Bab 27
Astrica
Jika aku boleh menentukan, aku lebih suka diajar oleh Rodra. Aku toh memang sudah pernah menjadi muridnya. Tapi Ibunda menginginkan diriku diajar oleh seseorang yang sama sekali tidak dapat berbahasa bumi untuk memastikan aku dengan cepat menguasai Bahasa Corix. Jadi, Lady Riwin-lah yang dijadikan guruku.
Lady Riwin memang kepala bagian di salah satu sekolah tinggi yang baik dan dia hampir berusia tujuh puluh tahun. Selain itu, dia masih berdarah bangsawan. Dia masih sepupu jauh dari kakekku—aku tidak tahu dari pihak mana—dan dia juga adalah istri Sir Irtu—penasihat Tinggi Chitrasca.
Walaupun Lady Riwin berilmu tinggi dan bijak, pelajarannya tidak dapat dibilang menarik. Fakta bahwa dia sering tertidur di tengah pelajaran tidak membantu. Aku sedang berada di tengah-tengah bab tiga buku teks Institusi Pemerintahan ketika Lady Riwin mulai mendengkur dengan perlahan. Tadinya kukira para bangsawan tidak boleh mendengkur!
Aku memandangnya dan berpikir bagaimana mungkin aku yang membaca sesuatu yang begitu membosankan dan malah dia yang jatuh tertidur. Lalu aku mendengar ketukan lembut pada pintu. Aku menoleh untuk melihat wajah Rodra muncul dari balik pintu. Dia tersenyum ketika melihatku dan segera maju untuk berlutut.
"Yang Mulia, jika Yang Mulia perlu diselamatkan dari situasi ini, mungkin aku dapat menawarkan jasaku," bisiknya.
Aku melihat sebentuk senyum pada ujung bibirnya. Aku mengangkat alisku dan dia berdiri. Dia menggerakkan kepalanya ke arah pintu dan perlahan berjalan ke sana. Dengan perlahan juga aku menutup buku teksku dan menghampiri Lady Riwin. Bagian atas tubuh kurusnya tertelungkup di atas meja. Aku mendengar napasnya yang teratur, lalu aku berjingkat ke arah pintu. Senyum Rodra melebar ketika melihatku mendekat.
***
Rodra
"Jadi apa pelajarannya hari ini?" tanyaku ketika kami sudah keluar dari ruang belajar.
"Institusi Pemerintahan," jawabnya.
"Menarik?" tanyaku.
Astrica memutar bola matanya. "Semembosankan dirinya," jawabnya sambil menggerakkan tangannya ke arah pintu di belakangnya.
"Sebutkan tiga institusi pemerintahan kita!" kataku.
"Jadi kau ini datang untuk mengujiku?"
"Tidak. Aku ke sini untuk mengajakmu ke suatu tempat. Tapi aku akan merasa lebih baik jika tahu bahwa kau memang sudah menyelesaikan pelajaranmu untuk hari ini," jawabku.
"Dan jika aku dapat menjawabnya dengan benar, ke mana kau akan mengajakku?" tanyanya.
"Tidak akan kuberitahu sampai kau menjawab dengan benar."
"Kerajaan, kementerian, dan ketahanan," jawabnya.
"Dan apa yang menjadi tugas masing-masing?"
"Kerajaan itu beranggotakan raja, ratu, para penasihat, dan bendahara. Mereka yang membuat kebijakan dan yang mengurus keuangan kerajaan. Kementerian dikepalai oleh perdana menteri dan mereka yang mengurus operasional. Mereka mengimplementasikan kebijakan dan mengatur kehidupan rakyat. Ketahanan bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanan. Mereka langsung di bawah raja atau ratu. Apa ada pertanyaan lain, Mr. Lee?" tanyanya, dengan sengaja menggunakan nama bumi-ku.
"Tidak. Cukup untuk sekarang. Ayo kita berangkat, Andrea!" kataku, sengaja menggunakan nama bumi-nya juga.
