Babak 12: Tragedi
Angin yang bertiup di sana membawa hawa panas ke tengah lapangan, membawa debu dan sari bunga yang jika terkena mata atau masuk ke dalam hidung akan memberikan rasa yang tidak nyaman. Sebuah tempat di mana Alvin tahu bahwa mereka bukan berada di dunia yang seharusnya. Namun sensasi yang menerpa indera-inderanya tidak mungkin adalah sebuah ilusi semata.
Pemuda itu melangkah pelan, dan seolah mengendap-ngendap di balik rimbunan semak-semak, dia berusaha untuk tidak menarik perhatian kedua pemuda yang sedang bertengkar hebat itu. Berbeda dengan Ivy yang melangkah santai dan sejenak memandang rendah ke Alvin, merasa bahwa tindakan pemuda itu tidak ada gunannya.
Alvin melirik jengkel ke Ivy dan menyuruh untuk mengikuti langkahnya. Ivy memutar bola mata dan berjongkok di samping pemuda itu dengan kesal. Dia sebenarnya ingin mengatakan bahwa apa yang ada di hadapan mereka adalah sebuah ingatan yang sedari awal mereka tidak pernah hadir di sana, tapi Ivy memilih diam karena Alvin pasti akan memboronginya lagi dengan pertanyaan baru.
Suara yang awalnya tidak bisa didengar sebelumnya, sudah lebih jelas dengan posisi Alvin dan Ivy yang kurang lebih tiga meter dari tempat Nigel dan Zea berdiri.
Zea berkacak pinggang dan tersenyum sinis ke arah Nigel, dia pun berkata, "Kamu mau bilang apa sekarang? Bahwa semuanya bisa selesai kalau kamu mati di sana, begitu? Ya sudah. Matilah kalau kamu mau. Tidak ada yang melarangmu."
Nigel menelan ludah dan tampak kalut untuk menjelaskan apa yang sebenarnya dia pikirkan kepada sobatnya itu. "Bukan ... bukan seperti itu, Zea. Aku cuman--"
"Cuman apa? Menyalahkan dirimu sendiri akibat seluruh kejadian itu? Kematian paman dan Nia juga? Hah! Kamu kira dunia hanya berputar di sekelilingmu? Pendek sekali cara berpikirmu."
Bentakan dan ucapan Zea yang terkesan jahat itu telah berhasil melukai perasaan Nigel. Pemuda itu tidak tinggal diam. "Zea, kenapa kamu semakin lama semakin brengsek? Apa kamu sekarang membenciku?"
"Ya! Dan biar aku katakan langsung di depanmu. Aku tidak butuh dirimu yang ini! Aku cuman ingin Nigel yang tidak mudah mengeluh dan melakukan apa yang menurutnya baik untuk dirinya tanpa ragu. Kamu tahu ... aku seperti sudah kehilangan sahabatku, di hutan terkutuk itu!"
Nigel menundukan kepala dan menggigit bibirnya. "Zea ... maafkan aku," gumamnya yang tentu masih bisa didengar oleh Zea.
"Aku tidak butuh permintaan maafmu. Yang kubuthkan Nigel yang dulu kembali."
"Tapi ... itu ... seperti mustahil."
"Mustahil apaan! Apa kamu terus menenggelamkan diri dan larut dalam luka itu? Lemah! Kamu lemah sekali!"
Alvin dan Ivy terdiam melihat pertengkaran dari dua sahabat itu. Aura menusuk dan perih berkeliaran di sekitar mereka. Alvin yang tidak tahu asal muasal dari perselisihan itu pun bisa merasakan perih yang menyayat hati di dadanya.
"Kembalikan Nigel ... kalau tidak, persahabatan ini akan berakhir. Aku jamin akan hal itu."
"Kenapa kamu bisa seenaknya memutuskan hubungan kita begitu saja? Kamu kira persahabatan kita cuman sebuah benang yang bisa diputus secara sepihak?" Nigel maju selangkah dan mencengkram kedua bahu Zea, mengguncangnya dengan keras seakan dia memohon akan pengampunan.
"Memang bukan ... tapi ... aku sudah muak. Muak, muak sekali." Zea membuang wajah dan tampak jelas wajahnya yang amat menderita. "Seakan semua yang kumiliki telah dirampas setelah keluar dari hutan terkutuk itu."
Sontak Alvin bisa merasakan gelombang kejut yang merayap ke seluruh tubuhnya. Seolah dia baru menyadari hal yang amat penting dengan ucapan Zea tadi.
"Aku tahu, Ivy!" Alvin berseru dengan penuh semangat sampai dia lupa kalau dia sekarang sedang bersembunyi. Sesaat dia menyadarinya, pemuda itu mengatup mulutnya dengan telapak tangannya dan kembali memastikan kalau suaranya tadi tidak disadari Nigel dan Zea.
Alvin pun melanjutkan, "Ternyata sudah benar kita menangkap Nigel karena ... dia adalah maling yang mencuri sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang, tentu saja, ikatan persahabatan tidak bisa dibeli dengan materi. Ikatan itu hanya bisa didapatkan dengan kepercayaan satu sama lain," jelasnya dengan suara rendah.
Ivy menoleh cepat dan menepuk kedua tangannya sekali. "Benar juga! Kamu jenius, Alvin! Dengan begini, kita bisa mengakhiri permainan untuk hari ini--"
Baru saja mereka berdua mulai senang, cahaya di sekitar mereka lenyap begitu saja dan membuat seluruh dunia menjadi gelap gulita.
