Bab 11

Andrea

Milton menghabiskan lebih banyak dan lebih banyak waktu bersamaku seolah waktu yang ada tidak pernah cukup. Awalnya itu asyik. Tapi lama-kelamaan, aku merasa seperti tercekik. Selain Aunt Nancy, aku tidak pernah sedekat ini dengan orang lain, terutama dengan seorang pria.

Untung saja minggu depan semester musim gugur akan dimulai. Kelas-kelas akan dimulai dan selain pelajaran Inggris, jadwalku dan Milton berbeda. Jadi kami tidak akan menghabiskan setiap waktu bersama. Dan lagi, teman-temannya akan ada di sini. Mereka juga akan menghabiskan waktu bersama Milton.

Aku tahu ini terdengar aneh. Seorang gadis yang menyayangi kekasihnya tentu ingin menghabiskan sebanyak-banyaknya waktu bersama. Yah, harus kuakui, aku sayang dia. Senyumnya menghangatkan hatiku. Dia membuat jantungku berdetak lebih cepat hanya dengan berada di sini. Tapi, entahlah.

Bagaimana bila dia tidak ada di sini lagi esok?

***

Milton

Tentu saja aku tidak mengindahkan peringatan Dale. Jika orangtuaku memang masih hidup seperti yang dikatakannya, aku yakin mereka akan menyukai Andrea, dan akan memperbolehkan kami berpacaran. Maksudku, Andrea bukan gadis tidak bertanggung jawab yang menggunakan obat-obat terlarang atau terlibat perjudian. Andrea bisa dibilang adalah tipe gadis ideal yang diinginkan semua orangtua untuk anak mereka. Dia pintar, cantik, rajin, bertanggung jawab, dan segalanya. Mereka pasti akan menyukainya.

Oke, mungkin aku kelewat yakin. Tapi aku tahu aku akan dapat membuat orangtuaku melihat kenapa aku meyukai Andrea. Bukan. Itu bukan karena dia pintar, cantik, rajin dan sebagainya itu. Tapi itu karena aku mencintainya dan dia mencintaiku.

Tentu tidak ada alasan yang lebih penting dari itu, bukan?

Jadi urusan Andrea ini tidak menggangguku. Yang lebih menggangguku adalah kenapa orangtuaku memilih untuk menelantarkanku? Yah, mungkin itu tidak benar. Mereka tidak membuangku ke jalanan. Mereka bahkan mengutus seseorang yang amat bertanggung jawab untuk memenuhi semua kebutuhanku. Jika aku memikirkan hal ini, bisa ada banyak alasan yang mungkin. Orangtuaku mungkin adalah sepasang bintang film yang amat terkenal yang selalu diikuti oleh paparazzi ke mana pun mereka pergi, termasuk ketika mereka sedang belanja ke supermarket atau bahkan ke toilet umum. Dan karena orangtuaku ingin aku punya masa kanak-kanak yang normal, mereka pun menyembunyikanku. Bukankah tidak asyik bila selalu ada yang sembunyi-sembunyi memotretku saat aku main bola di lapangan?

Mungkin juga orangtuaku adalah agen rahasia yang memegang banyak rahasia negara, yang jika jatuh ke tangan yang salah akan memulai perang dunia berikutnya. Oleh karena itu, mereka takut aku diculik, lalu mereka dipaksa menebus diriku dengan menyerahkan rahasia negara berupa urutan DNA dari kuman paling mutakhir yang akan dijadikan senjata bio teknologi oleh negara yang mendapatkannya.

Aku bahkan pernah berpikir bahwa mungkin orangtuaku dulu amat miskin dan mereka bekerja untuk raja mafia. Lalu mereka dibayar mahal untuk menjadi kambing hitam untuk dipenjarakan. Uang bayaran itulah yang lalu digunakan untuk menghidupiku dengan serba berkecukupan ini.

Oke, alasan-alasan ini mungkin terdengar seperti cerita film saja. Tapi, hei, cerita film juga banyak yang diambil dari kehidupan nyata. Dan Dale, tentu saja Dale mengunci mulutnya rapat-rapat karena jika dia membuka rahasia ini, mungkin dia akan dibunuh oleh si raja mafia.

***

Andrea

Sore ini ketika aku melangkah keluar dari perpustakaan, Milton ada di luar menantiku. Dia berlari ke arahku dan menarikku ke dalam pelukannya seolah sudah berbulan-bulan, dan bukannya hanya baberapa jam saja, dia tidak melihatku.

"Kangen aku?" tanyanya.

Aku tersenyum, tidak mampu menjawab iya atau tidak. Jawabannya tentu saja iya. Tapi aku terlalu takut untuk mengatakannya. Mungkin aku memang pengecut. Kami berjalan ke arah kafetaria tapi ketika jalanan bercabang, dia menarikku ke arah yang tidak menuju kafetaria.

"Kita ke mana?" tanyaku.

"Aku sedang menculikmu. Jadi aku tidak akan memberitahumu," jawabnya.

Dia menggenggam tanganku lebih erat. Kami berjalan ke arah kandang kuda.

"Apakah kita akan berkuda?" tanyaku.

Dia menggeleng. "Terlalu lapar untuk berkuda."

