Babak 14: Tengah Malam

Malam yang begitu sunyi membuat sumber suara sekecil apapun akan terngiang di sekitar jalan. Jangkrik yang bernyanyi dan kodok yang saling bersahutan makin ramai setelah hujan turun tadi sore. Langit gelap dengan awan-awan kelam yang menghiasi dunia dan menghalangi bulan dan bintang menampakan wujudnya. Dua pria yang mengenakan kemeja berdasi serta jas yang disisihkan di bahu, tampak menikmati suasana tenang nan damai di sana.

Meski waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, mereka masih santai berjalan dengan wajah yang terkena sinar remang-remang dari layar ponsel yang ada di tangan.

Salah satu pria yang mengenakan kemeja biru tua menggeleng pelan. "Kenapa akhir-akhir ini banyak kasus orang hilang, ya?"

Temannya, pria yang mengenakan dasi merah yang sengaja dilonggarkan dari lehernya, mengangkat bahu. "Entah. Bukannya memang setiap hari, mau di kota manapun, hingga belahan bumi jauh dari sini, pasti ada saja keberadaan manusia yang hilang seakan telah ditelan bumi."

Pria berkemeja biru mengacak rambutnya dengan kesal. "Ya ... aku tahu itu. Tapi ... karena orang-orang yang menghilang cukup terkenal, malah membuatnya ganjil. Apalagi di waktu yang hampir berdekatan. Seakan ... akan ada badai besar yang datang."

"Hooo ... orang terkenal, kah? Artis?"

"Influencer lebih tepatnya dan mereka rata-rata kalangan gamers."

Pria berdasi merah mendecapkan lidah dan tampak tidak tertarik. "Kukira apa, kalau yang begitu kan juga tergolong biasa saja."

"Maksudnya?" tanya pria berkemeja biru yang spontan menoleh ke rekannya itu. Dia tampak tersinggung dengan pendapat yang dia dengar tadi.

"Mungkin saja mereka sedang ... apa namanya itu ... mencoba menseriuskan dunia game-nya dan memilih untuk menarik diri dari dunia sosial. Kan bisa seperti itu."

"Tapi ini mereka menghilang! Bukannya menghilang dari pantauan orang banyak--"

Ketika kedua pria itu sudah cukup jauh dari swalayan, tempat yang baru saja mereka singgahi, pria yang tadi berbicara sontak membungkam dan langkahnya terhenti.

"Kenapa?" Pria yang dari tadi menyangkal, tampak bingung. Dia pun ikut berhenti.

Pria berkemeja biru berbalik dengan wajah ragu sambil menunjuk ujung jalan yang gelap dan hanya lampu-lampu jalan yang menerangi beberapa bagian jalan sepi itu. Mereka dapat melihat sebuah bayangan besar yang bergerak-gerak, bagaikan api hitam yang terasa ganjil bisa ada di sana. Bayangan itu kian mendekati kedua pria yang mulai ketakutan itu.

Sesaat bayangan itu mengenai pendaran lampu jalan, sosok misterius itu berubah menjadi seorang gadis yang terlihat lesu.

"Eh? Tunggu dulu ... gaya rambut itu sangat kukenal," ucap pria berkemeja biru. Dia menyimpitkan mata, menganalisis gadis berkuncir dua itu dari ujung kaki hingga kepala. "Tidak salah lagi! Dia Winiie."

"Oh? Youtubers gaming yang katanya hilang itu?"

"Nah, tuh, kamu aja tahu. Kenapa lagi, tadi seakan kamu meragukanku, hah?"

"Ka-kalau dia mah aku juga tonton channel-nya. Dahlah, kita coba samperin. Bisa saja kamu salah orang, kan?"

"Ckckckck, kamu kembali meragukanku. Sini, biar kutunjukan kalau mataku lebih sehat daripada kamu."

Mereka berdua berlari kecil-kecil, menghampiri gadis yang masih berjalan terus dengan kepala yang tertunduk, seolah dia tidak mendengar ucapan kedua pemuda tadi.

"Hei, kamu tidak apa-apa?" sapa pria berkemeja biru sesaat gadis itu sudah berada di depan mereka.

Gadis berkuncir dua itu seketika menghentikan langkahnya. Masih tetap menatap ujung kakinya dan tidak bergerak. Kondisinya sangat aneh.

