Sekuel Close to Me 1
Ada di mana dia?
Ini adalah kali kelima Gusion membuka pintu sebuah kamar yang disulap menjadi ruang kerjanya, mencari sang sekretaris yang juga istrinya yang ia nikahi setahun lalu. Dan pencariannya terhadap perempuan itu nihil; ia sama sekali tak tampak di mana pun. Di kamar mandi, di kamar mereka berdua, di ruang tamu, dapur, ataupun di kebun.
Helaian brunette miliknya kembali diacak kasar--tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan wanita yang fotonya memakai gaun pengantin putih tertempel di dinding--dipandangi Gusion dengan pandangan bingung sekaligus cemas.
Seminggu ini, Gusion dibuat sakit kepala oleh perkataan dan gestur Lesley yang tiba-tiba terlalu puitis. Ia tahu istrinya bukan penyuka rangkaian-rangkaian kata indah seperti itu. Ia seseorang yang lebih sering bergelut dengan jadwal harian ataupun dokumen-dokumen dan yang diperlukan atasan yang juga suaminya. Dan lima hari yang lalu--tepatnya hari minggu, di pagi buta Lesley biasanya duduk bersila di kursi gamingnya untuk login game Battle Royale: Evolution. Sekonyong-konyong kebiasaan bertahun-tahun itu berganti dengan ia yang memegang cangkir berisi cokelat panas, menduduki kursi samping jendela dan mengagumi matahari pagi dengan puisi pendek.
Dan kali ini, ia dibuat pusing oleh keberadaan perempuan itu yang merajuk dan meninggalkan pesan di atas nakas.
"Belantara kesamaran dalam kemerlap hangat kristal-kristal. Temui aku dalam ramai yang sunyi--sunyi yang sembunyi."
Lalu, Gusion teringat akan acara ulang tahun perusahaan kolega keluarga Paxley, mengadakan pesta topeng--ia tidak mengerti apa maksud dari pesta yang seperti mengadopsi kebiasaan bangsawan zaman dulu. Pikirnya, seperti ... ayolah, ini sudah abad 21, untuk apa mengadakan pesta kolot seperti itu?
Namun, karena memang terpaksa, sekaligus berharap ia dapat bertemu istrinya yang merajuk di sana dan meminta penjelasan.
*
Malam sebelum Lesley menghilang.
"Sayang, coba bicara padaku."
Yang diajak bicara masih fokus pada novel di tangannya, sesekali menggigit jempol karena menghayati bacaannya.
"Ley." Dengan terpaksa Gusion merebut novel di tangan Lesley, membaca sampulnya. Shades of Morning. Dengan membaca sinopsisnya sekilas, ia mengernyit. Mengapa nama tokohnya sama dengan mereka? Gusion yang memilih menjadi detektif kepolisian dan Lesley yang dinodai ... Ronald? Siapa Ronald? Setahunya keluarga Vance tidak ada seorang lelaki bernama Ronald.
Ya ampun. Ia tidak bisa membayangkan Lesley-nya yang maniak game ini diperkosa oleh Ronald--yang entahlah siapa. Ia pasti akan membunuh orang itu.
"Kau mengabaikan suamimu demi membaca novel aneh ini?"
Namun, yang ia dapati hanyalah tatapan kosong.
"Aku perlu suaramu. Kita perlu bicara, Sayang. Sampai kapan kau akan mendiamkanku?"
Masih tidak ada jawaban.
"Akhir-akhir ini kau semakin aneh, dan akhirnya mengabaikanku. Apa yang harus kulakukan?! Apakah aku melakukan kesalahan?!! Apa sebenarnya maumu, hah?!! Aku... AARGHH!!! Bicara saja sangat sulit untukmu?!!"
Habis sudah kesabaran Gusion. Ia memijit dahinya kuat-kuat, lalu mengerang membuang amarah. Ia tidak lagi mampu mengendalikan dirinya sendiri agar tidak berbicara dengan suara keras pada Lesley.
"Aku baru menco-coba bicara, dan ka-kau membentakku, Gu-Gusion. Kau membentak-ku." Gusion baru melihat--untuk pertama kalinya, perempuan itu begitu ketakutan padanya. Lesley bangkit dari duduk, beralih ke ranjang. Menarik selimut, menghadapkan wajahnya ke tembok dan membungkus diri dengan selimut.
"Ley!" Yang dipanggil semakin menarik diri, terlihat bahunya yang bergetar, menahan tangis.
"Sayang, maafkan aku. Aku tidak bermaksud memarahimu. Maaf."
Gusion yang ikut berbaring menarik bahu perempuannya, namun ia hanya bergeming. Terdengar isakan-isakan kecil di sana.
"Maaf."
Gusion baru bisa tertidur di jam 3 pagi, karena ia tidak bisa terjaga lebih lama lagi untuk membujuk Lesley yang merajuk.
*
"Ley, banyak kue di sini. Kau mau yang mana?" Miya--dari balik topengnya berwarna biru cerah menawarkan potongan kue yang dibawa pelayan pesta. Ia terdiam sejenak, memilih minum saja atau mencicipi kue lezat di depannya.
