna.
Moana menggeleng sedih. Dia berbalik pergi dari situ.
***
Star terpaksa mengikuti ajakan Sky untuk menemaninya mengunjungi Moana. Sky ingin meminjam sepeda motor Moana untuk mengunjungi bibi nya di akhir pekan ini.
Kepada Moana, dua pria biasa-biasa ini merasa diterima. Meski Moana termasuk keluarga kaya dan lumayan cantik, tapi gadis tomboy itu mau berteman dengan mereka dan bahkan siap membantu apa saja.
Seorang pengurus rumah dengan pakaian seragam membukakan mereka pintu. Dia tersenyum ramah, sepertinya wanita ini sudah mengenal Sky.
"Mr.Sky, silahkan!" Katanya
"Miss Moana ada di halaman belakang, biar saya beritahu dulu," katanya lagi.
"Ohh tak perlu repot, tunjukkan saja kami harus lewat mana, biar kami menemuinya langsung, kami ingin sedikit mengejutkannya," pinta Sky sedikit memohon.
Bi Anne, nama wanita pengurus rumah itu tampak sedikit ragu, tapi samar dia mengangguk lalu membimbing kami menuju ke halaman belakang.
Moana tampak bersama seorang pelatih yang sedang memberi petunjuk pada Moana.
Star terpana, dia menatap punggung Moana yang mengenakan kaos berlengan panjang dari belakang dan bergambar ... panah!
Star meneguk ludah, tak sengaja dia menyentuh pin bergambar panah di sakunya.
Moana menoleh, dia tersenyum riang melihat kami. Lalu dia tampak berbicara dengan pelatihnya. Moana menyerahkan panahnya ke pelatihnya, lalu berjalan mendekat.
"Hei ada apa tumben tiba-tiba kemari?" Tanyanya riang, meraih handuk kecil di meja taman dan menyekah pelunya.
"Sejak kapan kau berlatih panah?" Sky bertanya kagum memperhatikan Moana dan papan sasaran jauh disana.
"Hmm ... baru sebulan ini ...," kata Moana.
Star kembali meneguk ludahnya. Berbagai pikiran berkecamuk di otaknya.
"Hai Star?" Sapa Moana santai.
Sky langsung mengutarakan maksudnya tanpa sungkan, Moana tertawa dan mengijinkan Sky membawa motornya saat itu juga.
"Kau yakin? Wah terimakasih Moa, kau memang the best!" Teriak Sky girang sambil mengacungkan jempolnya.
Setelah berbicara ringan sebentar, dan Moana mengambilkan kunci motornya untuk Sky, Sky lalu mengajak Star pamit.
"Hmm ... bolehkah aku tinggal sebentar disini Sky? aku ingin bicara dengan Moa ..., " Star menatap Sky dan Moa bergantian, ragu. Sky mengangguk lalu pamit.
Akhirnya Sky pulang. Sekarang Star tinggal berdua dengan Moana. Seorang pelayan mengantarkan minuman dan sedikit camilan.
"Ada apa Star?" Tanya Moana pelan.
Star kembali menyentuh pin disakunya dan sedikit melirik kearah papan sasaran jauh disana, sebelum mendongak menatap Moana dengan perasaan berkecamuk.
Dia menarik kacamata tanpa lensanya dan mencantelnya ke atas kepala. Moana memperhatikan semua tingkah gugup Star sedikit geli.
Star mengeluarkan pin itu dari sakunya dan meletakkannya diatas meja. Seketika wajah Moana menegang. Dia mengenali pin itu. Pin itu diberikan pelatihnya saat pertama kali dia mulai latihan memanah. Tapi bagaimana bisa pin itu ada pada Star?
"Darimana kau dapatkan itu?" kejar Moana gusar
"Apakah pin ini milikmu?" Star mulai berani menatap gadis tomboy itu. Dia ingin mendapatkan jawaban atas apa yang terjadi pada dirinya.
Moana balas menatap Star ragu, dia meraih pin itu, memperhatikan dengan seksama. Lalu samar mengangguk.
