Bab 26
Sorba
Istran sudah mondar-mandir di ruang tahta selama satu jam, menantikan saat bergabung dengan Rodra dan Astrica di perpustakaan. Terlihat sekali kegugupannya. Yah, menceritakan kembali saat orang yang paling kau cintai dibunuh memang tidak mudah. Aku berdiri.
"Ayo kita bergabung dengan mereka," kataku.
Istran menggeleng. "Aku belum siap."
"Kita tidak akan pernah siap. Tapi Sang Putri berhak tahu."
Istran menggeleng lagi. "Menceritakan apa yang sudah terjadi itu memang sulit, tapi tetap dapat dilakukan. Masalahnya, apa yang dapat kita katakan padanya tentang masa depan? Kita bahkan belum punya rencana yang matang!"
Dia benar. Walaupun kami sudah memikirkan dan membahasnya selama lima belas tahun, kami masih belum punya rencana sempurna untuk memastikan keamanan Astrica, ataupun keamanan kerajaan ini.
Sejak serangan Amladistia enam belas tahun yang lalu, hubungan diplomatik di antara kita tidak jelas dan rapuh. Memang belum ada lagi serangan dari mereka dan kita pun belum melakukan serangan balik. Tapi mungkin saja itu karena keduanya perlu waktu untuk mengumpulkan kekuatan dan membangun tentara. Walaupun ada setetes harapan bahwa mungkin..., mungkin saja kedua kerajaan ini telah belajar bahwa hidup berdampingan dengan damai itu lebih baik bagi rakyat masing-masing.
Tahun lalu, tiba-tiba saja, mereka mengirimkan seorang duta besar. Kami menerimanya dan bahkan membalas dengan mengirimkan seorang duta besar kami ke sana juga. Beberapa perjanjian perdagangan juga sudah ditandatangani. Tapi benar-benar tidak ada yang tahu apakah mereka hanya menantikan saat yang tepat untuk kembali menyerang. Atau mungkin di mata mereka, tanpa adanya penerus, hanya masalah waktu sebelum Kerajaan Chitrasca berakhir. Tapi sekarang karena Putri Astrica telah kembali, suasana perbidakan catur seolah sudah diacak kembali.
"Itu datang hari ini," ucap Istran sambil menunjuk ke sebuah kotak di atas meja kecil di samping kursi tahta. Kotak itu kecil. Aku bahkan tidak memperhatikan sebelumnya.
"Apa itu?" tanyaku.
"Isinya bros. Dari Simal," katanya. Simal adalah duta besar Amladistia. "Dikirim untuk Astrica. Katanya hadiah selamat pulang kembali ke rumah."
"Tapi kita belum mengumumkan Astrica secara formal!"
"Ya. Tapi kita juga memang tidak dapat merahasiakan hal ini. Rakyat begitu bergembira karena kepulangannya," ucapnya.
"Hm..., jadi ini bisa saja upaya menunjukkan keramah-tamahan. Atau bisa juga sebuah pesan yang mengatakan bahwa mereka mengawasi rencana kita."
"Tapi apa sebenarnya rencana kita, Sorba?" tanya Istran. Sedihnya, aku tidak punya jawabannya. "Kukira..., sebaiknya kita berbicara dengan Astrica sekarang," tambahnya ketika dilihatnya aku diam saja.
Dengan perlahan, dia berjalan ke arah pintu ruang tahta. Aku mengikutinya.
***
Istran
Mereka berdua sedang duduk di atas permadani ketika aku masuk. Rodra segera bangkit saat melihatku. Astrica juga.
"Yang Maha Mulia," kata Rodra sambil berlutut. Astrica berlutut di sampingnya. Dan untuk sesaat, semua kekhawatiranku luruh. Aku tidak peduli apa yang akan terjadi kemudian. Adanya Astrica di sini, hidup dan sehat, itu saja sudah lebih dari yang dapat kuminta.
"Berdiri. Berdiri," kataku.
