Bab 22

Astrica

Mimpiku aneh. Aku bermimpi tenggalam. Padahal aku sama sekali tidak sedang pergi berenang dan aku bahkan tidak sadar di mana gerangan aku. Aku tahu seharusnya aku tinggal bangun saja dari mimpi buruk ini tapi aku tidak bisa. Aku berteriak. Dan aku sendiri kaget karena nama Milton yang kupanggil.

Bukankah dia sudah pergi dari hidupku? Apa gunanya memanggil namanya sekarang? Lalu Mr. Lee datang untuk menarikku keluar dari air. Aku ingin memberitahunya untuk membiarkanku saja. Karena ada kedamaian tersendiri yang hadir ketika kau melayang di dalam air. Tapi dia terus menyeretku.

Ternyata ada juga kedamaian yang datang saat tahu bahwa kau sedang diselamatkan. Jadi, aku pun kembali tidur. Tunggu, bukankah aku memang sedang tertidur?

Sesuatu memberitahuku bahwa sudah waktunya bangun.

Aku membuka mataku.

***

Rodra

Astrica seharusnya sudah terbangun beberapa jam yang lalu. Efek obat tidur itu harusnya sudah habis. Tapi dia masih juga tidur. Sang ratu duduk di tepi tempat tidur memandangi putrinya seolah sang putri adalah mahluk luar angkasa. Tapi bukankah dia memang baru saja datang dari sebuah tempat yang berjarak dua belas tahun cahaya jauhnya?

Ayahku sudah berjam-jam mondar-mandir di ruangan ini. Aku sampai heran melihat motif pada lantai belum terhapus oleh sol sepatunya. Aku sendiri sudah duduk di sini berjam-jam juga. Pada umumnya tentu saja aku tidak boleh berada di dalam kamar tidur sang putri. Tapi ini sebuah pengecualian.

Ayah berpikir akan lebih baik jika aku di sini supaya saat Astrica siuman nanti, paling tidak ada sebentuk wajah yang langsung dikenalinya. Jika saja wajahku bisa menjadi wajah yang pertama dilihatnya saat dia membuka matanya setiap hari.

***

Istran

Dia membuka matanya. Aku langsung melompat dari kursiku. Tapi aku tidak dapat melangkah ke arahnya. Ya, aku tahu aku sudah menantikan saat ini selamanya. Dan sekarang saat dia terbaring dua langkah di hadapanku, aku tak mampu bergerak. Mungkin aku seorang pengecut.

***

Andrea

Aku merasakan selimut yang lembut disekelilingku. Ketika pandanganku mulai terfokus, wajah Mr. Lee yang kulihat di hadapanku. Dia tersenyum. Aku membalas senyumannya.

"Apakah..., apakah aku ketiduran? Apakah sudah waktunya berangkat ke rumahmu sekarang?" tanyaku.

Dia menggeleng.

"Kita sudah di rumah," jawabnya.

Aku mengalihkan pandanganku dan melihat seorang wanita. Rambutnya yang hitam dan panjang membingkai tubuh langsingnya seolah berusaha melindunginya.

"Apakah kau Ibu Mr. Lee?" tanyanya.

Walaupun aku jadi heran kenapa ibu Mr. Lee mengenakan mahkota. Dan bukankah Mr. Lee berkata ibunya tidak dapat berdiri tanpa dibantu? Dia bahkan sama sekali tidak mirip dengan wanita yang fotonya pernah Mr. Lee tunjukkan kepadaku. Wanita itu membuka mulutnya. Tapi tidak ada perkataan yang keluar. Dia menutupnya lagi.

"Andrea," panggil Mr. Lee.

Aku memandangnya dan baru saat itu aku melihat ruangan tempatku berada. Ruangannya besar dengan jendela-jendela yang tinggi. Tempat tidur yang kutempati mempunyai empat tiang tinggi. Apakah ini hotel kelas atas?

"Aku..., aku di mana?" tanyaku.

"Andrea, ada banyak yang harus kujelaskan padamu. Dan mungkin semuanya akan sedikit sulit dimengerti. Tapi kau harus janji untuk mendengarkan dengan pikiran terbuka," kata Mr. Lee.

