Babak 21: De Javu

Suara ribuan langkah kaki membuat seisi rumah riuh, Ann dan Zea menuruni tangga sembari mengedarkan pandang waspada ke segala arah. Tidak ada tanda-tanda Cecil maupun pembunuh bertopeng yang haus darah.

Kembali ke tempat awal, Ann mendapati penampakan gadis kecil yang menatapnya dengan tatapan kosong di ujung lorong, di depan ruangan ketika mereka menemukan Cecil terkulai lemas. Telunjuk gadis kecil itu mengarahkan ke situ.

"Zea! Ke sana!" Ann berlari kencang dengan kaki kecilnya, yang segera disusul oleh Zea dengan kaki jenjang dan langkah besarnya.

Pemuda itu tiba di depan pintu dan gadis kecil yang tadi dilihat Ann lenyap. Satu detik kemudian, pintu dibuka dan ... sosok Cecil yang merangkak dengan darah berlumuran di sekujur tubuh dan wajahnya.

"A ... aku ... ada di mana?"

Bulu kuduk Zea dan Ann sontak berdiri. Meski di dalam kegelapan yang begitu pekat, tapi mereka yakin dengan apa yang sudah mereka lihat. Posisi itu, luka-luka yang tertoreh di sekitar wajah dan tubuh Cecil, sampai ucapannya tadi.

Seolah mereka sedang menonton siaran ulang dari reka kejadian yang mengerikan. Ya, tidak salah lagi. Ini seperti sebuah de javu.

"Sial! Aku tidak mau mengulangi hal yang sama!" Dengan cepat, Zea meraih kedua tangan Cecil, kemudian menariknya keluar. Itu adalah tindakan paling merendahkan bagi kaum wanita, tapi bukan saatnya dia memikirkan itu.

Tubuhnya yang dibanjiri ketakutan akan kematian dan kehilangan, berhasil memberikan sebuah tenaga dalam yang kuat sampai dia tidak menyadari telah menyeret gadis itu ke ruangan lain, dua atau tiga pintu dari sana. Pemuda itu tidak peduli dengan pekikan Cecil atau kondisi tubuhnya yang diperlakukan seperti sekarung beras. Intinya mereka harus menjauh dari sana. Bagaimanapun caranya. Ann yang sudah berada di belakang pintu, langsung membanting pintu, dan menahannya dengan tubuhnya yang masih kuat.

Gadis bertopeng itu berusaha membuka pintu. Mendobrak terus-menerus. Berkat Zea yang segera memberikan tambahan kekuatan di depan pintu, akhirnya perlawanan itu berakhir.

"Zea ... kamu sadar akan satu hal ... lagi kan?" ucap Ann terputus-putus dengan napas yang memburu.

"Ya ... aku yakin sekali pernah memainkan sebuah game yang mirip dengan ini. Entah judulnya apa ... tapi, tidak salah lagi ...."

Mereka berdua menoleh secara bersamaan, ke arah Cecil yang meringkuk kesakitan di tengah ruangan. Zea melanjutkan, "Kita terjebak dalam sebuah time loop. Di mana ... Cecil atau pembunuh tadi ... yang membuat semuanya terjadi."

--- --- ---

Meski pembunuh itu tampak tidak datang lagi untuk mengganggu, mereka tetap melakukan tindakan pencegahan dengan menarik berbagai macam jenis perabotan untuk menahan satu-satunya pintu masuk dan keluar. Ann kembali merawat luka-luka Cecil sembari menatap penuh selidik. Gadis itu semakin yakin kalau dia telah mengobati bagian yang sama seperti sebelumnya.

Cecil yang tidak nyaman dengan tatapan penuh selidiki dari dua penyelamatnya berkata, "Anu, umm, terima kasih sudah menolongku. Namaku Cecil."

Ann dan Zea saling bertatapan dan seolah paham kode yang diberikan, Zea menjawab, "Aku Zea, dia Ann. Kami ke sini sedang mencari sesuatu yang berhubungan dengan kenangan, kamu tahu sesuatu?" Pemuda itu langsung menembak target tanpa banyak keraguan. Suaranya pun terdengar meyakinkan.

Cecil memiringkan kepala. "Mencari kenangan? Maksudnya ... seperti ingatan, begitu?"

Zea dan Ann membelalakkan mata dan mereka berseru bersamaan. "Itu dia!" Cecil sempat terlonjak kaget saat mendengar teriakan keduanya.

Ann mengangguk-ngangguk. "Tentu saja! Ingatan kan adalah salah satu bentuk kenangan, bukan? Awalnya aku mengira kita mencari semacam benda kayak foto, buku, atau perhiasan yang membawa kenangan. Ternyata ini, ya!"

Zea mengajungkan jari telunjuk di udara, bersikap seakan dia memahami Ann. "Aku juga mengira akan hal yang sama."

Namun, Ann malah tersenyum sinis. "He? Masa? Bilang saja kamu baru sadar sekarang, Bego."