"Berarti ...? Kau yang menyekapku di gudang itu Moa?" Desis Star marah, wajah cowok cupu itu tampak tak percaya.
Mata Moana membulat, Ya Tuhan, berarti pin itu jatuh di gudang tua itu dan Star menemukannya?
Seketika Moana merasa terhempas jatuh kedasar jurang. Tidak! Jangan sampai Star salah faham ...
"Aku bisa jelaskan Star ...!" Desisnya memohon. Star tersenyum sumbang, dia amat kecewa sekarang. Ternyata sahabatnya yang ada dibalik semua ini.
"Aku ... Aku hanya ingin membuatmu tidak lagi mendekati Luna, aku tidak mau kamu terluka Star!" Katanya terbata dengan penuh penyesalan
"Aku tahu caraku salah. Tapi aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakulan untuk memperingatkanmu, Luna itu hanya memanfaatkanmu Star!" Katanya lagi dengan nada putus asa.
Gadis tomboy yang terkenal berani dan ceplas ceplos itu tampak lemah sekarang. Dia memohon agar Star mempercayai penjelasannya.
Star menarik rambutnya sendiri dan menunduk menahan emosi.
Dia tidak menyangka Moana yang melakukannya, andai saja dia tidak ikut Sky hari ini, mungkin dia tetap menuduh Rain yang melakukannya.
Alasan Moana sangat diluar nalarnya. Kenapa dengan cara menculik dan menyekapnya? kenapa tidak bicara baik-baik?
"Aku tahu kamu pasti kecewa denganku sekarang Star, maafkan aku, aku tidak punya maksud jahat. Buktinya aku tidak menyakitimu, aku menyediakan kunci dan senter untukmu, aku hanya ingin membuatmu sadar, percayalah Star ...." Moana memohon dengan putus asa.
Ya benar, tak mungkin ada penculik sungguhan yang justru meninggalkan kunci dan senter dengan sengaja. Star melunak ...
dia mencoba memahami penjelasan Moa. Dipandangnya gadis didepannya yang biasanya tampak garang itu sekarang tengah tertunduk lemas, dan Ya Tuhan, dia menyeka airmatanya. Moana menangis?
Star jadi salah tingkah. Moana benar, tak mungkin gadis itu tega menyakitinya. Meski caranya sedikit berlebihan, tapi Star yakin
Moana tulus.
Perlahan dia mengulurkan tangannya, menyentuh puncak kepala gadis itu sekilas. Moana mendongak, matanya sendu menatap Star. Star mencoba tersenyum
"Kamu gak marah lagi kan Star? Maafin aku ya?" Katanya pelan dengan nada memohon.
Star mengangguk pasti dan tersenyum. Moana ikut tersenyum lega.
Perasaan itu kadang salah. Tidak selalu yang tampak indah itu nyata.
Buktinya Luna, dia tampak manis tapi hanya ingin memanfaatkan Star, beda dengan Moana yang terlihat garang namun ternyata tulus.
Star harus belajar banyak soal rasa itu. Rasa yang tak seharusnya salah.
***END OF RASA YANG SALAH***
K O L O M N U T R I S I
1. Pernah tidak menyimpan perasaan kepada orang yang ternyata tak tepat untukmu?
2. Ada saran move on untuk STAR?
3. Apa pendapatmu terhadap cerita Rasa yang Salah?
***
Jika tertarik berpartisipasi dalam antologi ini, silakan publikasikan karyamu di Wattpad pribadi, sertakan tagar #STARRAWSInAction, satu cerita terbaik akan dipublikasikan ulang di work ini (lihat keterangan lebih jelas di bab "WATTPAD TODAY: STARRAWS ZONE").
***
Mari terapkan budaya baca cermat, memberi masukan dengan santun juga bijak, serta menghargai keberagaman dalam berkarya dan perbedaan pendapat, seperti yang terdapat dalam aturan dasar RAWS Community. Be wise.
***
Sudahkah kamu vote cerita dan follow penulisnya?
Scroll/Swipe untuk membaca bab selanjutnya dari antologi cerpen Once Upon A Time in STARRAWS
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top