SoM Prompt 1: Hair

Hampir saja Lesley mengambil pisau yang berada di dekatnya karena tiba-tiba saja ia rasakan dari belakang seseorang memeluknya. Hal itu ia urungkan karena mencium bau tubuh seorang lelaki yang biasa di dekatnya, tak lain adalah Gusion, suaminya sendiri.

"Gusion, kalau tak bisa membantu, setidaknya berhentilah bergelayut di belakangku."

"Hmm, tidak mau." Diminta untuk berhenti membuatnya semakin mendekatkan diri pada istrinya sendiri yang masih sibuk dengan cucian perabotan. Bagi Lesley, itu cukup menjengkelkan karena membuatnya sulit bergerak.

Helaian rambut violet itu selalu mencuri perhatiannya, tiap kali saat pintu rumah dibuka sehabis pekerjaannya yang sungguh melelahkan. Ia menyukai warna violet--hampir merah muda milik sang istri. Warna violet yang kadang mengkilap di bawah sinar matahari saat ia bertugas, membuat Gusion terkagum-kagum dengan keindahannya. Warna violet yang cukup mencolok dalam gelap sehingga ia harus menggulung rambutnya sampai disembunyikan oleh topi agar tidak terlihat ketika ia menjalankan misi penyergapan.

Lalu, sengaja ia dekatkan hidungnya ke rambut Lesley. Tak pernah puas ia menghidu harum yang menguar dari helai-helai rambut yang dibiarkan tergerai itu. Rambutnya yang mengeluarkan aroma paduan mawar dan mint--pilihannya memang cukup unik, dan sepanjang hidupnya setahunya hanya dua orang yang memakai sampo beraroma demikian. Yaitu seorang wanita paruh baya di sebuah pesta dikala ia berusia lima tahun, dan Lesley--wanitanya.

Aroma yang persis sama, begitupun warna rambutnya.

"Aku ingin mengisahkan padamu sebuah cerita," bisik Gusion dengan menyurukkan hidungnya agar mencium harum mawar mint itu lebih pekat.

"Ceritalah, asal kau lepaskan aku terlebih dulu," pinta Lesley bergeming dengan tangannya yang bersarung karet cekatan mencuci piring.

"Aku bercerita, tetapi aku tidak mengabulkan permintaan yang kedua."

Kepalang kesal tetapi tak tahu harus berbuat apa, Lesley hanya merotasikan kedua mata. Ia penasaran, hal apa yang menyebabkan Gusion tiba-tiba menjadi se-clingy ini?

"Whatever."

Gusion tersenyum tipis, dengan bebalnya ia tidak mau beranjak dan mulai mendekatkan bibirnya ke telinga Lesley untuk bercerita.

*

Tahun 19xx
Mansion Vance Family

"Lunar, kau tidak menggulung rambutmu?"

"Ah, tidak Nyonya. Barangkali dengan menganyam rambutku sudah cukup sopan." Seorang wanita paruh baya yang dipanggil Lunar hanya menunduk hormat setelah menjawab pertanyaan.

"Kau tahu, tidak ada penggolongan kasta berdasarkan gulungan rambut. Lagipula, kita hanya ke pesta bangsawan Paxley, mereka tidak juga memegang prinsip itu."

"Baik, Nyonya Regina. Seperti ini sudah cukup kiranya," sahutnya lagi dengan hati-hati.

"Hmm, Baiklah. Bagaimana menurutmu? Apakah aku cocok memakai ini?"

Lunar memperhatikan Regina yang memakai dress A-line selutut berwarna scarlet dengan bagian bahu yang terbuka.

"Tanpa mengurangi rasa hormat, Nyonya. Ada baiknya sebelumnya anda memakai luaran yang tebal karena udara malam sehabis hujan ini kiranya cukup dingin."

"Ah kau benar, Lunar. Menurutmu luaran mana yang cocok untuk--ah! Bayinya menendang lagi!"

Dielusnya perutnya yang besar dengan lembut. Tertawa kecil karena tendangan-tendangan halus itu seperti menggelitiknya. Sedang Lunar hanya tersenyum, mengerti bahwa nyonya besarnya sedang bahagia.