"Apaan sih. Bisa tidak jangan memulai perkelahian denganku? Coba tubuhku masih sehat, akan kutempeleng mulutmu."

"Dasar cowok kasar!"

Pertikaian dua orang yang ada di hadapannya itu, membuat Cecil tidak nyaman. Sehingga dia terpaksa menengahi perkelahian itu. "Jadi ... kalian ingin mencari ingatan siapa?"

"Dirimu!" ujar Ann dan Zea bersamaan.

"Eh? Aku?"

"Kamu benar-benar tidak ingat dengan apa yang membuatmu bisa terjebak di sini? Atau dikejar oleh pembunuh gila tadi?" tanya Zea penasaran.

"Tidak, aku tidak ingat apa-apa."

"Bagaimana dengan kejadian sebelumnya? Atau ... di mana kamu tinggal? Nama ayah ibu?" Ann ikut menanyai Cecil.

"Tidak." Cecil menggeleng lemah.

"Teman mungkin? Sahabat?" tambah Ann.

Seketika Cecil menahan napas. Air mukanya memucat. Ekspresinya berubah menjadi ketakutan. Bukan sekadar ketakutan biasa, seolah tubuhnya yang berhasil mengingat kenangan buruk dengan kata-kata terakhir yang dilontarkan Ann.

"Sepertinya ... aku datang dengan seseorang. Mungkin ... dia temanku. Apa kalian melihat orang lain di sini?" Pancaran matanya dipenuhi kecemasan.

Zea mengangkat bahu. "Selain kau, yang kulihat cuman gadis bertopeng itu."

"Gadis? Aku ... ingat."

"Eh? Beneran! Apa itu?"

"Aku datang ke sini ... bersama seorang teman perempuan. Dia ... bukan sekadar teman biasa. Ugh ...." Cecil memegang kepalanya seolah dia terserang pukulan berat.

"Pelan-pelan, Cecil. Jangan memaksakan diri."

Ann dan Zea mulai memahami permainan yang ada. Mereka harus melindungi Cecil dan jangan sampai terpisah. Mereka harus menemukan kembali ingatan gadis itu dan mengakhiri mimpi buruknya.

Tiba-tiba Zea mengingat sesuatu, dia menarik lengan Ann cukup erat. "Hei, ke sini sebentar."

Ann mengerutkan kening. Meski dia tidak senang dengan sikap Zea yang ingin menjauhkan dirinya dari Cecil, seolah mereka sedang membuat grup dalam grup yang mungkin saja makin membuat Cecil tidak nyaman, tapi dia tidak mengikuti pemuda itu ke sudut ruangan.

"Aku rasa ... Cecil ini bukan orang biasa," bisik Zea

Ann ikut berbisik, ditambah dengan nada jengkel. "Ya, tentu saja. Dia sendiri bilang bisa melihat hantu, seperti aku."

"Bukan itu, Bodoh! Dia ini semacam sistem dalam game. Seperti protagonis. Coba saja lihat dari caranya menjawab, dia tidak tahu apapun. Konflik klasik, amnesia."

"Jadi, kita sebagai pemain, ada untuk membantunya? Ya, sudah. Itu berarti ini bukan permainan yang membuat kita saling menjatuhkan. Ini adalah permainan kerjasama."

"Ya ... tapi kalau gagal. Riwayat kita berdua bakalan tamat!"

Ann mengatupkan bibirnya. Sedari awal dia tahu, jika bergabung dengan kelompok yang katanya mengatas namakan keseimbangan dunia itu sangat berbahaya. Tapi dia tidak bisa membiarkan Nigel begitu saja. Apalagi setelah yang dia lalu sendiri dan juga bakat barunya ini. Cuman di sana dia bisa merasa dibutuhkan. Di sana ... meski perih, Nigel ada.

Tidak benar bahwa dia sudah move on dari Nigel. Ann hanya ingin menempatkan dirinya tidak jauh dari orang yang dia cintai itu.

Ann mencengkram pergelangan tangan Zea dan menariknya mendekat. "Kamu dan aku akan keluar dari sini. Apapun yang akan menimpa, kita akan menghadapinya. Meski harus kehilangan anggota tubuh sekalipun!" bisiknya dari sela-sela giginya yang terkatup.

Game apa yang jadi favorit kalian? Game apa aja, mau itu dalam konsol atau di hp. Bebas.

Kalau aku mah, banyak wkwkwk. Tak terhitung jumlahnya.

*** *** ***
Author note:

WARNING!

If you reading this story on any other platform OTHER THAN WATTPAD, you will risk of a malware attack. If you wish to read this story safety, read this in THE ORIGINAL web! Please, support the author with some respect.

Thank you,

Hygea Galenica

--- --- ---

PERINGATAN!

Jika Anda membaca cerita ini di platform lain SELAIN WATTPAD, Anda akan berisiko terkena serangan malware. Jika Anda ingin membaca cerita ini dengan aman, bacalah di web ASLI! Tolong, dukung penulis dengan cara yang lebih terhormat.

Terima kasih,

Hygea Galenica

*** *** ***



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top