4. Berusaha Menghilang

Aruni benar-benar mengurung dirinya di kamar seharian, menangisi dirinya sendiri, dirinya yang menyedihkan, dirinya yang seolah kehilangan dirinya sendiri. Entah bagaimana dia akan menghadapi dunia setelah ini, apalagi menghadapi Okxy dan dua sahabatnya yang lain. Hanya dengan semalam dan semua hal terasa berubah, Okxy yang selalu dia yakini sebagai sosok baik, kini menghancurkan keyakinan itu, entah pria seperti apa lagi yang akan Aruni percayai. Bahkan terlalu berat untuk menghadapi dunia saat ini.

Kebanyakan menangis membuat tubuhnya menjadi lemah, Aruni butuh makan sekarang juga. Dia memutuskan keluar kamar di tengah malam, di meja makan ada Alvano, sedang duduk sembari menikmati sebatang rokok.

"Eh, adek."

Vano langsung mematikan rokoknya, papa mereka tidak merokok dan memang Aruni kurang suka asap rokok.

Vano terdiam ketika mendapati mata bengkak milik Aruni, apa yang adiknya itu lakukan sampai sulit membuka matanya begini?

"Kamu kenapa?"

Aruni hanya menggeleng, dia mengambil gelas kemudian menuang air putih dan meminumnya, dia sama sekali tidak memiliki energi untuk menjawab pertanyaan Vino, kepalanya dipenuhi kemungkinan buruk dan dia tidak bisa jika diminta berpikir yang lain sekarang.

"Ada apa?" tanya Vino sekali lagi, tidak ada yang tidak dia ketahui soal Aruni. Dan jika adiknya menangis sampai sebegininya berarti ada yang tidak beres.

Aruni masih menggeleng, tidak tahu juga harus memberikan jawaban seperti apa.

"Abang telepon Okxy, kamu terakhir sama dia, 'kan?" tanya Vino.

Justru kalau bisa Vino jangan pernah menghubungi Okxy, andai Vino tahu bahwa alasan Aruni begini adalah Okxy, mungkin dia tidak akan pernah sudi menyebut nama itu.

Aruni masih menggeleng.

"Kamu kenapa sih?!" Nada suara Vino semakin meninggi, mereka adalah anak-anak mandiri, sudah ditinggal ibu sejak kecil, seharusnya Aruni jangan lemah begini.

"Aku capek! Aku cuma capek Bang!" Aruni tidak mau kalah, Vino kira hanya dirinya yang bisa marah? Aruni juga lelah, andai mudah menjelaskan semuanya ke Vino, dia juga tidak akan begini. Semua ini juga menyiksa, dia kesakitan tapi tidak bisa berbagi rasa sakit. Dia lelah, tapi tidak bisa menyerah.

"Aku baik-baik aja, cuma lagi capek aja. Lagi banyak tugas! Dan emang, 'kan, selama ini aku cuma bisa nangis!"

Vino terdiam, dia kemudian melihat pergerakan Aruni. Dia tidak yakin Aruni bisa begini hanya karena tugas, pasti ada sesuatu yang tidak dia tahu.

***

Vino tentu tak langsung menelan mentah-mentah alasan yang Aruni utarakan, selama ini dia lumayan dekat juga dengan teman-teman Aruni dan ya yang paling dekat dengannya adalah Okxy, hanya Okxy yang lebih gaul dari dua sahabat mereka yang lain. Okxy yang lebih enak jika diajak membicarakan apa pun, meski usianya lebih muda dari Vino, tapi dia bisa mengobrol dengan Vino.

Vino :

'Lo tau nggak adek gue kenapa?'

Okxy menatap pesan dari Vino, sialnya dia tidak tahu harus menjawab apa pertanyaan itu.

Okxy :

'Kenapa emang?'

Vino :

'Matanya bengkak, habis nangis kayaknya.'

'Kayaknya nangisnya seharian, soalnya bengkaknya sampai kayak susah dibuka gitu."

Okxy kembali menjedut-jedutkan kepalanya ke dinding, dia bodoh, sangat bodoh bahkan, kini Aruni menyiksa dirinya sendiri. Untuk apa segala perlindungan yang dia janjikan jika nyatanya dia sendiri yang mendobrak pertahanan milik Aruni? Bahkan sampah jauh lebih baik dari dirinya saat ini.

Vino :

'Apa mungkin menyesal?'

'Kemarin kalian jadi mabuk-mabukan, 'kan?'

Semakin tidak enak saja suasana hati Okxy, tentu saja semua orang akan langsung menjurus ke malam itu, karena memang Aruni terakhir menghabiskan waktu dengan Okxy.

Okxy :

'Nggak tau Bang.'

Vino :

'Apa ada yang terjadi di antara kalian?'

'Gue jadi curiga.'

'Hahaha!'

'Nggak mungkin kayaknya, lo, 'kan cupu!'

Padahal Okxy sudah menahan napasnya sendiri, kalau sampai Vino tahu, entah apa yang bisa pria itu lakukan terhadap dirinya, Aruni adalah saudara perempuannya yang sangat berharga. Okxy memilih untuk tidak membalas pesan itu, dia sadar diri kalau dia adalah pelaku utama dari segala luka yang kini didera oleh Aruni.

***

Baik Alzam, maupun Ghafi, dua-duanya sibuk di grup. Sangat tidak mungkin satu harian mereka tidak bertemu. Aruni tidak ke kampus hari ini, sementara Okxy menghilang, bahkan mematikan ponselnya.

Ghafi :

'Pada mati ya lo berdua?'

Ghafi bertanya sangking kesalnya, mereka sudah menghabiskan waktu berdua, seharusnya sekarang saatnya ngumpul sama teman-teman yang lain.

Alzam :

'Makanya jangan mabuk-mabukan, gue bilang juga apa.'

'Sekarang kayaknya mereka bener-bener belum sadarkan diri.'

Ghafi :

'Makanya mati kayaknya tuh orang berdua.'

Aruni menangis lagi membaca chat-chat yang masuk ke grup mereka, karena kebodohannya akhirnya malah teman-temannya yang kebingungan. Aruni memejamkan matanya, dia bahkan sudah tidak punya muka untuk menghadapi Ghafi dan Alzam.

Ghafi :

'Mana sih lo berdua, entar malem deh nongkrong." Kini Ghafi menandai kontak keduanya, dia hampir gila karena kedua sahabatnya berubah.

Aruni masih memilih mengabaikan itu, dia membaca semuanya, tidak seperti Okxy yang memutuskan mematikan ponselnya.

Ghafi :

'Oh segitu doang?'

Ghafi mulai memancing, dia paling benci penolakan, toh ini semua untuk mereka, mereka akan selalu semakin lebih dekat setiap hari jika sering menghabiskan waktu bersama.

Aruni :

'Gue lagi nggak mau diganggu.'

Ghafi :

'Okxy ke mana?'

Setelah itu Aruni juga mematikan ponselnya, semakin dibaca dan harus dibalas, semakin Aruni tidak tahu harus mengatakan apa. Biarlah Ghafi marah-marah dulu, nanti juga luluh jika berhadapan langsung dengan Aruni.

***

Lagi stress kalau jarang up, maaf ya..

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top