"Ada apa? Sesuatu yang buruk telah menimpamu?" tanyanya lagi sambil mengintip wajah gadis yang menunduk itu. Karena tidak ada reaksi, pria itu menyentuh pundaknya dan berkata, "Sebaiknya kami antarkan kamu ke toko di sana agar kamu bisa duduk dan--"

Sentuhan tadi seolah menjadi sebuah pertanda buruk. Gadis itu perlahan-lahan mengangkat wajahnya. Bulu kuduk kedua pria itu refleks berdiri. Malam damai mereka berdua seolah lenyap dalam sekejap menjadi malam yang tidak akan pernah mereka lupakan.

Pemuda yang sedari tadi hanya melihat situasi, spontan berseru dengan kencang, "Astaga! Menjauh dari dia!"

Wajah gadis itu pucat pasi bagaikan mayat. Matanya membelalak semerah darah. Mulutnya kering pecah-pecah dan tampak ada darah kering di setiap ujung bibirnya.

"Woah! Apa yang terjadi padamu!" tanya pria pertama dengan suara bergetar, mencoba menjaga jarak tapi tetap ingin menggiring gadis itu menuju tempat yang aman.

Gadis itu menatap kedua pemuda itu bergantian dengan tatapan nanar. Kemudian bibirnya bergetar dan menganga sebesar mungkin, hingga amandelnya yang berwarna merah keputihan terlihat. Detik berikutnya dia berteriak kencang sambil melompat ke pria yang tadi ingin menolongnya. Gadis yang menggila itu menjulurkan tangannya, meraih leher pria itu, kemudian mencekiknya dengan kekuatan yang luar biasa.

Mata semerah darah itu menatap lurus tanpa memberikan ekspresi apapun. Seolah dia sedang kerasukan iblis yang mengerikan.

"To ... tolong ... aku ... tidak bisa bernapas ...."

Pria yang satunya otomatis mendorong gadis itu sekuat tenaga. Sayangnya, meski tubuhnya lebih besar, tapi gadis itu malah memiliki tenaga yang lebih kuat darinya. "Siapapun! Tolong! Temanku mau dibunuh!" teriaknya di tengah usahanya untuk menjatuhkan gadis itu.

Dengan kecepatan angin, seorang pemuda berbadan besar menyambar belakang gadis itu, menariknya menjauh dari kedua pria tadi, dan membantingnya ke belakang. Sebuah pergerakan yang memukau ditunjukkan Xanor di depan kedua pria yang kesulitan itu.

"Ki-kita ... selamat ...." kata pria berdasi merah dengan suara penuh kelegaan dan baru menyadari bahwa dia meneteskan air mata saking ketakutannya.

--- --- ---

"Setelah itu, aku bertemu dengan Ann dan kami mengantarkan Winiie ke rumah sakit untuk dirawat," jelas Xanor dengan mimik yang amat serius, membuat suasana di teras rumah Cass makin mencekam.

Ann yang mendengarkan langsung bersin tiga kali, bukan karena cerita yang dia dengar, tapi karena mereka terpaksa membahas kejadian yang baru saja menimpa mereka di luar rumah. Ini semua karena Cass yang dimarahi kakaknya karena membawa tamu terlalu banyak tepat tengah malam dan mengganggu waktu tidurnya.

Zea memeluk dirinya sendiri dan berbicara dengan nada jengkel, "Astaga, Cass! Kenapa juga kamu ajak kami ke sini kalau akhirnya akan diusir sama kakakmu. Lebih baik kita ketemu saja besok dan membahasnya bersama-sama di tempat yang lebih LAYAK!"

Cass menunduk lesu dan menjawab, "Ya ... maaf. Aku kira hari ini dia kerja lembur, ternyata besok baru dia jaga malam."

"Issshhh ... ya, sudah. Intinya, salah satu korban yang berkaitan dengan permainan sialan ini sudah berhasil ditemukan tapi dalam kondisi yang sangat aneh," kata Zea mengalihkan pembicaraan ke topik utama.

Xanor mengangguk. "Benar. Aku sudah meminta perawat di sana untuk menghubungiku jika dia sudah siuman."

"Kamu sudah menghubungi polisi?"

"Sudah, katanya mereka akan segera menghubungi keluarganya dan akan menghubungiku juga untuk menjelaskan situasi yang terjadi tadi."