Kemudian, dia mengajakku ke sebuah istal kosong. Di dalamnya kulihat sebuah meja kecil yang hanya berupa kotak kayu ditutupi seprai putih. Sehelai lagi seprai putih juga sudah dihamparkan di atas tanah. Di atas meja kecil itu ada dua batang lilin menyala, sepiring potongan ayam panggang, semangkuk sayuran, sekaleng beer untuk dirinya dan segelas air untuk diriku. Tidak, dia tidak memasak makanan ini. Milton tidak bisa masak. Ini adalah masakan kafetaria. Tapi itu tidak masalah untukku.

"Kita akan makan malam di sini," katanya. "Itu jika..., kau tidak masalah dengan bau tempat ini. Tadi aku sudah menyemprotkan pengharum ruangan tapi..., yah masih bau," tambahnya.

Aku tersenyum. Bau tempat ini sama sekali tidak mengangguku. Karena ketika bersama-sama Milton, satu-satunya yang tercium olehku adalah dirinya. Aku melepaskan sepatuku dan Milton menggandengku melangkah ke atas seprai. Rasanya empuk. Dia pasti telah meletakkan jerami di bawah seprai ini.

Dia membantuku duduk lalu dia sendiri pun duduk. Dari tadi dia tidak berhenti tersenyum tapi aku melihat kegugupan di sudut matanya. Aku jadi mulai bertanya-tanya apakah dia menyiapkan semua ini untuk menebus kesalahan yang telah diperbuatnya atau apakah karena dia hendak mengatakan sesuatu yang tidak kusukai. Aku langsung tegang.

Milton meletakkan potongan ayam pada piringku. Ketika dia mulai makan, aku juga makan. Tapi potongan ayam panggang kafetaria yang biasanya kusuka itu terasa seperti kertas karton pada lidahku. Apakah ini makan malam bersama kami yang terakhir? Apakah dia akan memberitahuku karena tahun ajaran baru akan dimulai, dia akan perlu memusatkan perhatian, waktu, dan tenaganya pada hal lain selain diriku? Aku mulai membuat daftar alasan yang mungkin akan dia gunakan untuk memutuskan hubungan kami.

"Andrea?" panggilnya.

Aku memandangnya.

"Apakah kau baik-baik saja?" tanyanya.

Pasti dia telah memanggilku beberapa kali dan aku tidak mendengarnya. Milton menggeser tubuhnya mendekatiku. Dia lalu menarikku ke dalam pelukannya. Bukankah ini hal yang aneh untuk dilakukan seseorang yang sedang berusaha untuk memutuskan hubungan dengan kekasihnya?

"Apakah..., apakah kau sedang ingin memutuskan hubungan kita?" tanyaku terus terang.

Milton memegang kedua bahuku dan mendorongku menjauh dengan perlahan hanya agar dia dapat memandang mataku.

"Tidak! Apa yang membuatmu berpikiran seperti itu?" tanyanya.

"Entah. Kau seperti..., menyembunyikan sesuatu."

Milton kembali memelukku. Lebih erat dari sebelumnya seolah pelukannya akan dapat mengusir semua keraguanku.

"Andrea, aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Kau tahu itu?"

Aku diam saja.

"Jika kau belum tahu, sekarang kau sudah tau," lanjutnya. "Tapi kau benar, memang ada sesuatu yang harus kukatakan kepadamu."

***

Milton

Lalu aku mengatakan semuanya. Yah, tidak benar-benar semuanya. Aku memberi tahunya bahwa orangtuaku masih hidup dan mereka akan datang mencariku suatu hari nanti. Tidak, aku tidak tahu kapan orangtuaku akan datang, tapi kata Dale tidak akan lama lagi. Aku memberitahunya bahwa aku tidak tahu mengapa orangtuaku menyembunyikan diri mereka dariku selama ini. Tapi aku tidak memberitahu Andrea bahwa menurut Dale orangtuaku tidak akan menyetujui hubungan kami. Aku memberitahu Andrea bahwa aku akan berbagi orangtuaku dengannya. Ya, niatku memang seperti itu. Orangtuaku harus cukup untuk kami.

Aku memang tidak langsung memberitahu Andrea tentang orangtuaku karena aku takut. Rasanya salah satu alasan kenapa kami begitu dekat adalah karena kami berdua sama-sama yatim piatu. Tapi sekarang aku bukan lagi seorang yatim piatu.

Apakah ini akan mengubah segalanya di antara kami? Apa yang akan Andrea lihat ketika dia memandang diriku? Apakah dia akan melihatku seperti seorang anak laki-laki kaya yang punya keluarga sempurna?

Walaupun keluarga sempurna pastinya makan malam bersama setiap hari dan terus terang aku tidak ingat terakhir kali aku makan malam bersama orangtuaku. Aku masih samar-samar ingat wajah ibuku. Tapi, aku bahkan tidak ingat wajah ayahku.

Dulu, ketika aku bertanya pada Dale kenapa kita tidak punya selembar pun foto kedua orangtuaku, dia selalu bilang bahwa semua foto telah terbakar sewaktu kebakaran. Tapi sekarang aku tahu tidak benar-benar ada kebakaran. Jadi aku akan minta Dale untuk menunjukkan foto kedua orangtuaku secepatnya. Tapi jika mereka memang sepasang orang terkenal, mungkin saja aku sudah pernah melihat foto mereka di surat kabar atau tabloid.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top