"Mohon maaf, Nyonya Regina. 15 menit lagi pesta akan dimulai." Disusul ketukan pintu, mereka berdua menoleh ke sumber suara. Hans--penjaga yang merangkap supir pribadi keluarga Vance, yang juga suami Lunar mengingatkan nyonyanya seputar pesta yang akan dihadiri.

Lekas Regina mengambil sebuah cardigan dari lemari sebelah kanan, kembali bertanya, "Yang ini bagus?"

"Sangat indah, Nyonya." Lunar kembali mengangguk tersenyum. Membantu mengenakan cardigan itu kemudian, agak terburu-buru. Lunar menuntun Regina keluar kamar dengan memberikan tangannya yang bersarung tangan putih.

Melihat sang nyonya keluar kamar, Hans mengangguk pada Lunar, mengambil alih Regina. Menuntunnya menginjak satu persatu anak tangga ke luar mansion Vance.

*

Kebanyakan anak kecil menyukai warna-warna yang mencolok, yang dapat menarik perhatian mereka. Dari situlah mereka mengenal warna--berawal dari keingintahuan yang tinggi, menanyakan pada orang tua sampai rasanya mereka tak mampu menjawab karena kadang pertanyaan itu begitu polos dan absurd--berawal dari warna.

Seperti seorang anak berambut cokelat cepak ini. Di balik tubuh sang ibu, diam-diam ia memperhatikan warna dari helaian rambut violet yang dianyam seseorang di samping wanita yang perutnya membesar, menyapanya.

"Halo, Gusion. Kau manis sekali."

Anak itu seakan mengabaikan kehadiran wanita berperut besar itu--memberanikan diri berlepas dari sang ibu, mendekat pada perempuan berambut violet teranyam. Mendongak menatap warna yang kontras dengan dress berwarna biru malam.

Sang puan, seperti mengerti apa yang anak kecil itu mau. Maka, ia berjongkok di depannya sampai sejajar dengan tinggi anak itu. Tersenyum hingga kedua matanya hampir tak kelihatan.

"Kau menyukai rambutku?"

Anak itu tidak menjawab dengan kata-kata, hanya anggukan kecil--hampir tak terlihat, mengulum bibirnya ke dalam, tampak salah tingkah. Tangannya yang mungil terjulur pada rambut violet teranyam itu. Merasakan halusnya mengenai indera peraba. Rambut itu terasa sangat tebal dan halus, juga harum meski sebenarnya hanya dirawat dengan sampo murah beraroma mawar dan air perasan mint.

"Lunar, sepertinya dia menyukaimu," ucap perempuan berambut hitam ikal itu pada Lunar, matanya berbinar demi melihat manisnya Gusion kecil yang mengamati rambut Lunar lamat-lamat.

Namun, tidak lama kepolosan anak-anak itu terusik oleh keiri dengkian orang dewasa. Seorang wanita paruh baya menarik paksa anaknya yang bergaun biru toska, masih dengan lolipop di tangan mendekati ibu dari Gusion.

"Isabel! Wah, sepertinya aku tertinggal banyak gosip di sini. Apa yang kalian bicarakan bersama seorang..." Wanita itu memandang Lunar dari pucuk kepala sampai ujung kakinya yang hanya memakai sepatu tanpa heels sederhana, menyambung kalimatnya dengan nada jijik.
"...babu?"

Mendengar kata babu yang ditujukan pada Lunar, air muka Regina berubah menggelap.

"Tidak bisakah kau bersikap sopan pada sahabatku, Julie yang terhormat?!"

Nada suara Regina yang meninggi membuat Lunar tidak nyaman, terlebih dengan suasana di sekitar mereka yang cukup ramai. Ia takut nama Regina akan menjadi buruk karena membela seorang pelayan pribadi sepertinya.

"Ahahaha, aku baru tahu dia adalah sahabatmu, Regina Vance." Julie menutup mulut dengan tangan sok anggun. Sedang ibu Gusion--Isabel sedikit kebingungan untuk menengahi sahabat-sahabatnya yang sedang bertengkar kecil ini.