"Hmmm ...." Zea memandang ke atas langit-langit teras, kemudian melihat satu-persatu kawanannya yang berhasil menyelesaikan permainan di hari pertama.

Xanor, Cass, Ann, Alvin, dan dirinya ... hanya tersisa mereka dan akan semakin berkurang jika misi berikutnya gagal. Zea pun angkat bicara, "Cass, apa sudah ada misi yang masuk untuk hari ini?"

Seakan ada sebuah layar sentuh tebus pandang di hadapannya, Cass menggeser dan menyentuh udara kosong dengan cepat. "Ada. Kenapa? Apa kamu punya rencana agar kita bisa menang?"

"Sayangnya tidak." Zea tersenyum lirih, kemudian melayangkan tatapannya ke Alvin. "Hei, kamu bilang dapat paket misterius dari developer game ini, bisakah kami melihat pesan dan barang yang dikirimkan kepadamu?"

Alvin menggaruk belakang lehernya dan menjawab, "Bisa sih ... tapi tidak banyak yang bisa kalian lihat. Aku sudah memeriksanya baik-baik."

"Ohhh ... tenang saja. Kami punya 'alat pelacak' yang lebih sensitif dibandingkan dengan mata manusia biasa," ujar Zea dengan bangga.

"Eh? Alat? Alat seperti apa?" tanya Alvin yang dibalas dengan Zea, Cass, dan Xanor yang bersamaan menoleh ke arah Ann. Gadis itu spontan menggeleng kuat-kuat.

"Tidak. Aku menolaknya. Tidak, terima kasih," tolak Ann dengan tegas.

Ann menatap tajam ke Zea. Dia tahu, pasti pemuda itu akan memberikan sebuah alasan yang akan membuatnya untuk menyetujui saran tadi. Tapi kali ini, gadis itu sudah menguatkan tekad dan akan menolaknya mentah-mentah.

"Ya, sudah. Suka-suka kamu." Tidak disangka-sangka, Zea malah menyerah begitu saja.

"Eh? Betulan?"

"Iya. Kasian kamu, nanti mimpi buruk lagi atau pergi ke psikolog, kan? Aku tidak memaksa, kok."

Ann menghembuskan napas lega dan tersenyum kecil. "Akhirnya kamu paham juga."

"Iya, aku paham. Lebih penting 'kesehatan mentalmu' dibandingkan keselamatan Nigel."

Sontak Ann berdiri dari kursi plastik yang sedari tadi dia duduki dan terlihat kaget. "Apa kamu bilang?"

"Mau diulangi? Lebih baik kita kembali menyelidiki masalah ini tanpa dia."

Ann kehilangan kata-kata, gadis itu seakan ingin mencekik leher Zea sampai pemuda itu sekarat saking marahnya. Akhirnya Ann kembali duduk dan menyilangkan kedua tangannya. "Oke, kita ke rumah Alvin. Tapi ... boleh aku minta satu hal."

"Apa itu?" tanya Zea sambil tersenyum miring, dia senang karena berhasil menghasut Ann lagi.

Gadis itu sejenak melirik ke arah Alvin dan berkata, "Tolong jauhkan dia dariku."

Hei, semuanya. Udah lama aku enggak update cerita ini, ya. Sebenarnya ... aku lagi fokus ke seminar hasil dan sidang untuk penelitianku, jadi aku bakalan hiatsu untuk beberapa waktu ke depan.

Ini saja aku kembali menulis karena butuh pelarian, hahahaha. //nangis di pojokan.

Sudah coba healing dengan jalan-jalan, tapi malah jadi boros, hiks. Jadi coba lagi menulis untuk mengembalikan mood.

Btw, semoga kalian tetap sabar menunggu cerita ini sampai update.

Terima kasih atas dukungannya!

Author note:

WARNING!

If you reading this story on any other platform OTHER THAN WATTPAD, you will risk of a malware attack. If you wish to read this story safety, read this in THE ORIGINAL web! Please, support the author with some respect.

Thank you,

Hygea Galenica

--- --- ---

PERINGATAN!

Jika Anda membaca cerita ini di platform lain SELAIN WATTPAD, Anda akan berisiko terkena serangan malware. Jika Anda ingin membaca cerita ini dengan aman, bacalah di web ASLI! Tolong, dukung penulis dengan cara yang lebih terhormat.

Terima kasih,

Hygea Galenica

*** *** ***


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top