"Sekarang apa lagi? Apa kita berhasil menghentikan semuanya?" tanya Alvin dengan nada lelah.
Tiba-tiba mereka melihat seberkas cahaya di kejauhan yang tampak mencurigakan. Berkas-berkas panjang dari sumber sinar putih itu memanjang ke segala arah, seolah ada matahari kedua yang lahir di tempat antah berantah itu.
"Apakah aku harus ke sana?" tanya Alvin lagi.
Ivy menaikan kedua bahunya. "Tampaknya tidak ada pilihan lain, bukan?"
"Iya sih ... baiklah. Semoga di ujung sana bukan akhirat."
"Hahaha ... aku bantu mendoakanmu."
"Tch! Tidak membantu sekali. Aku serius, bukan bercanda. Kamu malah membuatku makin cemas."
Alvin berjalan cepat menuju sumber cahaya itu dan mengangkat sebelah lengannya untuk melindungi mata dari sinar yang menyilaukan itu dan semuanya berubah menjadi putih tak berujung.
*** *** ***
Nigel melihat ke segela arah dan mendapati dirinya sendiri di tempat yang asing. Dia berada di sebuah jalan bebas hambatan yang tidak menampakan ada kendaraan yang muncul dari berbagai arah. Hanya ada bekas rem mobil yang ada di atas aspal panas dan arahnya tidak karuan. Saat dia mengikuti arahnnya, Nigel bisa melihat sebuah mobil yang beradu dengan truk dan kepala mobilnya sudah gepeng dengan cara yang sangat mengerikan.
Nigel langsung bergerak berdasarkan instingnya. Segera dia mendekati kendaraan yang sudah tidak bisa diselamatkan itu dan mengecek apakah ada orang yang setidaknya bisa diselamatkan dari kendaraan yang sudah tak berbentuk itu. Tapi anehnya, tidak ada siapa-siapa di dalam sana. Nigel mencoba pergi ke truk yang sepertinya yang menyebabkan garis rem di jalan raya dan di sana pun tidak terlihat siapa-siapa.
"Apa yang terjadi di sini? Aneh--" Baru saja Nigel berbicara dengan dirinya sendiri, suaranya langsung tercekat sesaat mencium bau besi karat yang kuat di udara. Saking kuatnya, pemuda itu mulai merasa mual dan pusing.
Tidak sampai di situ, sontak dia bisa merasakan ada sesuatu--tidak--kehadiran dari beberapa orang yang sudah dia yakini tidak ada sebelumnya, sekarang berdiri tepat di belakangnya. Dia juga masih ragu jika itu disebut sebagai orang, sebab aura gelap dan pekat yang membuat bulu kuduk meremang tidak karuan sedang memberikan tatapan menusuk padanya.
[Sakit ... sakit ... sakit sekali ... SAKIT!] Rintihan mengerikan itu awalnya seperti bisikan yang sayup-sayup, namun lama-lama makin membesar dan menjadi jeritan yang menyakitkan.
Nigel tidak bisa bergerak, atau lebih tepatnya dia tidak mau membalikan badannya. Dia tahu hanya hal buruk yang akan terjadi jika dia melihat ke belakang. Sehingga dia memilih menutup kedua mata dan membendung kedua telinganya dengan tangan.
[Kamu mau menutup mata sampai kapan, Nak?] Spontan Nigel membelalakan mata ketika ada suara yang terdengar sangat jelas masuk ke dalam kepalanya.
Di waktu bersamaan, saat Nigel membuka matanya karena kaget, dia melihat dirinya berada di dalam mobil, dengan pandangan yang ditutupi dengan sesuatu yang lengket dan berwarna merah pekat.
Sontak Nigel menengok ke sebelahnya, ada sesosok anak kecil yang tertunduk dalam posisi yang aneh. Malah dia meragukan pengelihatannya karena tubuh anak kecil itu sudah terkena tekanan yang hebat sampai dia bisa mencium lututnya dengan tulang belakang yang lurus.
Lebih parahnya adalah pengendara dan penumpang yang ada di barisan depan. Di mana gumpalan daging merah dan cimpratan darah menyebar ke mana-mana. Seperti ada ledakan dahsyat telah terjadi di sana dan menghancurkan tubuh dua manusia sampai tidak berbentuk lagi.
Nigel langsung berteriak histeris, sampai-sampai air mata yang telah digantikan dengan darah segar mencucur keluar dari pelupuk matanya dengan deras.
Waduh, rada nganu ya, bab ini.
Seolah musibah yang menimpa Nigel masih lebih ringan dibandingkan Alvin.
Btw, maaf ya, cerita ini sempat enggak update cukup lama. Hiks, aku harus selesaikan tesisku secepatnya jadi aku bakal menulis ketika sudah jenuh banget sama dutaku.
Tapi terima kasih banyak kalian masih setia membaca dan menunggu cerita ini update. Sampai jumpa di bab berikutnya. (Ya, semoga enggak lama-lama lagi wkwkwkw).
*** *** ***
Author note:
WARNING!
If you reading this story on any other platform OTHER THAN WATTPAD, you will risk of a malware attack. If you wish to read this story safety, read this in THE ORIGINAL web! Please, support the author with some respect.
Thank you,
Hygea Galenica
--- --- ---
PERINGATAN!
Jika Anda membaca cerita ini di platform lain SELAIN WATTPAD, Anda akan berisiko terkena serangan malware. Jika Anda ingin membaca cerita ini dengan aman, bacalah di web ASLI! Tolong, dukung penulis dengan cara yang lebih terhormat!
Terima kasih,
Hygea Galenica
*** *** ***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top