【3】Si "Sosok" Mesum Pt. 2

Pukul 22.33

Masih terpikir tentang apa yang kukatakan ke "sosok" mesum tadi. Makin kupikirkan semakin aku merasa malu dan gelisah.

Bisa-bisanya aku memikirkan "sosok" itu lagi! Kehadirannya begitu membuatku nyaman dan senang. Tapi, benar-benar aneh, apa yang dia maksud dengan "hanya aku yang tahu dirimu dalam bahaya"

Aku melihat diriku di dalam kaca. Aku memegang wajahku dengan kedua tanganku, wajah yang merah padam. Baru pertama kalinya, wajahku begitu merah padam karena seorang cowok. Tapi, sayangnya dia hanya "roh" yang bergentayangan.

"Apaan sih, begitu saja malu," kataku sambil melihat bayanganku yang ada di kaca.

"Iya nih! Baru begitu saja wajahmu sudah merah padam. Nggak asik, ah~"

Tiba-tiba si "sosok" mesum itu muncul dari belakang pundakku.

"Hhhuua–!" Aku sempat berteriak sangat keras hingga tangan dari si "sosok" mesum yang transparan itu membekap mulutku.

"Jangan berisik dong, Vel! Heboh banget, sih dirimu ini," dia memarahiku. Bisa-bisanya diriku dimarahi oleh "sosok" mesum itu. Akhirnya aku hanya bisa mengangguk dan tak melawannya.

🎑🎑🎑

Aku masih melanjutkan mengerjakan tugas dan mempelajari buku mantera tersebut. Ciri fisik dari buku ini boleh dibilang cukup tebal dan berwarna merah, model cover-nya klasik berbentuk zentangle dengan simbol zodiak menghiasi di setiap bagian buku ini.

"Hei, "sosok" mesum! Apakah kau mengetahui tentang buku mantera ini?" tanyaku sambil berbisik ke arahnya yang berada tepat di...

Di bawah kolong meja belajarku.

"Heh~! Jadi, sekarang kau berniat memutus rantai dan segera menemuiku?" godanya dengan menunjukkan evil smile-nya. Damn! So hot!

Gila! "Sosok" mesum ini membuat pikiranku terbang ke angkasa dan seolah gerak-geriknya begitu menawan.

"Kenapa kau ada di kolong mejaku. Dasar otak mesum!" kataku dengan kedua kaki yang menginjak "sosok" nya.

"Ishhh! Karena aku transparan aku tak bisa kau lukai. Tapi, satu yang perlu kau ketahui," lanjutnya dengan jari telunjuk menghadap tepat di depan wajahku. Aku hanya memandanginya dengan penuh keheranan.

"Panggil dulu aku dengan sebuah nama! Jangan sebut lagi "sosok mesum" beginilah-begitulah. Pikirkan sebuah nama yang berkesan. Jika, kau menyebut namaku aku akan hadir menemuimu," jawabannya membuatku cukup terkejut.

"Oke, akan kucarikan nama yang pantas untukmu! Sebaiknya kau menepati janjimu itu," Aku mencari nama yang cocok untuknya.

10 menit kemudian...

"Untuk sementara waktu, aku panggil kamu Bejo dulu. Aku hanyalah seorang gadis kecil yang lemah," setelah mengatakan itu akupun, tertidur lelap dalam posisi tertidur di meja belajar. Membaca buku mantera cukup menguras tenaga.

"Hah? Yang benar saja! Carikan nama yang lebih keren, dong! Masa Bejo?! Hei, Vella–"

Masa bodoh lah dia mau memprotes nama itu. Aku benar-benar lelah.

🎑🎑🎑

Di dalam mimpi, Bejo ikut ambil bagian di dalamnya. Dia begitu senang ketika, aku ada di sampingnya. Dia tersenyum dan sesekali bercanda denganku.

Ciri fisiknya boleh dibilang tipe cowokku sekali. Tinggi, berkulit putih, rambutnya berwarna biru dongker dan ketika ia menatap ke arahku bola matanya berwarna cokelat dengan bibir yang cukup pucat.

