STARRAWS YOU | Escape by Natsumiline

| An Action - Friendship Story |

"Sedang berusaha berjuang melalui bahasa, buku, dan tulisan." - The Rising Star,  Natsumiline

***

Star berada di ruangan gelap, tempat yang ia tidak tahu di mana. Star berusaha mengembalikan fokusnya dan teringat bahwa tadi ia pingsan. Ketika sedang mencari jalan keluar, ia menemukan kotak hitam: kotor, besar, dan menunggu untuk dibuka. Kotak itu terletak di sudut ruangan.

Ternyata setelah tangannya membuka kotak tersebut, satu revolver beserta peluru tambahan berjumlah dua buah tersimpan terpisah. Star mengacak poni ikalnya kebingungan, namun ia merasakan sesuatu yang berbeda di permukaan wajahnya.

"Mencari ini?"

Star memutar tubuh mendapati seorang perempuan memegang kacamata tanpa lensanya. Ia masih bisa melihat sosok di depannya itu dengan bantuan cahaya yang masuk melalui dua jendela berukuran kecil di belakang gadis tersebut.

Dia mengenakan jaket dengan tudung di kepala serta celana longgar yang terbungkus pada kedua kaki jenjangnya. Perempuan itu memiliki hobi menutupi rambut pendeknya dengan sesuatu—seperti tudung pada jaket kesayangannya yang ia pakai sekarang atau topi yang ia ambil dari laki-laki itu.

Oh, bukan, Star meminjamkan topinya. Dirinya tidak tahu kapan gadis itu akan mengembalikannya.

"Berikan," perintah Star.

Gadis itu mengedikkan bahu. "Kau yang harus mengambilnya kemari."

"Rara, kau hanya perlu melangkah, dan berikan kacamata itu padaku."

Rawina pun terkekeh. "Tepat sekali, Andromeda. Kau hanya perlu melangkah dan ambil kacamatamu ini."

"Baiklah," sahut Star, "tetapi, aku tidak akan membantu mengeluarkan kita keluar dari sini."

"Wah, lihat, kau mulai main ancam." Rawina menggelengkan kepalanya heran. Gadis itu memutuskan merogoh salah satu saku jaketnya. Permukaan benda itu cukup dingin di permukaan jari-jarinya akibat temperatur di dalam ruangan. Gadis itu membuang napas kesal, kemudian menatap Star dengan malas.

Star membulatkan mata tegang, seluruh tubuhnya merinding seketika. Laki-laki itu dengan cepat memejamkan mata rapat-rapat, berharap objek yang diperlihatkan Rawina segera musnah.

"Oke, oke, aku ke sana!" Laki-laki itu geram. "Enyahkan cermin itu sekarang juga."

Senyuman kemenangan bertengger manis di bibir Rawina, ia memasukkan cerminnya kembali ke dalam saku. "Harusnya kau mengatakannya dari tadi, Star."

Mau tidak mau, Star akhirnya mendekati Rawina. Laki-laki itu akan bertekuk lutut jika seseorang mengancamnya dengan sebuah cermin. Star bersyukur hanya Rawina serta keluarganya yang tahu tentang kelemahan ini.

Kakak perempuan dari Elistar Andromeda—Bulan—yang membangkitkan ketakutannya terhadap benda itu. Saat kecil, Star merupakan korban dari banyak pakaian yang kakaknya beli. Namun suatu hari, sang kakak tidak hanya memakaikannya baju-baju baru, wajahnya pun didandani oleh make-up layaknya boneka. Ketika melihat refleksinya pada kaca, Star hanya bisa menangis karena ketakutan.

Semenjak itu Star tidak ingin berhadapan dengan cermin. Baju kusut, warna yang memudar, atau bagian yang sobek bukan menjadi masalah. Ia akan berpura-pura tuli apabila orang-orang mengomentari penampilannya.

Ya, Star sudah tidak peduli.

"Akhirnya," Star berkata lega sembari memasangkan kacamatanya.

Rawina tersenyum tipis. Kedua mata cokelat gadis itu kini menelaah keadaan sekitar, hanya bagian yang ia tempati saja yang disinari oleh cahaya bulan. Jika melihat ke arah sisi depan, kepekatan kegelapan dapat perempuan itu rasakan.

