Bab 36
Rodra
Ini keterlaluan! Pengawal yang kukirim ke Ronaco untuk berpura-pura memberikan bingkisan ucapan terima kasih atas kedatangan utusan mereka telah kembali. Dan surat bertanda tangan Raja Ronaco yang ada di tanganku ini menyatakan bahwa tidak pernah ada pangeran ke sembilan di Kerajaan Ronaco. Ratlas adalah pangeran palsu! Milton itu palsu! Dan Astrica harus tahu ini.
***
Astrica
Apakah kau tahu bahwa waktu berjalan dengan lebih perlahan saat kau menunggu? Seolah planet ini memang sengaja mengelilingi bintangnya dengan lebih perlahan.
Baru seminggu lebih sedikit berlalu sejak Milton pulang. Ya, dia memang mengirimkan pesan lewat transel-nya—alat komunikasi kami di sini—setiap hari. Tapi dia belum bilang apa-apa tentang kapan dia akan datang lagi karena mungkin dia belum lama tiba di Ronaco. Aku bahkan tidak berani bertanya apakah dia sudah berbicara pada orangtuanya tentang kami.
Aku menyibukkan diri dengan pelajaran dan tugas-tugas keputrianku. Ibu membiarkanku mengurus perpustakaan-perpustakaan umum. Aku ikut menentukan pemilihan buku dan penyebaran bukunya. Itu pun membantu kemampuan Bahasa Corix-ku. Aku juga mengadakan pertemuan dengan penerbit buku dan sekolah-sekolah. Hal-hal itu menarik. Tapi tetap saja tidak cukup untuk membuatku tidak memikirkan Milton.
Aku mendengarkan ketukan pada kamarku. Ketukan Riri.
"Yang Mulia, Tuan Rodra memohon untuk bertemu. Katanya penting," katanya. Aku jarang bertemu Rodra belakangan ini. Mungkin dia sibuk. Tapi perasaanku mengatakan dia sedang menghindariku. Jadi permohonan bertemu ini agak mengejutkan.
"Minta dia menemuiku di ruang minum teh," jawabku.
***
Rodra
Aku terus mondar-mandir di ruang minum teh. Aku tidak dapat berdiri diam. Aku bingung. Aku tahu Astrica harus tahu hal ini. Dan sejujurnya, aku senang karena Ratlas adalah pangeran palsu. Karena bukankah itu bukti yang cukup bahwa diriku lebih baik dari dirinya?
Tapi aku tahu berita ini akan membuat Astrica sedih. Ini akan menyakitinya dan aku tidak ingin dia sakit hati. Mungkin lebih baik bila aku membicarakan ini dengan Ayah terlebih dulu. Atau dengan Sang Ratu. Tapi ketika aku hendak keluar dari ruangan, Astrica tiba. Gaun tanpa lengan selututnya cocok pada tubuh mungilnya. Dia begitu menakjubkan. Dia selalu menakjubkan.
"Kau ingin bertemu denganku?" tanyanya. Dia tidak tahu ada begitu banyak hal yang ingin kulakukan dengannya, padanya.
"Aku..., ya..., aku...." Aku tergagap.
"Ayo duduk," katanya dan dia berjalan ke arah meja.
Aku mengikutinya dan menarik sebuah kursi untuknya. Setelah aku duduk di hadapannya, aku hanya diam memandanginya. Aku tidak tahu harus mulai dari mana.
"Apakah itu..., sebuah surat?" tanyanya sambil memandang surat dengan simbol Kerajaan Ronaco di tanganku.
"Tuan Putri, yang akan kusampaikan ini... bukan berita baik," kataku.
"Apakah itu surat dari Ronaco? Apakah sesuatu terjadi pada Milton?" tanyanya, matanya melebar karena khawatir.
"Tidak, Tuan Putri. Ini bukan berita tentang Milton. Oh maksudku, ini memang tentang dia," kataku. Aku sadar bahwa yang kukatakan sama sekali tidak jelas. Apakah ada cara untuk menyampaikan berita buruk pada orang yang kau sayang tanpa membuatnya sedih?
"A... apa maksudmu?" tanyanya. "Boleh kulihat suratnya?"
Aku ragu-ragu sejenak. Tapi lalu kupikir mungkin ada baiknya bila dia membaca ini sendiri. Aku mengulurkan surat itu. Dia mulai membacanya. Dia lalu membuka mulutnya karena kaget. Aku berdiri dan berlutut di sampingnya.
***
Astrica
Menurut yang tertulis di surat berlogo Kerajaan Ronaco ini, tidak ada seseorang yang bernama Pangeran Ratlas. Ronaco hanya punya empat pangeran dan empat putri. Aku membaca lagi surat ini tapi aku masih tetap tidak mengerti.
"Tuan Putri, apakah kau baik-baik saja?" tanya Rodra. Tentu saja aku tidak baik-baik saja.
"A..., apa artinya ini?" aku bertanya.
"Identitas Ratlas bukan seperti yang dikatakannya," katanya.
"Jadi..., dia siapa?" tanyaku.
"Aku tidak tahu," jawabnya.
"Aku harus meneleponnya," kataku sambil berdiri.
"Astrica, tunggu," katanya.
Aku berhenti dan memandangnya, menunggunya melanjutkan perkataannya. "Aku..., aku tak tahu siapa dia sebenarnya. Tapi kau harus berhati-hati. Jelas-jelas dia sudah berbohong padamu. Mungkin dia sudah membohongimu sejak di bumi. Mungkin dia memang sengaja ke bumi untuk mencarimu. Mungkin dia punya tujuan khusus."
"Apa?" tanyaku.
"Aku tidak tahu," katanya.
"Aku harus berbicara padanya." Aku sudah hampir meninggalkan ruangan ketika Riri berlari masuk.
"Yang Mulia, Yang Mulia," panggilnya.
"Tidak sekarang, Riri," kataku.
"Yang Mulia, Sang Ratu...," ucapnya ngos-ngosan.
"Ibu memanggilku?"
Dia mengangguk.
"Tolong katakan pada Ibu aku akan menghadap dalam lima belas menit," kataku sambil mencoba berbicara dengan nada setenang mungkin walaupun rasanya seperti sedang ada topan badai yang berkecamuk di dadaku.
"Ini tidak bisa menunggu, Yang Mulia. Yang Mulia Ratlas juga ada di sini. Di ruang tahta," katanya.
Aku terkesiap.
"Ratlas ada di sini, kau bilang?" tanyaku.
Tapi aku tidak menantikan jawaban Riri. Aku langsung berlari ke arah ruang tahta. Aku mendengar Rodra dan Riri berlari di belakangku.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top