Aku hanya bisa melihatnya secara jelas di dalam mimpi, selain di dalam mimpi aku hanya melihatnya samar-samar seperti, melihat bayangan pada umumnya.

Bejo, apa yang kau inginkan dari diriku? Kenapa kau begitu menpersoalkan tentang "rantai" itu. Apakah dirimu adalah orang yang bisa kupercaya? Akankah aku kembali ke dunia ini lagi?

Aku tak ingin kehilangan kenangan yang berharga dengan keluarga ini. Bejo, jika kau memang orang yang bisa kupercaya. Bisakah kau menjaga hidupku dengan sepenuh hatimu? Akankah keluarga yang kutinggalkan baik-baik saja?

Bejo yang berada di dalam mimpiku tidak bisa menjawab permintaanku. Namun, aku cukup tenang ketika tahu ada "seseorang" di luar sana yang mengkhawatirkan kehidupanku.

"Kamu bisa saja mengahdapi bahaya yang akan terjadi."

Kata-kata itu membuatku diliputi ketakutan dan kegekisahan, namun ketika kau datang dan mengatakan,

"Hanya aku yang tahu bahaya yang mengintai dirimu."

Diriku yang sempat membeku, kau luluhkan dengan ucapan yang mampu menghangatkan batinku. Hangat seperti pelukan dari seseorang yang sudah lama tak berjumpa. Iya, ada benih-benih rasa kerinduan bercampur rasa kesepian yang mendalam di dalamnya.

🎑🎑🎑

*Drrrtttt... Drrtttt....*

"Berisik banget sih! Ugh..." elakku sambil mengusap mataku pelan.

"Hei! Bangun, Vel! Matahari sudah terbit. Kau harus pergi ke sekolah! Ingat tentang rantai itu!" bisik si Bejo yang berada di dekatku. Di tempat tidurku.

Hah, dia berada di dekat tempat tidurku?

Gawat! Bejo melihatku dalam keadaan lengah. "Oh Tidak!" teriakku sambil mengayunkan tanganku dengan cepat dan keras ke arah si Bejo. "Aduh, vel! Kasar banget!" rintihnya kesakitan sambil memegangi hidungnya. "Jangan pura-pura bersandiwara di hadapanku! Aku tahu kau transparan," kataku sambil merapikan tempat tidurku. Kenapa waktu sudah menunjukkan pukul 06.00

Ya Tuhan! Aku benar-benar ceroboh. Duh! Keburu terlambat kalau begini. Setelah mandi selesai, aku langsung menuruni anak tangga dan bergegas sarapan dengan roti selai.

"Vella, kau melupakan bekalmu!" kata mamahku dengan memasukkannya ke dalam tas ranselku. Aku hanya menengok ke belakang lalu, membungkuk mengucapkan, "Aku berangkat!"

"Aneh! Sejak kapan Vella jadi lebih semangat pergi ke sekolah ya?" kata mamahku dari teras depan rumah.

Hufftttt.... Hufffttt.....

Hah! Aku sampai lupa mengatur nafas karena menyelip sekitar 2 atau 3 truk kontainer. Nggak heran kalau nilai olahragaku di kelas yang tertinggi. Mungkin ban sepedanya sudah aus atau sudah tak berbentuk.

Aku memberhentikan sepedaku di parkiran timur dekat dengan lapangan basket. Setelah turun dari sepeda, aku langsung berlari dari lapangan basket ke lapangan hijau yang di dekatnya berdiri sisa gedung sekolah lama.

Gawat! Sungguh gawat sekali. Aku harus segera membersihkan sampah di sekitar perpustakaan sekolah lama lagi. Barulah aku bisa mengikuti pelajaran seperti biasa. Tapi, berapa lama lagi aku harus melakukan hal ini?