"Gwen, bermainlah dengan Gusion tampan. Bawa dia jauh-jauh, ya. Jangan biarkan dia dekat dengan wanita bau itu." Mendorong anaknya tiba-tiba pada Gusion, Gwen sedikit tersentak sampai lolipop di tangannya terlepas, jatuh ke rerumputan. Takut-takut anak perempuan itu mendekati Gusion yang masih mencium helai rambut violet milik Lunar.

"Ayo, dekati dia, Gwen. Jangan malu."

Lunar menarik napas panjang, ia sudah cukup kenyang dengan penghinaan-penghinaan atas dirinya oleh kaum kelas atas. Memejamkan mata sebentar, lalu menoleh sedikit, memandangi Gusion yang masih sibuk dengan rambut panjang beranyam miliknya.

"Gusion, main dengan Guin, Ya. Mommy masih ingin bicara dengan bibi Regina," pinta Isabel sebelum mengisyaratkan pada pelayan untuk membawakan minuman.

Namun, Gusion nampak tak peduli dengan permintaan Ibunya. Sesekali ia mengangkat rambut tebal burgundi itu, lalu tertawa sendiri. Merasa tidak dipedulikan Gusion yang masih sibuk dengan Lunar, Gwen memberengut. Ditariknya paksa tangan Gusion sampai Lunar harus memiringkan kepalanya dengan menahan jeritan.

Dan yang terjadi, Gwen terjerembab ke tanah berlapis rumput pendek itu karena Gusion mendorongnya dengan wajah kesal.

Lantas, terdengar tangisan melengking dari anak perempuan itu. Julie panik mengangkat anaknya, menepuk-nepuk gaun Gwen yang kotor. Sedang Gusion masih tidak mau berlepas dari Lunar, bersembunyi di balik punggungnya karena takut dengan Isabel yang terlihat malu sekaligus murka.

"Gusion! Siapa yang mengajarimu jadi anak nakal, hm?! Gerald! Giselle! Ajak bermain adik kalian!!!" Lalu, anak perempuan yang tak jauh dari mereka--yang sedang bermain putri-putrian dan seorang anak lelaki berambut cokelat dengan ekor rambutnya yang panjang di belakang menoleh, mendekat dengan langkah penuh kekesalan karena teriakan ibunya.

"Kau saja, Gerald! Aku belum jadi putri! Aku belum selesai main!"

"Tidak mau! Aku mau main dengan mereka! Dia hanya jadi pengacau!"

Dan jadilah mereka sama-sama menggeram, bertengkar saling cakar sampai Isabel harus memisahkan mereka dengan paksa--memukul mereka satu-satu, tidak luput dengan Gusion yang paha belakangnya dipukul.

"Astaga anak-anak ini!" Isabel mendengus dengan berkacak pinggang. Gusion pun meledak tangisnya sehabis dipukul. Tak lama, ayahnya yang mengetahui hal itu mendekat dan menjemput Gusion yang menangis. Sebelum berlalu ia berbisik pada Isabel, "Temui aku di kantor sehabis ini" dengan nada dingin.
Merasa malu karena perlakuan Gusion pada putrinya membuat Julie membawa Gwen pergi. Regina yang memperhatikan bagaimana Isabel mengurus anak-anaknya membuatnya membuang napas berat, menggelengkan kepala karena heran. Lunar bangkit dengan menggigit bibir bawahnya, merasa tidak enak perihal kejadian yang ia pikir, itu semua karenanya.

"Aku harus mengurus mereka berdua. Nanti kita bicara lagi, Regina." Isabel tersenyum garing sebelum dibawanya dua anaknya menjauh karena merasa malu.

Regina masih mengamati kepergian mereka bertiga sampai ia sadar dengan Lunar yang terlihat khawatir.

"Bukan salahmu, Lunar." Ia menepuk bahu kiri Lunar, menenangkannya.

"Maaf, Nyonya." Lunar menunduk, masih merasa tidak enak hati.

"Cara mendidik anak yang sungguh menyedihkan. Isabel memang terlalu muda untuk menikah," timpal seorang perempuan pirang pendek yang tiba-tiba berada di dekat mereka. Lalu, berterima kasih pada pelayan yang membawakan nampan minuman dan mengambil segelas jus.

"Maria, sejak kapan kau di sini? Di mana anakmu?"

