Bab 37

Matlinko

Begitu aku memberitahu Ayah bahwa aku sudah meminta Astrica untuk menikahiku dan dia sudah bilang iya, dia memelukku. Sepanjang ingatanku, itu kali pertama dia melakukannya. Lalu dia memujiku dan mengatakan bahwa aku membuatnya bangga. Itu juga kali pertama dia melakukan itu.

Ibu memandangku sambil tersenyum. Malinka memandangku dengan kagum seolah dia memang sudah mengagumi diriku sebagai kakaknya seumur hidupnya. Semuanya terasa begitu sempurna sampai aku hampir lupa bahwa aku hanya salah satu pion yang digunakan di dalam permainan kekuasaan ini.

"Kita harus segera bersiap-siap dan datang dengan lamaran resmi. Dan sebentar lagi kita akan berhasil mencuri Putri Mahkota Chitrasca dari depan hidung mereka!" ucap Ayah.

Aku tidak tahu harus merasa apa.

Jadi di sinilah aku dan Ayah. Di dalam ruang tahta Chitrasca. Dengan jantungku yang berdebum dan berusaha keluar dari rusukku.

"Tentunya kita semua dapat melihat bahwa ini akan baik sekali bagi kedua kerajaan," kata Ayah.

"Tunggu dulu, Yang Maha Mulia. Mohon maaf tapi hamba belum dapat melihat kebaikan dari hal ini karena jika Putri kami menikah dengan sang Putra Mahkota, tentunya dia harus meninggalkan kami. Padahal kami membutuhkannya di sini," kata si Perdana Menteri Chitrasca. Pastinya hal yang sama ada di benak Ratu Istran.

"Tapi ini adalah permulaan dari hubungan yang baik di antara kita. Bukankah kita adalah dua kerajaan terbesar di Cori? Tentunya akan ada banyak hal baik yang akan timbul dari persekutuan ini," jelas Ayah.

Jika saja Ibu ada di sini. Tapi Ayah pikir lebih baik Ibu tidak ikut untuk berjaga-jaga semisal perundingan ini tidak berjalan lancar.

"Tapi jika Yang Mulia mengambil Astrica, siapa yang akan memerintah Chitrasca?" tanya Ratu Istran tanpa basa-basi lagi.

Ayah tersenyum. "Aku yakin Matlinko akan mampu memerintah kedua kerajaan ini."

"Apakah kau mengusulkan agar kami menyerahkan kerajaan ini padamu di atas piring?" tanya Ratu Istran.

Saat itu pintu ruang tahta terbuka. Astrica berlari masuk. Aku berdiri dan berlari ke arahnya. Dan untuk sesaat, semua persoalanku seakan lenyap.

***

Rodra

Yang benar saja! Si manusia pembohong itu benar-benar ada di sini. Dan..., dia datang bersama Timlad!

"Apa yang dilakukannya di sini?" tanyaku, sedikit terlalu keras dari yang kurencanakan.

"Siapa pemuda ini?" tanya Timlad.

"Mohon maaf, Yang Maha Mulia," kata Ayah sambil berdiri untuk menghampiriku. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya berbisik.

"Aku..., aku sedang bersama-sama Astrica ketika dia dipanggil. Aku mengikutinya ke sini," jawabku.

"Tunggu di luar," kata Ayah.

Aku memandang Timlad sekali lagi, lalu memandang Astrica. Dia sedang berbicara pada Ratlas dengan suara rendah yang tidak terdengar olehku. Dia mengerutkan keningnya. Ratlas mencoba memegang lengannya tapi dia memberontak. Ratlas mengatakan hal lain tapi Astrica menggeleng. Dia memegang lengannya lagi. Kali ini Astrica membiarkannya. Dia mengatakan hal lain lagi untuk menenangkan Astrica.

Aku yang seharusnya menenangkan Astrica, bukan gadungan itu.

"Keluar," kata Ayah.