"Jadi, apa yang kita akan lakukan?"

Star menatap Rawina sebentar, kemudian memperhatikan setiap sudut ruangan. "Tidak tahu."

"Star, aku serius."

"Aku serius, Rara."

Gadis itu menepuk jidatnya.

Mereka adalah pribadi-pribadi yang selalu ingin tahu. Kadangkala keingintahuan itu akan berakhir tidak baik. Salah satunya adalah hari ini.

"Aku tidak tahu kau akan ikut dibawa juga oleh orang-orang itu," ungkap Rawina lelah.

"Dan kau masih saja ceroboh."

Rawina melotot. "Jangan balas perkataanku seperti itu."

"Itu memang kenyataannya." Bola mata abu-abu Star menggelap. "Jika aku tidak di sini bersamamu, apa yang akan kau lakukan?"

"Kau juga berakhir di sini," bisik Rawina kesal.

Tetapi, Star bisa mendengar kalimat itu dengan jelas.

"Aku tahu." Amarah Star terbakar mengingat kejadian tadi pagi. Tidak terbersit di dalam otaknya bahwa bala bantuan akan datang dengan cepat. Perhitungan agar bisa membawa pulang Rawina dari dua orang yang mengikuti gadis itu diam-diam pun akhirnya tidak berguna.

Gadis itu melihat ekspresi wajah Star yang mengeras. "Ini sudah terjadi, lebih baik kita mencari cara untuk keluar dari tempat ini."

Star berjalan ke arah kotak hitam tadi. Ia mendengar Rawina melangkah di belakangnya. Laki-laki itu membuka tutup kotak, memperhatikan kembali revolver dengan saksama.

"Revolver?" ucap Rawina di samping Star. Gadis itu mengambil senjata tersebut untuk memastikan apakah ada peluru yang terpasang di dalam.

Star menangkap nada terkejut bercampur terkesan dari sahabatnya itu. Ia menaikkan kedua asli, kemudian berkata, "ada apa?"

"Aku rasa kita bisa keluar dengan cepat." Rawina memperlihatkan peluru yang tersimpan baik di tempatnya.

"Semoga saja."

Star memfokuskan penglihatannya ke sudut yang lain, ia harap ada sesuatu yang menarik tertangkap oleh pandangan mata. Setelah itu, Star kembali ke tempat Rawina berdiri. Tidak jauh dari sana, laki-laki itu mendapati kotak-kotak berukuran lebih besar daripada kotak hitam yang pertama.

Napas Star tercekat tatkala menemukan jeriken berbau bensin sekaligus potongan-potongan ranting serta kayu yang ditumpuk secara asal. "Rawina."

Gadis itu mendekat, matanya mengikuti objek yang dilihat oleh Star, dan ia nyaris kehilangan kata-kata.

"Star, apakah kau memikirkan apa yang aku pikirkan?"

Star masih menatap kedua benda tersebut lamat-lamat.

"Apabila kau berpikir ingin membakar ruangan ini, mohon maaf jawabanmu keliru." Ia mengambil dua potong ranting dan satu kayu panjang, kemudian langkahnya berhenti tepat di hadapan Rawina.

"Apa?" Rawina sempat tidak mengerti maksud dari kayu yang disodorkan Star. Tetapi beberapa saat kemudian, raut muka gadis itu berubah sebal. "Tidak, kau yang lakukan."

Star menyengir. "Ayolah, kau tahu aku ini payah dalam menyalakan api."

Rawina mengerang kesal dalam hati. Mengapa ia begitu lemah dan menerima begitu saja kalimat Star mentah-mentah tanpa perlawanan?

Gadis itu lantas mengambil ranting-ranting yang dipegang oleh Star dengan kasar.

Selama prosesnya, Rawina bertingkah seperti pemimpin kejam kepada Star demi menghidupkan percikan api. Laki-laki itu tidak banyak melakukan aksi protes adalah bagian yang sangat Rawina syukuri.

Akhirnya, satu kayu bernyala api kini berada pada genggaman tangan Star.

