Bab 20
Andrea
Untunglah Mr. Lee sudah lebih baik. Hari sudah gelap tapi Mr. Lee memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke rumah ibunya.
"Baru jam delapan. Kita akan tiba di sana kira-kira jam sepuluh. Tapi sebaiknya kita makan dulu," katanya sambil mengeluarkan burger yang tadi dibelinya dari dalam backpack-nya. Dia mengulurkan sebuah burger padaku.
"Aku tidak lapar," kataku.
Mr. Lee merengut. "Jangan sampai perutmu kosong, nanti masuk angin. Makanlah dulu. Perjalanan akan lebih nyaman dengan perut kenyang."
Aku mengambil burger itu dan membukanya. Dia sendiri mengeluarkan sebuah lagi dari tasnya dan melakukan hal yang sama. Kami makan burger berdua sambil bercakap-cakap seputar buku teks yang sedang kami buat. Di kamar itu ada dua botol air mineral dan kami meminumnya. Setelahnya, kupikir kami akan segera berangkat tapi rupanya Mr. Lee berkehendak lain.
"Apakah kau keberatan bila aku mandi dulu sebelum kita berangkat? Tadi setelah aku muntah, aku sudah sempat mencuci muka, tapi rasanya akan lebih nyaman bila aku mandi dulu."
"Baiklah," jawabku.
"Kau tidak apa-apa menunggu?"
Aku menggeleng.
"Baik," katanya.
Dia pun meraih tas travel-nya dan masuk ke kamar mandi. Aku mencari remote TV dan menyalakannya. Tapi, tidak ada acara yang bagus. Akhirnya aku mematikannya lagi. Di meja ada beberapa majalah travel dan aku pun membuka salah satunya untuk menghabiskan waktu. Suara air terdengar dari kamar mandi. Mungkin ada baiknya bila aku juga mandi dulu sebelum berangkat. Tapi koperku masih berada di dalam mobil.
Aku berdiri. Tapi tiba-tiba ruangan seperti berputar. Untung aku sempat berpegangan pada meja. Aku duduk kembali. Mungkin aku terlalu cepat berdiri. Aku mengerjapkan mataku, lalu berusaha berdiri lagi. Aku berhasil berdiri. Tapi aku merasa kepalaku ringan seperti susah kukendalikan. Mataku juga tiba-tiba menjadi berat. Tiba-tiba tempat tidur di hadapanku terlihat begitu menggoda. Rasanya akan enak sekali bila aku bisa memejamkan mataku barang sekejap saja.
Tapi, tempat tidur itu bekas ditiduri Mr. Lee. Rasanya tidak patut bila dia keluar dari kamar mandi dan menemukan diriku terbaring di sana. Aku duduk kembali, meletakkan tanganku di atas meja dan membaringkan kepalaku di atas tanganku. Nyaman sekali rasanya bisa memejamkan mata seperti itu.
***
Roger
Ketika aku keluar dari kamar mandi, Andrea sudah tertidur, seperti yang kuperkirakan. Kepalanya terbaring di atas meja berbantalkan lengannya sendiri. Jika ini kulakukan di Chitrasca, jika aku sampai ketahuan telah mencekoki sang putri dengan obat tidur, pastilah kepalaku segera dipenggal. Tapi lagi-lagi ini bukan Chitrasca.
Aku berjalan mendekat. Dengan perlahan aku memindahkan sang putri ke atas tempat tidur. Masih ada beberapa jam sebelum tengah malam. Pastinya dia akan lebih nyaman tertidur dengan posisi berbaring. Maafkan aku, Putri. Tapi aku benar-benar harus melakukan apa pun demi menyelesaikan tugasku ini.
***
Andrea
Aku mendengar suaraku dipanggil. Suara Mr. Lee. Aku mencoba membuka mataku tapi mataku begitu berat.
"Andrea, ini aku. Tidak perlu kaget. Aku akan memindahkanmu ke mobil. Kau terus saja tidur. Kau masih mengantuk," kata Mr. Lee.
Tapi dia tidak mengatakannya demikian. Dia mengatakannya dalam bahasa lain. Sebuah bahasa yang pernah diajarkan Aunt Nancy padaku, bahasa yang katanya adalah bahasa rahasia kami. Selama ini aku yakin bahasa itu hanya bikin-bikinannya saja. Bagaimana mungkin Mr. Lee juga tahu bahasa itu? Aku ingin bertanya, tapi aku tak kuasa membuka mulutku. Aku merasakan diriku diangkat. Aku berusaha bangun, tapi entah kenapa mataku begitu berat dan otakku begitu susah kuperintah untuk terjaga.
"Mmmm...." Hanya itu yang mampu kukatakan.
"Ssst, Andrea. Kau akan baik-baik saja. Aku janji," kata Mr. Lee.
Ya, tentu saja aku baik-baik saja. Aku hanya masih mengantuk. Aku juga tidak mengerti mengapa kita harus pergi saat ini juga sampai-sampai dia harus menggendongku seperti ini.
***
Roger
Untunglah Andrea bertubuh kecil. Dan, untunglah dia sudah memilih kamar yang dekat dengan lift yang hanya 1 lantai di atas lobi. Ketika aku tiba di lobi, hanya ada dua resepsionis hotel yang sedang bertugas karena sudah pukul sebelas malam. Melihat aku menggendong seorang wanita, salah satunya langsung menghampiriku dengan pandangan curiga. Tapi sebelum dia sempat mengatakan apa-apa, aku lebih dulu memanggilnya.
"Pak, temanku sakit. Aku akan membawanya ke rumah sakit," kataku.
Resepsionis itu memandangku bingung.
"Rumah sakit apa yang terdekat dari sini?" tanyaku lagi.
"Rumah..., Rumah Sakit St John," jawabnya gelagapan.
"Bisakah kau tolong teleponkan rumah sakitnya? Tolong katakan bahwa Mr. Roger Lee sedang membawa temannya ke sana, minta supaya petugas IGD-nya bersiap-siap," pintaku.
Si resepsionis segera menyuruh temannya yang seorang lagi untuk menelepon.
"Oh, dan tolong perintahkan salah satu concierge-mu untuk membantuku," kataku.
Walaupun kecil, menggendong Andrea sejauh itu ternyata tidak mudah.
Dia segera kembali ke mejanya juga untuk mengangkat telepon yang lain. Tapi ketika tidak ada yang muncul dari pintu staff, dia sendiri yang berinisiatif untuk membantu.
Dia membantuku membawa Andrea ke mobilku. Tasku sudah kumasukkan ke mobil terlebih dulu tadi. Jadi begitu Andrea berhasil kutempatkan di tempat duduk depan yang sudah kuturunkan sandarannya, dan setelah memastikan seat belt-nya terpasang dengan baik, aku pun berterima kasih pada si resepsionis dan mengitari mobil untuk masuk ke pintu pengemudi.
Dengan cepat aku segera mengemudikan mobilku keluar dari sana. Tidak akan masalah dengan kamar hotelnya karena tadi Andrea sudah membereskannya sewaktu check in. Yang penting sekarang adalah tiba di Bad Water Basin sebelum tengah malam. Aku memandang jam digital pada dasbor dan lega ketika melihat bahwa masih ada banyak waktu. Kami tidak akan terlambat.
Chitrasca, kami datang.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top