T. Unfriend
"Kamu kok nggak pernah kelihatan bareng Tama lagi?" Lidya bertanya tiba-tiba. Mulutnya masih sibuk mengunyah bakso, sementara sorot mata penuh kekepoannya tertuju padaku.
"Kenapa emangnya?" Aku berusaha terdengar tak peduli dan lanjut menyantap nasi goreng. Semester ini entah sudah berapa kali aku mendengar pertanyaan yang sama. Lama-lama rasanya muak juga.
"Yaa, kalian 'kan kayak amplop dan perangko, roti dan selai, bunga dan kumbang, romeo dan--"
"Oke stop!" Analogi ngawur macam apa itu? "Aku tahu kami pernah berteman dekat, tapi jangan gunakan perumpamaan kayak gitu, dong. Geli!"
Lidya tertawa. "Intinya, kalian selalu bareng. Dari semester 1 malah! Sekarang kok malah kayak orang asing?"
Untungnya aku sudah menyiapkan jawaban khusus untuk orang-orang kepo macam Lidya. "Mau ganti suasana, mungkin? Lagian nggak ada aturan yang bilang kalau aku dan Tama harus selalu bareng sampai lulus."
Mendengar itu Lidya cuma angkat bahu. "Yaa, cuma aneh aja, sih--eh? Eh!" Dia mendadak heboh. "Panjang umur! Si Tama, tuh!"
Aku refleks mengikuti arah telunjuk Lidya. Tidak jauh dari tempat kami duduk, orang yang sedang dicarakan sedang mengantre di tempat pemesanan ayam geprek. Seakan sadar sedang diperhatikan, cowok jangkung itu ikut melihat ke arahku. Kami hanya bertatapan selama sepersekian detik sebelum akhirnya Tama buang muka duluan.
"Wuihh! Ada masalah nih pasti." Lidya kembali ribut. Pasti dia juga melihat aksi buang muka barusan. "Kenapa, sih? Ayo cerita sama aku!"
"Bukan apa-apa, kok." Aku mencoba terdengar cuek. "Udah, cepat habiskan baksomu. Bentar lagi kita masuk kelas."
"Iya. Iya." Meski tampak tidak puas, Lidya patuh dan lanjut menyantap baksonya.
Sementara itu, diam-diam aku melirik ke arah Tama. Cowok itu sudah menerima pesanannya dan pergi ke meja kantin paling sudut. Biasanya aku akan pergi menghampirinya duluan dan ikut duduk di depannya tanpa menunggu dipersilakan. Namun, sekarang sudah tidak bisa. Situasinya sudah jauh berbeda.
Kutarik napas dalam dan mengembuskannya cepat.
Seberapa pun besarnya aku menyayangkan kondisi ini, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Persahabatan kami sepertinya memang ditakdirkan untuk berakhir begitu saja. Semuanya pasti masih sama, seandainya Tama tetap melihatku sebagai teman. Tidak lebih.
***
TEMA 20:
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top