"Alucard tidur bersama ayahnya, kelelahan habis ikut memancing. Lagipula ke pesta sendirian lebih menyenangkan."
Maria mengangkat gelas, meneguk minumannya sekali dua. Beralih pada Lunar yang mengangguk sopan padanya.

"Ah, Lunar! Kau tidak membawa Lesley ke sini?"

"Tidak, nyonya Maria. Ia tidur setelah belajar membaca." Lunar mengangguk sopan setelah mengakhiri pernyataannya.

"Tidak usah terlalu formal padaku, aku bukan bangsawan." Maria tertawa kecil sambil menepuk punggung Lunar lembut.

"Sebentar, sepertinya ponselku berdering." Maria merogoh clutch silver miliknya, mengambil ponsel dengan layar menyala dan menekan tombol hijau sebelum mengangguk permisi untuk menjauh dari mereka berdua.

"Lunar, bagaimana menurutmu anak Isabel?"

"Menurut saya dia anak yang manis, nyonya."

"Apa kau berpikir dia akan cocok dengan Lesley?"

"Nyonya, hal itu terlalu jauh." Tidak juga menyanggah, tidak juga mengiyakan. Lunar tersipu saat ditanya sedemikian. Menurutnya Regina sehabis membaca pikirannya. Ia berterus terang dengan berbisik, "andai dia mau dijodohkan dengan Lesley." Lunar tertawa kecil, masih tersipu, kemudian melanjutkan, "Sepertinya itu hanya keajaiban, kami bukan keluarga yang setara untuk anak itu."

"Lunar." Regina tersenyum tipis dan berkata, "tak ada yang tak mungkin di dunia ini."

Lunar tertegun, terdiam menekuri perkataan Regina untuknya.

Dari kejauhan, seorang anak berambut cokelat cepak di pangkuan seorang pria yang duduk di sudut ruangan--dengan mata yang masih berair menatap lama wanita paruh baya berhelaian burgundi itu.

*

"Begitulah mengapa aku sangat menyukai rambutmu." Gusion kembali mendekatkan wajah ke rambut Lesley, menghidu aromanya dalam-dalam. Istrinya tidak menjawab, ia menahan diri agar tidak ada air mata yang jatuh karena mengingat mendiang ibunya.

"Aku menyukai rambutmu. Menciuminya menenangkanku, begitupun warna rambutmu. Kuharap kau tidak memotongnya." Menarik napas agar tidak berakhir dengan sesenggukan, lalu Lesley berbalik. Dan tampaklah di mata kebiruan Gusion, Lesley hampir menangis.

"Ada apa?"

"Aku..." Perkataannya tergantung karena kembali mengambil napas panjang,
"rindu ibu. Tidak banyak kenangan yang bisa kuingat bersamanya." Ia tertawa kecil--mencoba menutupi kesedihan, lalu mengusap wajah yang air matanya terlolosi.

"Maafkan aku karena mengungkit tentang ibu." Didekapnya sang puan dalam peluk, sembari dihapusnya aliran kecil air mata Lesley.

"Setua ini, aku terlalu cengeng." Kembali mencoba menghentikan sesak-sesenggukan di dadanya, tetapi tangisnya malah semakin kencang.

"Tidak ada yang salah dengan menangis, sayangku. Kau tidak terlihat lemah karena itu." Dibiarkannya seragam formal kepolisiannya basah karena Lesley. Harinya memang cukup lelah karena sedari pagi harus menjalani pelantikan kenaikan jabatan dan tak sempat bertemu Lesley karena juga tak kalah sibuk dengan pengarsipan kasus yang akan ditransfer ke divisi 1 sebagai tanda jadi kerja sama mereka. Melihat istrinya di rumah seperti sebuah jackpot--dan ia menghancurkan kesempatan melakukan pemaduan kasih yang romantis karena membuatnya menangis.

Cukup lama Lesley dalam peluknya sampai Lesley sendiri berlepas diri--terbatuk-batuk dan membersihkan wajahnya yang basah dengan punggung tangan.

"Mandilah, aku sudah menyiapkan air hangat. Aku tahu kau akan pulang malam ini."