"Sekarang apa yang kita lakukan?" ujar Rawina sembari mengusap keringat di kening. "Dan mengapa hanya satu kayu saja? Dua kayu lebih baik dan efektif."

Star memperhatikan wajah gadis itu. "Kita belum mengetahui di sini ada jebakan atau tidak. Aku tidak ingin mengambil resiko memeriksa keadaan secara terpisah. Aku takut kau membahayakan dirimu sendiri, kau 'kan gadis ceroboh."

Rawina sempat tersanjung mendengar Star khawatir dengan keadaannya. Namun, kalimat terakhir tadi mengundangnya untuk menarik rambut merah laki-laki itu sekuat tenaga.

"Ow, Rawina!"

Gadis itu menjulurkan lidahnya puas.

Star menyadari ruangan tempat mereka disekap ini cukup luas. Dengan bantuan kayu obor, ia menemukan banyak kotak lainnya. Laki-laki itu memutuskan untuk tidak memeriksa kotak itu satu per satu, karena tujuannya sekarang adalah mencari jalan keluar.

"Star, pintu!" Rawina menunjuk pintu berbahan kayu dengan antusias. Gadis itu mencoba mendorongnya agar bisa terbuka, namun hasilnya nihil. Begitu juga dengan Star.

"Sepertinya pintu ini dihalangi oleh sesuatu dari luar," simpul Star. "Lebih baik kita mencari alternatif lain."

Rawina mengangguk kecewa.

Selama Star memeriksa keadaan sekitar, Rawina sedikit menjauhi pria itu untuk mencari petunjuk. Ternyata salah satu kakinya tidak sengaja melewati sesuatu, menyebabkan suara bak tali terputus terdengar.

Star yang menangkap suara itu segera berlari menarik jaket Rawina, menjadikan gadis itu sebagai tameng untuk dirinya. Ia mendengar suara memelesat serta benturan yang cukup nyaring.

Laki-laki itu meletakkan kayu obor, lalu menyeringai. Rawina memang luar biasa.

"Kau sudah gila?!" bentak gadis itu. Ia menoleh ke arah Star yang berlutut di belakangnya. Kedua lengan Rawina masih menyilang melindungi diri. "Panah itu bisa saja membunuhku!"

"Kenyataannya tidak," respon Star santai. "Pelindung di lenganmu itu sangat berguna, Rara. Tetapi, perlu diketahui bahwa panah-panah itu karena kecerobohanmu. Lagi."

"Tutup mulutmu, dasar pria gil—"

"Rara!"

Rawina mendengar suara tembakan dari sudut kanan. Tanpa berpikir panjang, ia menangkis panah yang datang dengan kakinya yang berbalut sepatu boot berbahan khusus. Rawina merasa lega bahwa ia memakai sepatu kebanggannya itu hari ini. Jika tidak, salah satu kakinya tidak akan berfungsi semestinya.

Dan tembakan panah mulai terdengar kembali dari berlawanan arah. Rawina lebih menitikberatkan kekuatannya pada tangan kanannya, kemudian memukul panah itu hingga terpental. 

Tubuh Star tidak menurunkan pertahanannya, ia tidak ada waktu untuk itu. Beberapa saat kemudian, bunyi tembakan menyapa telinganya. "Rara, menunduk!"

Suara panik Star mengontrol tubuhnya lebih cepat. Rawina merasakan gerakan panah yang melewati ubun-ubunnya bak halilintar. Napasnya memburu, keringat dingin mengalir di permukaan tengkuknya.

Lagi, lagi, dan lagi. Rawina menghalau semua panah dari arah depan, kanan, dan kiri secara bergantian. Gerakan pertahanan gadis itu begitu indah, Star mengikuti setiap gerakan Rawina bagaikan menonton penari dengan teknik andalannya. Berputar, menendang, kepalan tangan kokoh berbalut knuckle duster itu memberikan tinjuan akurat yang membuatnya terpaku sejenak.

Star tidak tahu kapan Rawina mengenakan knuckle duster tersebut.

Ketika Rawina melakukan pertahanannya, Star mengetahui keanehan dari pola tembakan dari masing-masing titik. Setiap pergantian tembakannya memiliki jeda walaupun sekian detik layaknya senjata api yang mengisi amunisi.