Dia tersenyum dan menyamai langkahku. Aku membawanya ke sebuah ruangan kecil yang sering kugunakan sebagai tempat sembunyi semasa kecil. Aku sudah lama tidak ke sana dan ruangan itu kotor ketika kulihat pagi ini. Tapi tentu saja sudah kubersihkan. Selain itu, aku sudah menebarkan selembar kain di atas lantai kayunya, dan sebuah keranjang piknik di atasnya.
Aku menghabiskan berhari-hari memikirkan hal ini, terus ragu-ragu apakah aku sebaiknya melakukannya atau tidak. Aku tahu ini tidak boleh. Aku bisa saja dihukum dengan tuduhan menculik sang putri! Walaupun secara teknis, aku bahkan tidak membawanya keluar dari lingkungan istana. Tapi sejak aku ingat ruangan ini, aku tidak bisa berhenti memikirkan untuk menunjukkannya pada Astrica.
Apakah ini sebuah kencan? Aku tidak berani berpikir seperti itu. Walau tentu saja aku mengharapkan demikian.
"Apakah kita akan piknik di dalam ruangan?" tanyanya.
"Ssst..., jangan keras-keras."
Aku punya beberapa tempat persembunyian di dalam istana, tapi ini adalah yang paling kusukai karena letaknya tepat di atas ruang tahta. Dari sini kau bahkan dapat mendengar apa yang terjadi di ruang tahta. Dan karena itu, jika kau berbicara terlalu keras, kemungkinan suaramu akan terdengar di ruang tahta juga.
"Kenapa?" bisik Astrica.
Aku lalu menunjukkan salah satu panel kayu dinding di sana. Aku menunjukkan sebuah lubang kecil panjang yang letaknya setinggi lutut. Aku memintanya duduk dan melihat melalui lubang itu. Aku yang membuat lubang itu dulu. Dari sana, kita dapat melihat ruang tahta.
"Oh, ini tempat untuk jadi mata-mata!" bisiknya.
Aku tersenyum.
"Tapi ruang tahtanya kosong," katanya lagi.
"Tidak untuk waktu yang lama. Akan ada rapat lima menit lagi."
Benar saja. Begitu aku menyelesaikan kalimatku, pintu ruang tahta terbuka. Aku beringsut untuk mengambil keranjang piknikku dan membukanya.
"Kita makan apa?" bisik Astrica tanpa mengalihkan pandangannya dari lubang.
"Roti selai kacang khas Amerika," bisikku sambil memberikan sebuah kepadanya.
Dia terkikik. Kacang di Chitrasca tidak sama dengan kacang di bumi. Kami juga tidak punya buah anggur. Tapi kami punya sejenis berry yang rasanya mirip blackberry, jadi selai berry itu yang kugunakan. Rasanya tidak sama persis, tapi lumayan mirip.
Di bawah sana kami melihat Morga—kepala ketahanan—memasuki ruangan dengan beberapa anak buahnya. Tak lama kemudian, Irtu—kepala penasihat yang adalah suami Lady Riwin—masuk. Lalu ayahku sendiri masuk bersama Ratu Istran.
Setelah mereka duduk mengelilingi meja, ayahku membuka rapat. Astrica menghabiskan roti tangkupnya. Aku mengambil sebuah lagi dari keranjang untuknya. Dia memandangku ketika menerima roti itu. Ada noda selai berry di antara bibir dan pipinya. Tanpa pikir panjang aku mengulurkan tanganku untuk membersihkan noda itu dengan jariku.
"Terima kasih," katanya dan dia kembali memandang lubang di hadapan kami.
Aku tahu aku juga seharusnya mengembalikan pandanganku ke lubang. Tapi aku tidak dapat melakukannya. Aku masih ingin memandang wajahnya. Dan, aku ingin sekali menyentuh pipinya lagi.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top