"Hei, ini Lesley, kan? Lihat apa yang kubawa untukmu! Cheesecake kesukaanmu! Hampir saja kudapan ini habis andai aku tidak ingat padamu." Layla yang memakai topeng mata cokelat berkilau menyodorkan potongan cheesecake di depannya. Mencium aroma kue kesukaannya, hal itu malah membuat Lesley merasa perutnya diaduk hebat dan mual--hampir muntah di tengah-tengah mereka.
"Ley, kau baik-baik saja?" Miya memandangi Lesley--memegangi bahu kanannya--beralih pada cheesecake yang dibawa Layla.
"Maaf--huekk!! Uhukk!!!" Menutup mulutnya, Lesley meninggalkan mereka berdua, jalannya yang cepat membuat ia hampir tertabrak orang-orang yang memenuhi venue. Berjalan sedikit terhunyung dengan mata berair, menahan gejolak perutnya yang kembali menyebabkan mual sekaligus mencari-cari seorang pelayan untuk ditanyai di mana kamar mandi--hanya itu yang bisa ia pikirkan di saat ini.
"Permi-si, di mana kamar mandi?" Susah payah ia bertanya pada pelayan yang hendak menyusun kue di atas meja. Pelayan itu nampak panik melihat Lesley yang melepaskan topengnya dengan wajah pucat.
"Lurus saja ke kiri, apakah saya perlu mengantar anda? Anda seperti kurang sehat," tanya pelayan itu sebelum meletakkan nampan ke meja.
"Tidak, terima ka-huekkk!!!"
Ia kembali melanjutkan langkahnya yang lebar-lebar dengan menutup mulut, meninggalkan pelayan yang bingung harus melakukan apa sampai ia dipanggil rekannya untuk membantu menyusun kue di meja lain.
*
"Kau sudah menemukan Lesley?" Alucard bertanya pada Gusion yang melepaskan topengnya--tampak wajah kusut nan putus asa. Ia hanya bisa membuang napas, menjawab, "Belum."
"Sehabis bertemu nanti, kau harus meminta maaf. Perempuan memang sulit dimengerti,"
"Dan selalu benar," timpal Claude sehabis meneguk gelas berisi Tequilla. Gusion mendecak mendengar nasehat temannya yang memang ada benarnya. Egonya sebagai lelaki harus diturunkan untuk menghadapi wanitanya yang sedang dalam mode "absurd" alias tidak jelas apa yang dimau.
"Tuan, permi--AAH!!!"
Gelas tinggi yang dibawa seorang pelayan--yang awalnya ia bawa ketika berdesakan di belakang Gusion tumpah dan mengenai jas yang dipakai. Gusion refleks berbalik, menangkap gelas yang hampir terjatuh dari nampan.
"Tuan!!! Maafkan saya, saya tidak sengaja. Maaf, Tuan!! Anda baik-baik saja?! Sa-saya akan membersihkan pakaian anda."
Seorang pelayan perempuan menunduk memohon maaf berkali-kali pada Gusion. Alucard dan yang lain hanya terdiam karena insiden itu. Gusion menggeleng menolak, "Tidak usah, biar aku sendiri."
Melepaskan jasnya yang kebasahan sampai ia hanya memakai kemeja biru tua miliknya, Gusion memberi isyarat pada yang lain bahwa ia harus pergi membersihkan diri di toilet.
*
Tidak lama, Gusion menyampirkan jasnya yang telah dibersihkan ke bahu. Ia memutuskan untuk pulang lebih awal, sebelum pesta berakhir. Tanpa izin pada tuan rumah. Namun, baru beberapa langkah setelah keluar dari lorong toilet pria, ia melihat seorang perempuan dengan perawakan tidak asing baginya dan rambut burgundi yang digulung acak-acakan--menutupi mulut, lalu bersandar ke dinding.
"Lesley?"
Perempuan itu menoleh dengan kedua netra sedikit melebar. Tentunya karena ia sangat mengenal lelaki yang memanggil--dan datang padanya, mendekatkan diri, memandang dengan wajah khawatir. Saat itu juga Lesley hendak menghindar, tetapi gagal sebab tubuhnya yang hampir ambruk di depan suaminya--Gusion.
"Akhirnya aku menemukanmu." Gusion menahan tubuh sang wanita yang masih lemas dengan rengkuhannya.
"Seharian ini aku mencarimu, kau membuatku khawatir. Kemana saja tadi, hmm? Wajahmu juga sangat pucat, ada apa? Apa kau sakit? Dan bagaimana kau bisa sampai ke sini?"
"Ma-af." Bertubi-tubi pertanyaan yang dilontarkan, hanya kata maaf yang bisa Lesley jadikan jawaban. Ia terpejam, menahan dirinya agar masih dapat berdiri dengan berpegangan di lengan Gusion.
"Harusnya aku yang meminta maaf. Aku yang membuatmu seperti ini."
Ia memilih tidak menjawab, karena dunianya seperti sedang diputar-putar.
"Kau memaafkanku, kan?"
