Bab 24
Rodra
Apakah dia benar-benar berpikir bahwa aku mendapati permadani ini lebih menarik daripada wajahnya? Apakah dia benar-benar tidak tahu setiap kali aku memandangnya, sulit buatku untuk mengalihkan pandanganku lagi?
Andai saja aku dapat menghabiskan sisa hidupku memandangi wajahnya.
Aku mencoba untuk tidak melihatnya supaya aku tidak terus memikirkan semua hal yang ingin kulakukan padanya, yang ingin kulakukan dengannya.
"Jadi, apa yang akan kau ajarkan terlebih dulu, pelajaran sejarah atau pelajaran sainsnya?" tanyanya.
"Jika aku boleh mengusulkan, Yang Mulia, aku dapat menjelaskan perjalanan antar galaksi kita terlebih dahulu. Karena Sang Ratu ingin ikut serta sewaktu kita membahas sejarah," jawabku.
"Boleh saja."
Aku mengeluarkan saputangan dan dua kelereng besar dari sakuku.
"Apakah kau akan main sulap?" tanyanya.
"Maaf, tidak. Aku tidak bisa sulap," kataku.
Meja rendah di antara kami terlalu jauh untuk kujangkau dari tempat dudukku. Maka aku berdiri dan duduk di atas permadani. Aku tidak menyangka Astrica lalu melakukan hal yang sama. Dan karena sekarang dia duduk begitu dekat denganku, aku dapat menyentuhnya bila aku mengulurkan tanganku.
Jantungku melompat. Dan ini bodoh, sebenarnya! Karena bukankah kita sudah sering duduk lebih dekat dari ini ketika sedang mengerjakan buku teks bersama-sama di bumi? Tapi kami tidak lagi di bumi.
Aku melebarkan saputanganku di atas meja. Aku meletakkan sebuah kelereng pada salah satu sudutnya.
"Ini adalah matahari," kataku.
"Matahari..., milik bumi?" tanyanya.
Aku mengangguk. Lalu aku meletakkan kelereng yang satu lagi pada sudut yang berseberangan secara diagonal.
"Ini adalah cetix, sebuah bintang yang letaknya dua belas tahun cahaya dari matahari," kataku. "Seperti yang kau ketahui, matahari punya delapan planet dan bumi adalah planet ke tiga terdekat, satu-satunya planet dengan jarak optimal untuk kehidupan," lanjutku sambil menyentuh kelereng yang pertama tadi.
Lalu aku memindahkan tanganku untuk menyentuh kelereng yang kedua.
Dengan menggunakan Bahasa Corix, aku berkata, "Cetix punya lima planet dan saat ini kita berada di cori, planet ke tiga terdekat, satu-satunya planet dengan jarak yang optimal bagi kehidupan. Cori adalah rumahmu. Rumah kita."
***
Astrica
Aku mengerti arti kalimat yang diucapkannya. Mungkin itu karena dia mengucapkannya dengan sangat perlahan. Mungkin juga karena aku sudah mendengarkan bahasa itu terus-menerus selama kurang lebih seminggu. Atau mungkin yang dulu pernah diajarkan Aunt Nancy sudah mulai kembali padaku. Atau mungkin juga itu hanya karena Rodra mengatakan kalimat yang hampir sama, hanya menukar nama bintang dan planet.
Aku mengangguk.
"Bagaimana kau akan menjelaskan perjalanan kita bolak-balik antara dua planet yang mengelilingi bintang yang berbeda itu?" tanyaku.
Rodra lalu mengeluarkan sebuah pena. Dia mengambil kelereng matahari dan meletakkannya di meja. Dia lalu menggambar sebuah tanda X pada sudut di mana matahari tadi berada. Dia pun melakukan yang sama dengan kelereng Cetix.
"Nah, ada banyak cara kita untuk bepergian dari satu X ke X yang lain. Salah satunya seperti ini," katanya seraya menggeser jarinya dari satu sudut sepanjang sisi saputangan, lalu berbelok pada sudutnya, menyusuri sisi lainnya, untuk mencapai sudut yang berseberangan secara diagonal dari sudut tempatnya mulai.
"Satu cara lain seperti ini," katanya seraya memindahkan jarinya dari X yang pertama ke X ke dua dengan membuat pola zig-zag.
"Dan..., bisa juga caranya seperti ini," katanya seraya memindahkan jarinya dari X yang pertama, keluar dari saputangan, membuat gerakan memutar-mutar pada meja, sebelum akhirnya masuk kembali ke area saputangan, sedikit berputar hingga akhirnya menuju X yang ke dua.
"Oh aku mengerti! Ada banyak cara untuk bergerak dari satu X ke X yang lain. Kita bahkan dapat melakukan ini!" kataku sambil meletakkan jariku pada X yang pertama, lalu membuat lompatan dengan jariku ke lengan Rodra sebelum akhirnya membuat sebuah lompatan lagi, dan mendarat pada X yang ke dua.
***
Rodra
Itu bahkan tidak sampai satu detik. Tapi saat ujung jarinya menyentuh lenganku, kurasakan seolah waktu berhenti. Padahal bukan lenganku yang disentuhnya, hanya lengan bajuku. Tapi mungkin aku memang menginginkan waktu berhenti. Walaupun sentuhan itu begitu ringan dan ada secarik kain yang menghalangi sentuhannya pada kulitku, setiap jengkal tubuhku merasakannya.
Bukankah itu lucu? Karena dia toh sudah pernah menyentuhku lebih banyak ketika dia membantuku berjalan saat aku berpura-pura sakit minggu lalu? Aku juga pernah menyentuhnya lebih banyak ketika aku menariknya keluar dari air?
Untuk beberapa saat, aku tidak dapat berkonsentrasi. Aku harus mengerahkan semua kendali diriku untuk tidak menariknya ke dalam pelukanku. Jika sentuhan yang begitu ringan punya efek yang sebesar itu padaku, aku tidak berani membayangkan kemungkinan-kemungkinan lainnya.
"Aku dapat melakukan itu, bukan?" tanyanya sambil tersenyum.
Aku mengangguk sambil menikmati senyum itu selama yang kubisa.
"Me..., memang tidak ada peraturan yang bilang tidak boleh," kataku ketika kemampuan berbicaraku akhirnya kembali. "Tapi pertanyaan sesungguhnya adalah, manakah rute terdekat dari satu X ke X yang lain?"
Astrica langsung membuat garis dengan jarinyadari satu X ke X yang lain.
"Jarak yang terdekat tentu saja adalah diagonalnya," jawabnya.
"Kau yakin?"
"Yakin."
"Bagaimana jika aku melakukan ini?" tanyaku.
Aku lalu melipat saputangan itu menjadi sebuah segitiga sehingga X yang pertama menyentuh X yang kedua, menghilangkan jarak yang ada di antara mereka.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top