🎑🎑🎑

Kembali ke tempat ini lagi membuat semangatku luntur. Berbekal sapu dan ikrak yang aku ambil di dejat parkiran sepeda, aku memulai proses pembersihan sampah dan dedaunan kering di sekitar perpustakaan belakang sekolah.

"Ya Tuhan! Cobaan apalagi ini, kemarin aku sudah membersihkan tempat ini," keluhku sambil melihat sampah yang berkumpul di lorong-lorong gedung sekolah lama. Aku benci mendapat tugas ini!

Aku rasa ada yang mengawasiku. Tumbuhan yang menjulang tinggi ke atas seperti seolah-olah merasa tak bersalah karena telah menggugurkan dedaunan keringnya ke tanah. "Hah!" Aku menghela napas cukup berat.

"Kenapa kau membersihkan tempat di sekitar kami?" tanya seseorang dari atas pohon.

"Kau tanya kenapa? Aku mendapat tugas untuk membersihkan tempat ini, kalau sudah selesai tugasku. Takkan kuganggu tempat ini," jelasku sambil memunguti sampah plastik yang berserakan. Sampah plastiknya banyak sekali, punggungku sampai berbunyi.

"Vel! Kamu sedang berbicara dengan pohon, ya?" tanya Bejo.

Eh? Aku berbicara dengan pohon? Pohon yang mana?

Tiba-tiba, dedaunan kering yang tadi menjadi keluhan bagiku naik menolak gaya Newton yang seharusnya terjadi pada dedaunan yang jatuh ke tanah.

Dan kulihat dengan mata kepalaku sendiri, dedaunan itu mengumpul menjadi satu membentuk tubuh seseorang setelah berputar-putar cukup lama. Wujudnya seorang anak perempuan seusiaku, rambutnya panjang bergelombang berwarna hijau daun.

"Terima kasih, anak yang ditakdirkan. Karena dirimu sebentar lagi rantai dan misteri yan menyelimuti gedung sekolah lama akan terbongkar. Tolonglah roh yang kini berdiri di dekatmu itu," ucapnya lembut sambil membungkuk di hadapanku dan Bejo.

"Eh? Kenapa Anda membungkuk di hadapanku? Berdirilah," ucapku sambil menatapnya penuh heran.

"Hmmm... Jadi, sekarang kau sudah percaya pada yang kukatakan jauh hari sebelumnyakan? Aku tak pernah berbohong," sirik Bejo dengan membuang muka dan kedua tangannya melipat di depan dada.

"Hei, Bejo! Jangan bersikap seperti itu di hadapannya," desakku sambil mencoba membela sikap ramah dari "roh" pohon tersebut.

"Ah, jangan berkelahi hanya gara-gara aku. Wajar saja jika "roh" yang bersamamu itu marah. Karena awalnya kukira dia hanya bercanda. Maafkan aku, Tuan Moses," pekiknya sambil bersujud di hadapan kami untuk kedua kalinya.

"Hei, Vel! Kau masih tidur ya? Dia bukanlah sosok manusia yang sesungguhnya. Membutuhkan waktu dan persiapan yang lama untuk menunjukkan wujud manusia. Dia terikat dengan pohon di sekolah ini, ini semua karena rantai itu," jelasnya panjang lebar.

🎑🎑🎑

Suasana di sekitar kami menjadi sangat tenang, setelah mendengar penjelasan dari Bejo. Eh, tunggu dulu tadi "roh" pohon ini mengatakan sesuatu tentangnya kan? Apa yang dia katakan, ya?

"Jangan kau anggap pusing perkataan "roh" dari pohon Linden itu, Vel. Segeralah keluar dari sini," pinta Bejo sambil menarik tanganku. Tarikan tangan Bejo begitu terasa ketika berada di sekitar gedung sekolah lama.

Saat aku membalikkan badan dan menegok ke arah "roh" pohon Linden tadi. Dia sudah menghilang. Mungkin dia harus mengumpulkan kekuatannya lagi untuk berbicara dengan aku. Tapi, lagi-lagi Bejo dan "roh" pohon Linden berbicara tentang satu hal yang pasti.