Ia juga mendengar suara seperti mesin penggerak.

"Apa itu tembakan dengan sensor?" gumam Star. Tebakannya benar. Panah yang diluncurkan mengikuti pergerakan Rawina. Oh, tidak.

Lima belas menit kemudian, aktivitas tembakan yang mengarah kepada mereka mereda.

Rawina nyaris kehabisan oksigen. Ini lebih parah dari latihan bela diri yang biasa ia lakukan seorang diri. "Tembakannya... berhenti...."

"Sampai sekarang, aku masih terkagum dengan kemampuanmu itu." Star bertepuk tangan bangga, tersenyum lebar.

"Tarik kembali, lalu simpan baik-baik kata-kata manismu tadi, Star. Aku ingin kau membantu juga!"

Star meringis ketika teriakan Rawina sampai pada pendengarannya. Ia mengelus daun telinganya lembut dan penuh kasih sayang.

"Calm down, Rara," kata laki-laki itu. Lalu, ia membuang napas berat. "Tetap waspada."

Ekspresi cemberut Rawina semakin tebal. Pada akhirnya, Rawina menurut―semarah apapun gadis itu.

Star menghampiri dua jendela kecil yang letaknya lebih tinggi dari ukuran tubuhnya. Jendela tersebut dilapisi oleh kaca tembus pandang. Tiba-tiba sebuah ide terbersit di dalam otaknya.

Ia berlari ke arah kotak berisi revolver, mengambilnya dengan cepat, kemudian berlari kembali ke dekat jendela.

"Star!" panggil Rawina sedikit panik. Gadis itu menghampiri Star yang sedang mempersiapkan diri untuk menembak. "Ada apa?"

"Aku akan menghancurkan kaca ini."

Rawina menengadah, memperhatikan jendela itu sekilas. "Maksudmu kita akan keluar melalui jendela? Memang tubuhmu cukup melewati kaca itu?"

"Kau yang akan keluar dari sini," balas Star tenang.

"Tidak." Rawina menutup revolver dengan kedua tangan, sorot matanya membara akan keyakinan. "Kita keluar bersama."

Pria itu tidak menjawab lagi.

"Star!"

Star menepis tangan Rawina, mengarahkan revolver, kemudian menembaki kaca pada salah satu jendela.

Rawina bergeming mendengar suara peluru yang menghancurkan kaca. Kedua matanya tidak bisa berhenti menatap Star dengan sengit.

Star segera meletakkan senjata itu, lalu berlari ke salah satu kotak besar.

"Rawina, bantu aku mendorong kotak ini."

"Kau keluar bersamaku, 'kan?"

"Tidak ada waktu untuk berbincang banyak, Rawina. Aku tidak tahu kapan panah itu bereaksi lagi!" teriak laki-laki itu frustasi. "Cepat kemari atau kau akan aku seret."

Langkahnya terasa lemas, nada itu hampir meruntuhkan emosi Rawina. Ia tidak menyukai keadaan Star yang seperti ini.

Keduanya mendorong kotak itu dengan kecemasan akan keterbatasan waktu. Setelah posisinya tepat, Star naik ke atas kotak tersebut. Setelah itu, salah satu tangannya terulur untuk Rawina. "Naik, aku akan menggendongmu."

"Ge-gendong?" Rawina berkedip berkali-kali.

"Maksudku kau duduk di atas pundakku."

Rawina tidak banyak berkomentar, ia pun duduk di atas kedua pundak Star, membiarkan laki-laki itu membawanya menggapai jendela yang tidak terhalangi kaca.

"Bisa?" tutur Star.

Rawina diam sejenak. "Masih ada pecahan kacanya, Star. Tetapi, tidak masalah, aku halangi saja dengan jaket."

"Apa?" Star menengadah melihat gadis itu membuka jaket, menyisakan kaos bergambar elang favoritnya.

"Bertahanlah, Star." Rawina mulai melewati mulut jendela, gadis itu berhati-hati dengan sisa kaca yang tertutupi maupun tidak tertutupi jaket. Ia mengembuskan napas bahagia ketika melihat ada kotak besar untuk mendarat.