Aku tidak punya pilihan lain selain keluar. Tapi aku tidak pergi jauh. Aku menunggu di depan pintu. Karena jika Astrica membutuhkanku—dan perasaanku mengatakan bahwa dia akan membutuhkanku—aku ada di sini.

***

Astrica

Milton benar-benar ada di sini! Begitu dia melihatku memasuki ruangan, dia berdiri dan berlari ke arahku.

"Kau ada di sini!" kataku.

Aku ingin marah. Tapi belum bisa. Hanya dengan berdiri dan tersenyum di hadapanku saja, dia sudah berhasil membuat hatiku melompat.

"Bukankah sudah kubilang aku memang akan datang untukmu," katanya. Lalu aku ingat surat di tanganku.

"Bisakah kau jelaskan ini padaku?" Aku memberikan surat itu padanya. Dia melihatnya sejenak. "Siapa dirimu yang sebenarnya?" tanyaku.

"Astrica, biar kujelaskan," katanya. Dia meraih lenganku tapi aku menariknya.

"Siapa dirimu?" tanyaku lagi.

"Astrica, tenang dulu. Biarkan aku menjelaskan," katanya.

"Aku bahkan tidak tahu namamu yang sebenarnya," kataku.

Dia langsung berlutut di hadapanku. "Matlinko, Putra Mahkota Amladistia, siap melayani, Yang Mulia," katanya.

Dan saat itulah aku sadar bahwa dia tidak datang sendirian. Raja Timlad dari Amladistia duduk di meja bundar. Aku melihat pada Milton, lalu pada Raja Timlad, lalu pada Ibu dan Sorba. Aku tidak mengerti. Bagaimana bisa Milton adalah Putra Mahkota Amladistia? Bagaimana mungkin aku telah jatuh hati pada anak dari orang yang telah membunuh ayahku? Ruangan berputar. Aku merasakan lantai bergerak di bawahku. Tapi itu pastinya hanya kakiku sendiri yang tiba-tiba tidak lagi kuasa menopang tubuhku. Dan semuanya jadi kabur.

***

Matlinko

Untung aku cukup cepat untuk menangkapnya.

"Panggil paramedis," teriak Perdana Menteri Chitrasca.

Aku menurunkan tubuh Astrica ke lantai dan berlutut di sisinya. Ratu Istran berlutut di sisi yang lain.

"Astrica?" panggilku.

"Astrica?" panggil Ratu Istran.

Aku memegang pipi Astrica. "Astrica, apakah kau dapat mendengarku?"

Pintu ruang tahta terbuka. Petugas paramedis telah tiba.

"Permisi, Yang Mulia," kata salah satu petugas itu padaku.

Aku tahu aku harus memberikan ruang bagi mereka untuk bekerja. Tapi aku tidak mau meninggalkan Astrica. Ratu Istran juga sepertinya tidak. Tapi ketika akhirnya dia berdiri, aku tahu aku juga harus melakukannya. Aku harus membiarkan paramedis melakukan tugas mereka. Dan seraya mereka membawanya keluar dari ruangan, aku tak dapat tidak bertanya pada diriku sendiri, apa yang telah kuperbuat?

***

Rodra

Aku masuk bersama-sama dengan paramedis. Ketika aku melihat Astrica terbaring di lantai, hatiku mencelos. Ratlas, atau siapa pun itu, berlutut di sisinya. Apa yang telah dilakukannya? Apa yang terjadi? Aku mencari Ayah tapi dia sedang sibuk mengatur pengawal untuk mengantarkan Raja Timlad ke kamar tamu kehormatan. Lalu dia berdiri di samping Ratu Istran.

Aku ingin bertanya padanya tapi lalu paramedis mulai membawa tubuh Astrica keluar dari ruangan dan aku memilih untuk mengikuti mereka. Seharusnya aku bersikeras untuk tetap tinggal di dalam ruangan tadi. Seharusnya aku tidak membiarkan Astrica lepas dari jarak pandangku. Aku tidak akan pernah meninggalkannya lagi.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top