"Rantai..." ucapku lembut sambil merenungi kata-kata itu.

Dan kenapa selalu ada kata "yang dijanjikan" ketika, melihatku dan diiringi dengan perasaan yang tak tenang dari lubuk hatiku, Batinku dalam hati.

"Bejo, Apa yang membuatmu begitu marah ketika melihatnya? Apa kemungkinan Perempuan itu membuat keberadaanku dalam bahaya?" tanyaku dengan tatapan yang murung.

"Mungkin dia hanya wujud dari "roh" yang mencoba baik kepadamu. Tapi, aku tak mau kalau kau diperdaya oleh makhluk sepertinya. Dia tak akan menyerangmu karena, ada aku di sampingmu," jelasnya padaku dengan muka yang memerah.

"Wah, jadi "sosok" mesum ini bisa tersipu malu juga, ya?" godaku sambil mencubit kedua pipinya.

"Akwi–! (Sakit–!)" pekiknya dengan kedua tangan memegang tanganku yang mencubit kedua pipinya.

Sudah hampir setengah jalan dan akhirnya kami sampai di lapangan hijau belakang sekolah.

"Bejo, andaikan kau adalah seorang manusia. Apa yang akan kau minta?" tanyaku kepadanya sambil sesekali melempar senyum indahku. Saat aku melirik ke arah tangannya, tidak terasa akan genggamannya.

Dia akan menjadi transparan lagi.

Bisa dibilang raut wajahnya begitu serius. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya dia membuka mulutnya.

"Kalau bisa aku ingin mengajakmu pergi berkencan. Sedih rasanya, ketika membayangkan sekilas tentang kehidupanku di masa lalu yang samar-samar," jawabnya sambil merengek seperti anak bayi.

"Hei, sudahlah. Kan aku hanya bertanya padamu. Jangan merengek seperti itu. Tapi, di mana tubuh aslimu itu–?" ketika aku menengok ke arahnya. Benar saja dia sudah menghilang dan menjadi transparan.

Dan tanpa kusadari aku sudah sampai di depan kelasku. Selama perjalanan menuju kelas aku melihat banyak sekali "roh" yang bergentayangan di sekitarnya. Serta aku melihat ada "roh" yang mencoba bercengkeraman dengan manusia.

🎑🎑🎑

Sesampainya aku di depan kelas. Teman-teman menghampiriku dan dilihat dari wajahnya saja pasti tahu. Mereka ingin bertanya tentang kejadian yang kemarin. Kejadian di gedung belakang sekolah.

"Hei, Vel! Apakah kau bertemu dengan sosok yang menyeramkan di gedung itu?" tanya Archeri sambil memelototi diriku.

"Hei, hentikan tatapan mengerikannu itu, Ar! Vella. kau tak apa-apakan? Haruskah kita memberitahu kejadian yang kau alami ke Kepala Sekolah?" tanya Sonya sambil menggenggam tanganku hangat.

Aku tersenyum melihat mereka yang antusias bertanya tentang keadaanku.

"Ah satu hal lagi yang membuatku penasaran. Aku kemarin melihatmu pingsan di ruang UKS dan aku melihat seorang cowok sedang menunggumu untuk sadar," kata Nesa.

"Apakah dia kakakku?" tanyaku sambil berjalan ke arah bangku-ku dan menaruh tas ranselku.

"Hm? Dia bukan kakakmu. Aku hanya melihatnya dari kejauhan. Saat kulihat. jari telunjuknya berada di sekitar bibirnya yang pucat dan tersenyum pasi ketika. melihat kehadiranku," jelas Nesa.

Bibir yang pucat dan tersenyum pasi?

"Vel, kenapa sampai sekarang kau belum mempunyai seorang pacar? Untuk wajah sepertimu kan banyak yang suka," ungkap Sonya. Sonya perkataanmu begitu tepat mengenai sasaran.

"Iya aku suka kok padamu! Suka membully-mu! Hahaha..." kata Archeri dengan raut wajah yang menjengkelkan. Dan seisi kelas malah mentertawakanku. Huh! Kalian semua, jahat banget.