Lesley hanya mengangguk pelan, menyadari kepalanya semakin pusing.
"Ayo kita pulang." Dalam keadaan setengah sadar Lesley menggeleng lemah, kakinya begitu sulit untuk menopang tubuhnya, bagaimana bisa ia berjalan sekarang?
Gusion peka akan hal itu. Ia teringat bagaimana pertemuan pertama mereka yang ia menggendong Lesley untuk pergi lebih cepat dari kejaran penjaga keamanan kampus--ia kembali menggendongnya di tengah pesta. Masa bodoh dengan orang-orang yang akan melihat mereka, situasi sedang darurat. Lagipula, mereka sudah suami istri. Tidak ada yang aneh dengan itu.
Lesley terlihat pucat dengan kedua matanya memejam. Ini situasi yang tidak baik untuk berlama-lama di sana. Gusion bergegas membawanya, ke tempat di mana ia memarkirkan mobil--tepatnya di basemen gedung.
Penat tak lagi Gusion rasakan ketika membawa Lesley, sampai ia mencapai mobilnya, bersusah payah untuk menekan kunci agar pintu mobilnya dapat dibuka. Ia meletakkan istrinya terlebih dulu, lalu membuka pintu kursi kemudi.
Digenggamnya tangan Lesley, terasa dingin. Beralih pada pakaian yang perempuannya kenakan malam itu--setelan gaun bawah lutut berwarna cokelat dengan cardigan hitam tipis dan belahan dada yang cukup rendah.
"Ya ampun." Ia mengutuk dirinya sendiri karena kehilangan Lesley dan membiarkannya memakai pakaian terbuka seperti itu.
Baru menekan tombol untuk menghidupkan mobil, ia salah fokus pada topeng wajah cokelat dengan hiasan bulu warna senada, dan ... sebuah benda bening sepanjang jari tengah menyembul di tas Lesley. Sebuah testpack.
Ia mencabut benda itu, beralih merogoh tas lagi. Mendapati beberapa jenis benda itu dengan berbagai ukuran, menunjukkan hal yang sama--dua garis merah dengan satu garis sedikit samar--sampai ada satu buah benda itu yang menunjukkan dua garis terang. Napasnya tertahan, beralih menatap Lesley yang semakin pucat dan mendesah lemah, masih memejamkan mata.
"Ley, kau tidak bilang padaku tentang ini? Ma-maksudku, kau ... "
"Maaf." Ia membuka matanya yang sedikit berair, meraih tangan Gusion. Meletakkannya ke perutnya, sedikit di bagian bawah.
"Sebenarnya, ada kehidupan baru di sini."
Gusion hanya terperangah. Tangannya mulai gemetar ketika mengalihkannya ke wajah pucat Lesley. Ia tidak dapat membendung tremor itu, karena kebahagiaan yang menyerangnya tiba-tiba.
"Mengapa kau tidak bilang padaku kemarin-kemarin, hmm?"
"Bukan maksudku menyembunyikan ini. Aku diam-diam konsultasi ke dokter hari ini tadi, menanyakan hasil prediksi dari semua benda ini yang hampir semuanya tidak sama. Dan ternyata memang benar, Tuhan telah menumbuhkan seseorang di dalam rahimku."
Gusion tidak dapat membendung rasa bahagia itu. Ia menarik Lesley dalam dekap eratnya, membisikkan kata cinta berkali-kali. Lesley hanya bisa pasrah dengan Gusion yang akhirnya mengecup dahinya lama.
"Jadi, apakah kehadirannya juga yang membuatmu menjadi aneh akhir-akhir ini?"
"Sepertinya, iya."
Gusion bisa bernapas lega sekarang. Perubahan mood yang drastis, perilakunya yang aneh dan bahkan menghindari diri dari bermain game dan memilih membaca novel dan mengagumi matahari pagi--ternyata ada alasan untuk itu.
"Dasar. Kalau ia laki-laki, sepertinya ia akan menjadi lelaki yang suka menggombal."
Lesley tertawa kecil--ia merasa tidak ada tenaga untuk menanggapi perkataan Gusion lebih lanjut. Ia merasa sangat lelah dan mengantuk. Mual-mual tadi seakan menyedot energinya. Dan Gusion peka akan hal itu.
"Maaf, harusnya kita sudah di tengah perjalanan pulang tadi. Sementara tidur di sini dulu." Lesley hanya mengangguk dan memejamkan mata. Menyadari tangan kanan Gusion yang masih menggenggam tangannya, ia tersenyum tipis.
Mesin mobil dihidupkan, dan mereka mulai meninggalkan basemen untuk kembali ke rumah. Bersamaan dengan kebahagiaan Gusion yang kian meluap-luap.
TBC OR END?
gataw, apakah ada kelanjutannya ntar, ini sih selingan aja, dari draft yg dh lamaaa banget
oh iya, fic ini terinspirasi dari punya temen yg nulis ff sasusaku, tapi dia dh lama ga aktif lagi. akhirnya gw membangkitkan memori gw tentang itu di ff ini. yg bagian pesta topeng aja kok, selebihnya ya dari gw sendiri
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top