Otakku berputar. Aku mencoba memikirkan segala kemungkinannya. Apakah Mr. Lee sedang menculikku? Tapi untuk apa? Dan bagaimana bisa seorang penculik menyandera orang yang diculiknya di sebuah hotel mahal? Juga, siapa wanita dengan mahkota ini? Yang dilakukannya hanya memandangiku seolah aku ini hewan langka. Lalu aku sadar bahwa ada seseorang lagi di ruangan itu. Seorang pria yang lebih tua. Aku memandanginya.

"Ini..., ini ayahku," kata Mr. Lee.

Pria itu mengangguk padaku.

"Aku tidak tahu kau tinggal dengan ayahmu juga. Kukira hanya dengan ibumu," kataku.

Aku mencoba bangun, mencoba memandangi orang-orang di sekelilingku dari posisi terlentang membuat leherku pegal. Sang wanita dengan cepat membantuku. Dia memindahkan bantalku supaya aku dapat pindah ke posisi duduk. Setelahnya, aku memandangi ketiga orang di hadapanku bergiliran. Mr. Lee, ayahnya, dan ibunya yang mengenakan mahkota. Semuanya memandangku dengan kening berkerut. Tapi tidak ada seorang pun yang mengatakan apa-apa seolah mereka menanti yang lain untuk memulai.

Akhirnya, sang wanita berbicara.

***

Istran

Aku tak dapat menunggu lagi. Tadinya kukira jika kutunggu, dia akan ingat dan matanya akan melebar, hingga kemudian dia akan memanggilku Ibu seraya memelukku. Selama bertahun-tahun, seperti itulah yang kubayangkan akan terjadi di hari ini. Tapi mungkin tidak. Berarti memang aku yang harus mengingatkannya.

"Astrica," kataku.

Dan saat itulah aku melihat matanya melebar.

***

Astrica

Pernahkah kau mengalami saat di mana sebuah lagu tiba-tiba mengingatkanmu pada ingatan tertentu? Atau sebuah bau? Atau sebuah kejadian? Atau sebuah suara? Karena ketika aku mendengar suara wanita itu, aku tiba-tiba saja tahu siapa dia seolah ada sebuah tombol di dalam tubuhku yang baru dinyalakan.

Bukan, dia bukan ibu Mr. Lee.

Dia adalah ibuku.

"Ibu?" tanyaku.

Tapi aku tidak mengatakannya dalam bahasa yang biasa kugunakan. Aku mengatakannya dalam bahasa lain, bahasa rahasia yang kupikir diciptakan oleh Aunt Nancy.

Ibu segera memelukku begitu erat seolah tak akan pernah dilepaskannya lagi. Lalu, dia menangis. Dia terus menangis begitu lama. Tidak ada yang menenangkannya seolah dia memang punya hak untuk menangis selamanya. Baru ketika akhirnya dia lebih tenang, dia menjauhkan wajahnya untuk memandangku.

"Tidak ada kata-kata yang dapat menggambarkan betapa bahagianya aku karena sekarang kau sudah pulang ke rumah," katanya.

Aku memerlukan beberapa detik untuk mengartikan kalimat yang Ibu sampaikan, karena sudah lama aku tidak menggunakan bahasa itu. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Apakah harus kujawab, ya, aku juga senang sudah pulang?

Karena aku bahkan tidak tahu di mana ini yang disebut rumah.

"Jangan khawatir, kami akan menjelaskan semuanya," katanya seolah membaca kebingungan pada wajahku.

"Kurasa Yang Mulia Putri Astrica perlu beristirahat dulu," kata ayah Mr. Lee.

Dan baru beberapa saat kemudian aku sadar bahwa yang dimaksud adalah diriku. Aku memandang Ibu dan mahkotanya.

"Apakah..., apakah Ibu seorang Ratu?" tanyaku.

Dia mengangguk.

"Rasanya kita bisa memperkenalkan diri," katanya sambil memandang ke arah Mr. Lee dan ayahnya. "Ini Sorba. Dia perdana menteri kita. Dia sudah membantu ayahmu dan aku sejak lama sekali. Dan ini Rodra, anaknya," kata Ibu.

Berarti Mr. Lee memang tidak bohong ketika bilang pria di sampingnya itu adalah ayahnya.

"Rodra, siap melayani, Yang Mulia," kata Mr. Lee sambil berlutut di tepi tempat tidurku.

"Jadi..., Roger Lee itu bukan namamu yang sesungguhnya?" tanyaku.

"Bukan, Yang Mulia. Dan rasanya Yang Mulia juga sekarang sudah tahu bahwa Andrea bukan namamu yang sesungguhnya," jawabnya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top