🎑🎑🎑

"Hei, cepat duduk gurunya akan segera datang. Guru jomblo!" teriak Archeri, ketua kelas yang mengolok-olok Pak Bintang.

"Yah! Pak Jomblo lagi, jomblo lagi," kataku dengan wajah yang lesu.

Ketika aku mencoba mengedarkan pandanganku ke seluruh kelas. Mataku dan Nesa bertemu, dia berada di bangku nomor dua dari depan pojok dekat jendela. Sedangkan bangku-ku berada di nomor tiga dari depan dan kedua dari jendela.

"Apa Nes?" bisikku pelan.

Nesa melihatku lalu. dia menuliskan sesuatu di secarik kertas dan akhirnya aku membuka kertas itu perlahan.

Sret!

"Ciri fisiknya kriteria cowok idaman sekolah. Tubuhnya jakung, rambut berwarna biru dongker, warna mata aku melihatnya samar-samar berwarna cokelat dan senyumannya membuatku mengerti bahwa, dia adalah..." saat aku akan melanjutkan membaca isi dari secarik kertas itu.

Wooosssshhhh!!!!

Datang angin yang kencang dari jendela, membuat seisi sekolah terutama seisi kelas kebingungan dan ada yang bertanya dari mana datangnya angin tersebut.

Saat aku melanjutkan kembali membaca secarik kertas itu, aku mendapatkan "sosok" yang selama ini kuanggap mesum hingga, memberinya nama yang cuma-cuma. Berada di dekat jendela kelasku, sedang menatapku dengan senyum yang pasi.

"Oh iya! Dia seperti mengatakan, jangan mengganggumu atau dia sedang tidur. Tapi, saat aku tak sengaja menengok untuk memastikannya..." kata terakhir yang membuatku terkejut ini dan kehadiran si Bejo yang disertai angin besar.

Membuat kedua mataku terbelalak ketika, tahu bahwa Bejo sedang mencium keningku saat ini maupun, yang ada di secarik kertas itu.

"Dia... Menciumku?" tanyaku dengan suara yang lirih.

🎑🎑🎑

"Iya, aku yang menciummu dan membawamu ke ruang UKS. Aku ingin bilang semuanya padamu, tapi aku takut kau akan menganggapku sebagai "roh" yang aneh," jelasnya dan kedua tangannya menutup telingaku.

Sehingga tak terdengar lagi suara bising dari luar. Dan waktu terasa berhenti untuk beberapa waktu. Suara di sekitarku menjadi tenang seperti suara yang berasal dari gemericik air. Seperti tercipta ruang yang dibuat oleh Bejo untukku.

"Bejo? Apa yang kau lakukan? Kau bilang kau hanya "roh" yang transparan? Lalu, coba jelaskan ini semua," tanyaku yang dalam keadaan marah sambil meremas secarik kertas dari Nesa.

"Vel, aku memaksakan diriku agar kau cepat sampai ke ruang UKS. Aku selalu membicarakan soal "rantai" karena, aku ingin segera bersentuhan denganmu. Aku ingin terbebas dari kutukan ini!" jelasnya dengan mendekapku erat dalam pelukannya.

"Jadi, itu alasanmu kenapa kau begitu antusias ketika membicarakan tentang "rantai"? Nanti malam datanglah lagi ke rumahku. Aku ingin belajar tentang mantera kalau kau bisa membantuku," kataku sambil menepuk pelan bahu lebarnya.

"Tanpa kau suruh pun aku akan menghampiri rumahmu. Mantera ya? Mungkin aku masih ingat beberapa mantera yang bisa kuajarkan padamu," jelasnya.

"Bejo, tadi "roh" pohon Linden itu mengucapkan sesuatu tentang namamu kan? Jawab aku!" kataku sambil mendorongnya pelan. Kami berdua masih berada di ruang yang tercipta oleh Bejo.

