Babak 19: Pusaka Keluarga

Seluruh tenaga Zea terkuras habis, seolah dia sudah berlari secara nonstop, tak peduli siang atau malam. Entah apa yang sebenarnya sudah dia lakukan sebelumnya, namun pemuda itu tahu tindakannya tidak mendatangkan hasil yang baik. Dia tidak dapat melihat apapun, tidak ada satupun sinar yang menembus kelopak matanya. Seakan semua orang sudah pergi meninggalkan dirinya dan hanya Zea satu-satunya yang tersisa di dunia ini. Perlu waktu beberapa saat untuk memperoses segalanya, untuk menyadari rasa sakit yang menyengat ke seluruh tubuhnya.

Dengungan yang membuat ngilu berkumandang di kanan kiri pemuda itu. Kelopak mata yang tadinya lengket dan rapat akhirnya bisa terbuka perlahan. Pemuda itu mengangkat tangan kanannya terlebih dahulu. Ribuan luka lecet dan kulit terkoyak-koyak di seluruh tangan hingga lengan. Rasa nyeri dan pedih berhasil membangunkannya. Zea kembali membutuhkan waktu untuk menerima bahwa dirinya baru saja melakukan pertarungan hidup dan mati. Dia selamat, dengan kerusakan luar dan dalam.

Zea merasakan darah mengaliri di dahinya. Rasa sakit itu meningkat hingga pandangannya menjadi hitam kembali, meski pemuda itu yakin sekali matanya masih terbuka. Berangsur-angsur kegelapan itu digantikan dengan pemandangan yang kabur, kemudian terlihat dinding-dinding kumuh yang catnya terkelupas di mana-mana, dengan seorang gadis yang duduk sambil memeluk kedua lututnya.

Menyadari ada gerakan halus dari tubuh Zea yang terbaring lemas di pinggir ruangan, Ann melompat dari posisi duduknya, tergesa-gesa menyeberangi ruangan. Dipenuhi luapan kelegaan, Ann yang lupa diri langsung memeluk pemuda yang susah payah bangkit itu. Isak pelan terlontar dari mulutnya, membuat dadanya bergetar. Dia merebahkan kepala ke bahu Zea dan membiarkan dirinya tenggelam dalam lautan air mata.

"Syukurlah ... kukira, aku akan melihatmu ... dalam sosok tak tembus pandang," ucap Ann tersendat-sendat akibat saluran pernapasanya yang tersumbat.

Zea merasakan kehangatan di bahunya yang basah, seketika menjalar ke seluruh tubuhnya yang dingin. Dia pun terkekeh-kekeh karenanya. "Siapa juga yang mau ketemu sama kamu pas mati? Lebih baik aku cepat-cepat pergi ke surga biar bisa ketemu dengan bidadari impianku."

Sontak Ann menyundulkan kepalanya di bahu Zea hingga pemuda itu menyesal telah melawak di situasi yang mengharukan itu. Dia pun melanjutkan, "Kalau kamu baik-baik saja, bagaimana dengan cewek yang tadi kamu selamatkan?"

Ann tampak tersekat. Dari caranya bernapas, bisa diketahui bahwa dia mati-matian menahan tangisnya. "Dia ada di sana." Telunjuk gadis itu mengarah ke sudut ruangan lainnya. Satu lagi gadis misterius yang entah darimana asalnya.

"Kamu tidak apa-apa?" Zea melayangkan pertanyaan paling tidak berguna karena keadaanya lebih parah daripada gadis itu. Tapi dikarenakan dia tidak tahu harus berbasa-basi apa sebelum menanyakan namanya, pembahasan itulah yang terlintas pertama di benaknya.

Gadis misterius itu mengangguk, menyebabkan air matanya menetes ke lutut. "Maafkan aku ... kalau saja kamu tidak datang membantuku, pasti ... kamu ... tidak akan ...." Dia memeras kata-katanya yang terpatah-patah. Kemudian menangis keras, seolah sudah tidak sanggup lagi menanggung semuanya.

Zea mencoba untuk mendekatinya, namun warna merah tiba-tiba berhamburan di sana-sini, menyemir pandangan matanya hingga membuatnya tersentak. Tercium bau karat besi yang membuatnya mengernyitkan hidung, membuat pemuda itu melap wajah dengan telapak tangan. Tangannya seketika lengket. Perasaan mual bergejolak di perutnya sampai membuat suara napasnya menjadi kasar. Suara napas berat yang seperti hewan liar yang sedang sekarat. Pandangannya bergoyang. Kakinya terhuyung-terhuyung, nyaris jatuh. Dia melangkahkan satu kaki ke depan untuk menjaga keseimbangan. Untungnya Ann sigap menangkap tubuh Zea yang lemas, membiarkan pemuda itu menjadikan bahunya sebagai tumpuan.

"Jangan memaksakan diri," kata Ann dengan nada penuh perhatian, sempat membuat Zea kaget. Jarang-jarang Zea mendapatkan perlakuan baik dari gadis berkepang dua itu.

Mereka kemudian menyusuri ruangan yang hanya diterangi dua senter ponsel pada posisi rendah di lantai. Tidak ada jendela sehingga cahaya matahari maupun bulan tidak dapat menerobos masuk ke sana. Meski lambat, mereka berjalan mendekat, sampai terlihat sosok gadis yang sudah bernapas lebih teratur.