Sebelum Rawina melompat, tembakan panah itu terdengar kembali. "Star!" pekiknya panik.

Star pun mendorong Rawina keluar mengabaikan jeritan gadis itu yang menyayat hati. Ia masih sempat menghindari panahnya itu, lalu berlutut di balik kotak.

"Star!" panggil Rawina khawatir, "Elistar, melompatlah!"

"Tidak semudah itu!" Tembakan lainnya mengenai kotak yang Star jadikan pelindung. Laki-laki itu mendesis tatkala satu panah hampir menusuk kepalanya.

Revolver, batin Star.

Mengetahui revolver tidak jauh dari jangkauan membuat laki-laki itu senang sekaligus cemas. Ia harus mengukur jarak serta jeda masing-masing tembakan. Perhitungan tidak tepat, tubuhnya bisa menjadi korban.

"Star, kau kenapa?!"

"Diam, Rara!" laki-laki itu mengacak rambutnya kasar. "Aku sedang berpikir!"

Menunggu lima belas menit terlalu lama bagi Star. Di sela-sela jeda tembakan, ia berlari kencang, dan mengambil senjata itu. Rasa aman yang enggan dipikirkannya tadi menyeruak secepat kilat ketika satu panah berhasil merobek kulitnya.

Star mengerang.

Jantung Rawina mencelos, gadis itu melompat menggapai jendela. "S-star, Star!"

Lengan kiri Star yang basah oleh darah melemah sedikit demi sedikit. Tidak ada waktu.

Laki-laki itu menembak panah yang berlari ke arahnya, ia lega bukan main konsentrasinya masih bisa dikendalikan. Jeda dari tembakan memberinya kesempatan, Star membuang revolver, lalu melompat dengan bantuan entakan kaki pada permukaan tembok.

Star mengigit bibir menahan rintih keluar dari bibir, pecahan kaca itu mulai menggores kulit tangannya.

Kau pasti bisa, Star!

Satu panah berhasil menggores pundaknya, namun ia semakin menguatkan genggaman.

Rawina melihat jari-jari Star pada kosen yang ditutupi jaketnya. Air matanya seketika bergulir, "Star...."

Dengan satu entakan lagi, Star mendorong tubuhnya melewati jendela.

"Rawina, menyingkir!" Gadis itu melompat mundur membiarkan Star mendarat di atas kotak tersebut.

Laki-laki itu bisa saja terjatuh pada permukaan tanah jika Rawina tidak sigap menahan berat badannya. Kontak tubuh dengan gadis itu menyebabkan seluruh kekuatan yang dimiliki Star seketika menguap tanpa tersisa.

"Star, syukurlah," gumam Rawina.

"Kita... akhirnya... ke... luar."

Aliran air mata sekaligus tawa bahagia Rawina menggantikan hatinya yang kelabu. Aku baik-baik saja, Star baik-baik saja.

Dan embusan napas teratur Star serta angin yang bertiup menyudahi perjuangan mereka hari ini.

***END OF ESCAPE***

K O L O M N U T R I S I

1. Punya buku favorit bergenre action? Coba sebutkan judul dan nama pengarangnya!

2. Kamu pernah berkorban untuk sahabatmu? Seperti apa kisah pengorbanan milikmu?

3. Apa pendapatmu terhadap cerita Escape?

***

Buatlah ilustrasi karakter STAR menurut imajinasimu (boleh anime/kartun, intinya buatan sendiri) untuk mendapatkan paket buku gratis dan pulsa dari STARRAWS (Lihat keterangan lebih jelas di bab "WATTPAD TODAY: STARRAWS ZONE")

***

Mari terapkan budaya baca cermat, memberi masukan dengan santun juga bijak, serta menghargai keberagaman dalam berkarya dan perbedaan pendapat, iseperti yang terdapat dalam aturan dasar RAWS Community. Be wise.

***

Sudahkah kamu vote cerita dan follow penulisnya?

Scroll/Swipe untuk membaca bab selanjutnya dari antologi cerpen Once Upon A Time in STARRAWS

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top