Setelah semuanya duduk di sekeliling meja rendah, aku memulai.
"Astrica, tidak ada cara mudah untuk mengatakan ini, jadi aku akan mengatakannya apa adanya," kataku. Sebelum aku melanjutkan, aku mengangguk ke arah Rodra, memintanya untuk menerjemahkan perkataanku. Tapi ketika Rodra mulai berbicara, Astrica menghentikannya.
"Aku tidak perlu penerjemah asalkan semuanya berbicara dengan perlahan. Aku akan minta diterjemahkan bila ada yang tidak kumengerti," katanya.
Aku mengangguk.
"Enam belas tahun yang lalu, Amladistia menyerang kita. Peperangan berlangsung lebih dari setahun dan amat merugikan kedua belah pihak. Pada akhirnya, mereka berhasil membunuh ayahmu, Raja Grecar."
Aku berhenti untuk menarik napas demi menahan jatuhnya air mata. Lima belas tahun telah berlalu, tapi rasa sakit ini masih saja begitu terasa seolah kejadian itu baru terjadi menit yang lalu.
"Dan untuk memastikan mereka tidak melukaimu, kami memutuskan untuk menyembunyikan dirimu di bumi," ucapku kemudian.
"Yang Mulia, seperti yang kau ketahui, Yang Mulia tidak dikirim seorang diri. Nistra ditugasi menemanimu," jelas Sorba.
"Aunt Nancy!" bisik Astrica. "Dia..., dia selalu ada untukku. Lalu dia meninggal."
"Ya, aku menemukan rumah kalian tidak berpenghuni. Tapi aku berhasil menemukan Yang Mulia," kata Rodra.
Astrica memandangnya dengan pandangan berterima kasih.
"Astrica, tidak bisa kugambarkan bagaimana leganya aku karena sekarang kau sudah pulang," kataku.
Astrica berdiri, berjalan ke arahku untuk memelukku.
"Aku juga, Ibunda. Aku juga," bisiknya.
"Yang Maha Mulia, mungkin Rodra dan aku sebaiknya meninggalkan Yang Maha Mulia berdua untuk...," kata Sorba.
"Tidak. Tidak usah. Kami tidak apa-apa. Sebaiknya kita melanjutkan diskusi ini. Masih banyak yang harus dibicarakan," kataku.
Astrica kembali ke kursinya. "Ba..., bagaimana hubungan Chitrasca dan Amladistia sekarang?"
"Ya, pastinya itu pertanyaan yang pertama muncul di benakmu," kataku. "Sedihnya, jawabannya tidak begitu jelas."
"Kita punya sebentuk hubungan diplomatis dengan mereka. Kita punya perjanjian kerja sama perdagangan dan juga pertukaran ahli. Mereka mengirimkan duta besar untuk kita dan kita juga melakukan yang sama," jelas Sorba.
"Dan kebetulan sekali benda ini datang dari duta besar mereka. Untukmu," kataku sambil memberikan kotak kecil itu pada Astrica. Dia membuka kotak itu dan melihat isinya.
"Cantik," katanya tapi lalu dengan cepat menutup kotak itu dan meletakkannya di atas meja seolah dia tidak tertarik sama sekali pada benda itu. "Apakah mereka akan menyerang kita dalam waktu dekat?" tanyanya terus terang.
"Hanya mereka sendiri yang tahu itu," jawabku.
"Tapi jangan khawatir. Selama lima belas tahun ini, kita telah menjadi kuat. Kita punya tentara yang kuat yang menjaga garis batas dua puluh empat jam sehari. Kita punya perlengkapan yang cukup, persenjataan, dan benteng bawah tanah yang kuat. Rasanya aku tidak melebih-lebihkan bila mengatakan bahwa kita lebih siap daripada enam belas tahun yang lalu. Kita sudah belajar dari pengalaman," kata Sorba.
Astrica memandangnya, lalu memandangku seolah memintaku membenarkan hal itu. Aku mengangguk.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top