"Tidak mau bila tidak denganmu," tolak Gusion--yang urung dilakukan karena mendapat tatapan sembab dari Lesley yang masih dapat ia baca bahwa Lesley tidak mau, dan ia tak mau memaksa.

*

Dalam mood yang tidak baik membuat Lesley agak malas melakukan apapun. Bahkan, Gusion akhirnya memasak makan sendiri hanya dengan mie instan dan sosis goreng--sedikit gosong, tidak mau merepotkan Lesley yang masih sedih dan hanya duduk menatap nanar pada televisi yang menampilkan NatGeo favoritnya, kali ini tentang penelusuran habitat kudanil di sungai Nil.

Sebagai permintaan maafnya--lagi, ia menyeduhkan susu coklat. Agar Lesley tidak melulu minum kopi hitam tanpa gula. Bersama selimut, ia ikut duduk berdempet pada sang istri dan membentangkan selimut untuk mereka berdua.

"Minumlah, kau harus meminum ini." Lesley menengok pada gelas putih berisi susu cokelat hangat yang masih beruap, beralih pada Gusion--mencari kesungguhan atasnya. Gusion mengangguk, dan ia mengangkat gelas dan menyesapnya perlahan. Tidak buruk, pikirnya.

"Khusus untukmu, aku sudah mendapat rekomendasi susu yang baik untuk ibu trimester awal."

"Aku tidak sempat untuk membelinya." Memejamkan mata, Lesley terlihat merasa bersalah.

"Kau harus memperhatikannya, dia juga harus mendapatkan nutrisi. Juga jangan terlalu lelah. Aku akan menghubungi Fanny untuk mengawasimu."

"Tidak perlu berlebihan, aku baik-baik saja."

"Tidak mau," sanggah Gusion dengan bibir mencebik. Lesley yang awalnya masih bermuka sedih tertawa geli karena Gusion yang terlihat menggemaskan dengan ekspresinya itu.

Tawa pun menular, Gusion ikut tertawa sebelum mencondongkan tubuh mengelus perut Lesley yang masih rata, berkata, "baik-baik dengan ibu, ya."

Melihat rambut Gusion yang sedikit berantakan dan masih sedikit basah sehabis mandi, Lesley merapikannya. Lalu, ketika Gusion bangkit, ia menatap dalam kedua netra suaminya dan berkata, "terima kasih."

"Untuk?"

"Semuanya. Sebagai suami yang baik, sebagai calon ayah yang hebat. Sebagai sahabat yang melindungiku. Maaf bila aku selalu merepotkan."

"Apapun untukmu." Lelakinya pun tersenyum, menggenggam kedua tangannya, menangkupkan dengan tangannya sendiri--untuk berbagi hangat yang ia sadari Lesley sedikit kedinginan.

Baginya, kehadiran Lesley adalah hadiah untuk perayaan pelantikannya hari itu. Hanya kehadiran perempuan berambut burgundi itu saja dalam keadaan sehat, itu sudah cukup.

Perayaan kecilnya diakhiri dengan dengkur halus Lesley dalam dekapan, memejamkan mata, bersandar di bahu. Dipandanginya sekali lagi sang istri yang baginya--dalam keadaan apapun, ia tetap cantik. Sekilas diciumnya pucuk kepala perempuannya sebelum dibawa ke pembaringan di kamar mereka berdua. Ia harap masa-masa indah seperti ini tidak lekang sampai memori mereka sama-sama digerogoti usia.

END

ALOHAAA sekian lama sudah tidak menyentuh wetpet, ini dikerjakan sejak hari minggu kemaren dan baru hari ini diselesaikan. bjir yah giliran begini aja cmn beberapa jam selese, sedang yang lain kebengkalai😂

kalo ga paham, siapa sih regina? siapa isabel? siapa hans & lunar? nah kalo dah baca SoM pasti tau ehehe

dari sini otor menjelaskan pentingnya parenting yang baik, sebelum punya anak harus memiliki kesiapan mental dlu *buset jauh amat bahasannya ya
padahal di sini kebanyakan reader bocil2 belasan, ya maap😂

sebenarnya otor make prompt ini biar terbiasa nulis sih, makanya berpegang dari kata benda misal rambut, kunci, dsb biar ga kena wb

anyway, makasih yg dh nyempatin baca, muach😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top