Gadis itu mendongak, memandang langsung ke mata Zea. "Terima kasih sudah menolongku. Namaku Cecil. Aku tinggal di sekitar sini."

Ada sedikit rasa lega di dalam hati Zea dan Ann. Dapat dipastikan kalau Cecil bukanlah salah satu pemain di game yang sekarang mereka jalankan. Itu berarti Cecil sepenuhnya adalah orang yang bisa dijadikan kawan untuk menyelesaikan tugas mereka.

Akan tetapi, pernyataan dari Cecil terasa ganjil. Sebelah alis Zea terangkat. "Kalau begitu, kenapa kamu bisa sampai ke sini?"

Cecil menunduk dan meremas kedua tangannya. "Aku ... tidak ingat."

Tiba-tiba mata Zea menangkap noda hitam di sekujur baju gadis malang itu. Di dalam kuku-kukunya juga ada noda hitam yang sama persis. Sadar penampilannya diperhatikan oleh penyelamatnya, Cecil membalas, "Tenang saja, ini bukan darahku. Saat aku terbangun, keadaannya sudah seperti ini." Helaan napas panjang terdengar darinya.

Dalam diam, Zea kembali menyelidiki keadaan gadis itu. Ada luka berdarah di kedua lutut dan aliran tipis darah berkelok-kelok menuruni kakinya. Kedua tangan gadis itu penuh dengan sayatan terbuka dan bekas darah. Sepertinya luka Cecil sudah dibersihkan oleh Ann.

"Hei, cukup melihat-lihatnya. Sekarang giliranmu untuk dirawat, lagi. Kepalamu bocor, loh." Ucapan Ann menyadarkan Zea akan keadaanya yang lebih gawat.

"Pantasan ... rasanya aku mau pingsan, lagi."

"Jangan!" Ann memukul punggung Zea cukup keras, membuat pemuda itu merintih kesakitan. Lalu dia melanjutkan, "Ka-kalau kamu sampai menutup mata ... aku takut kamu tidak akan bangun lagi." Suaranya makin mengecil saat mengucapkannya.

Zea mengalah dan membiarkan dirinya dipapah Cecil dan Ann. Kedua gadis itu pelan-pelan menudukkan pemuda yang terluka itu di atas jaket compang-camping miliknya. Terlihat sekali bekas pertarungan di benda itu, Zea sempat berpikir jika dia berhasil keluar dari sana dan menyelasikan game maut ini, dia akan menyimpan baik jaket itu, menjadikannya pusaka keluarga, bahwa dia adalah pria yang berhasil menyelematkan dua gadis dari seorang psikopat gila.

Tangan-tangan ahli Ann mulai menyentuh bagian kepala Zea, seolah sedang mengecek di bagian mana lubang yang harus ditambal. Pemuda itu meringis kesakitan dan gadis itu mendengus keras. "Jangan cengeng." Ah, inilah sikap Ann yang biasanya. Zea lega mendengarnya.

"Bukannya aku yang harus bilang begitu? Siapa coba tadi yang ketakutan sampai ditinggalkan olehku?"

"Jangan bercanda di situasi seperti ini! Kamu sering lihat di film-film, kan? Tokoh yang meremehkan kematian biasanya yang mati duluan."

Zea tertawa mendengarnya. "Kehidupan lebih mengerikan daripada kematian, Ann. Tidak ada gunanya merasa takut terhadap sesuatu yang benar-benar takkan terhindarkan."

"Sombong sekali ucapan Anda, Bapak Pahlawan. Awas kamu berteriak minta tolong saat malaikat maut menjemputmu dan kamu bergentayangan di sekitarku. Bosan tauk melihat wajahmu terus-terusan."

"Ann bisa melihat hantu?" Pertanyaan Cecil seketika membuat Ann bungkam sesaat.

"Ya ... samar-samar, sih."

"Wah, sama. Aku juga bisa."

"Eh? Eh? Kok bisa?"

"Sebenarnya, orang mati tidak berada begitu jauh dari kita. Mereka hanya berada di sisi lain yang tak terlihat bagi mereka yang tidak berusaha melihatnya," ujar Cecil sembari tersenyum lirih.

Kembali lagi ke sini, setelah mentamatkan PharmaconSS di sebelah, wkwkwkwk. Sekarang harus mendedikasikan diri untuk menyelesaikan proyek ini sebelum pergantian tahun!

Btw, aku kasih sedikit bisikan tentang permainan yang dijalankan kedua kelompok ini ... kalian harus teliti pada setiap kejadian yang ada ... karena ... aku suka bikin misteri! Wkwkwkwkwk

*** *** ***
Author note:

WARNING!

If you reading this story on any other platform OTHER THAN WATTPAD, you will risk of a malware attack. If you wish to read this story safety, read this in THE ORIGINAL web! Please, support the author with some respect.

Thank you,

Hygea Galenica

--- --- ---

PERINGATAN!

Jika Anda membaca cerita ini di platform lain SELAIN WATTPAD, Anda akan berisiko terkena serangan malware. Jika Anda ingin membaca cerita ini dengan aman, bacalah di web ASLI! Tolong, dukung penulis dengan cara yang lebih terhormat.

Terima kasih,

Hygea Galenica

*** *** ***



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top