"Bejo! Hei Bejo! Kamu dengar tidak?" tanyaku sambil membisik ke arah telinganya.

"Kenapa kau segitu ingin tahunya tentang namaku, daripada ingin mengetahui perasaanku?"

Wah, ternyata "roh" bisa juga ngambek ya? Hebat banget!

"Karena kau pernah bilang bahwa seharusnya aku memberimu nama yang keren. Tapi, waktu itu aku kecapekan jadi tak sempat memikirkan hal yang rumit," jawabku sambil tertawa nyengir.

"Dasar cewek lola satu ini. Namaku Moses! Ingat itu, Moses! Jangan panggil aku si "sosok" mesum atau Bejo lagi. Panggil aku dengan namaku,"

Byuuurrr....

Setelah dia menjawab pertanyaanku dia meninggalkanku dan perlahan aku bisa mendengarkan kegaduhan yang berasal dari teman-teman sekelasku. Lalu, ruang yang diciptakan oleh Moses perlahan memudar.

"Baiklah anak-anak. Karena angin besar tadi sudah reda. Sekarang keluarkan kertas kalian. Kita akan mengadakan postest," jelas Pak Bintang sambil menuliskan soal postest di papan tulis.

Sebagian dari kami mengeluh karenanya. Tentu saja. tak ada murid yang suka dengan ujian yang mendadak. Tapi, semoga hasilnya memuaskan. Aku menatap kembali ke arah jendela, sementara teman-temanku sedang mengeluh karena postest.

Kalau dipikir-pikir, suara "byurr" tadi mengakhiri percakapanku dengan Moses. Tampaknya ia kembali ke tempatnya berada, karena aku tak merasakan hawa keberadaannya.

"Jadi, namamu Moses ya? Nama yang cukup keren menurutku," gumamku sambil tersenyum kecil.

🎑🎑🎑

Setelah jam pelajaran yang diampu Pak Bintang selesai. Archeri pergi ke kantor guru dan suasana di kelas cukup ramai. Sebagian dari mereka ada yang sedang berlari-larian di dalam kelas, ada juga yang sedang menggosip seperti halnya diriku.

"Nesa, apa pendapatmu tentang cowok yang menungguku di ruang UKS kemarin?" tanyaku saat menghampiri bangku Nesa.

"Jadi, ada cowok yang menunggumu ya, Vel? Kenalkan pada kami, dong!" kata Nia.

"Sst! Nia, kalaupun aku punya cowok. Bakal kutunjukkan kepadamu dan semuanya tapi, kalau nyatanya tidak ada ya sudah. Terus gimana tadi Nes, tentang pertanyaanku," aku beralih menatap ke arah Nesa.

"Hm, menurutku lumayan tampan! Kehadirannya seperti air yang mengalir. Kupikir dia pacarmu, makanya aku tak menanyakan hal-hal yang membuatnya tersinggung," jelasnya sambil membersihkan lensa kacamatanya.

Draapp... Draappp...

"Teman-teman! Saat ini jam kosong, kita disuruh oleh guru yang mengajar membaca buku di perpustakaan!" teriak Archeri di depan pintu masuk kelas.

"Wah asik! Jam kosong, Vel. Ayo buruan ke perpustakaan. Keburu ditinggal loh," ajak Nesa dan Nia.

"Hei, pelan-pelan dong!" kataku. Saat aku akan menutup pintu kelas, aku merasakan angin yang membuat rambutku berkibas-kibas.

Terserahlah, mungkin Moses sedang ngambek lagi, batinku dalam hati.

Semoga saja aku cepat merapalkan mantera yang mampu mematahkan rantai yang membelenggu para penghuni sekolah ini.

🎑🎑🎑

Saran, kritik dan vomment nya~

Apa sih yang diributkan Moses, "roh" pohon Linden dan Vella, ya?

Seperti apa kisah tentang Rantai yang membelenggu dan buku mantera yang misterius?

Ikuti terus petualangan dan kisah Vella, ya!⭐💞💕

— See you✨ —

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top