Babak 10: Beruntung

Beberapa jam sebelumnya, di kediaman Nigel.

"Oh Tuhan ... apa-apaan tadi itu!" Tris menggigil di ujung ruangan dan mengedarkan pandangan ke sekitarnya, seolah baru saja melihat kembali monster mengerikan di desa terkutuk yang pernah menjebaknya.

Tapi kali ini, skenario terburuk diperlihatkan di alam bawah sadarnya. Gadis yang selama ini terlihat paling kuat dari kawan-kawannya pun tidak dapat berkutik dari serangan teror pertama dari benda yang baru saja dia kenakan beberapa menit yang lalu. Walau sebentar, namun Tris seperti sudah melihat kejadian tadi berjuta-juta kali sampai kepalanya serasa ingin pecah.

Bukan hanya Tris, semua yang sudah mengenakan kacamata VR itu juga tampak tidak baik-baik saja.

Ann menangis histeris. Cass terbujur di lantai dengan kedua tangan menutup rapat-rapat wajahnya. Xanor duduk membisu dengan tatapan ketakutan. Zea memeluk dirinya sendiri, atau lebih tepatnya mencengkram keras kedua lengannya.

Sementara Nigel ... tidak tampak banyak perubahan. Dia malah mengepalakan tangannya seolah muak akan sesuatu. Entah apa yang dia lihat, tapi hal itu tidak membuatnya ketakutan. Tidak. Malah ada kemarahan tertanam di dalam sepasang matanya itu dan bersiap untuk meledak.

Berbeda dengan Alvin yang tidak tahu apa yang harus dia lakukan, Nigel dan yang lainnya sudah diberi arahan dari pusat tentang permainan itu. Maka, dalam waktu singkat, Nigel sudah mengenakan jaket, menenteng tas ransel, dan pergi dari sana.

Tentu saja semua orang mencoba untuk menghentikannya. Namun, tubuh mereka yang masih terguncang akan kejadian mengerikan tadi, tidak bisa diajak kerja sama sehingga mereka tidak berdaya untuk mengejar Nigel.

"Tunggu! Nigel! Kamu mau ke mana?" teriak Cass dengan susah payah.

"Biarkan saja." Tidak disangka, Zea berbicara dengan nada dingin. "Dia kan, 'bukan manusia biasa'. Efek yang kita rasakan pasti tidak bekerja untuknya."

"Masa? Bukannya ... dia cuman tidak bisa merasakan rasa sakit secara fisik."

Zea tersenyum miring dan berbicara dengan nada sinis, "Kau lupa akan satu hal. Perasaannya juga sudah mati. Di hutan itu, ya kan?"

Seketika langkah Nigel terhenti dan membalikan badan, menatap teman-temannya satu per satu dan membalas, "Benar ... Nigel yang lemah itu, sudah lama mati di sana. Bersama pamannya dan Nia." Senyuman palsu itu kembali Nigel tunjukkan, membuat Zea makin muak.

*** *** ***

Alvin mendekati Nigel tanpa ragu dan berkata, "Pe-permisi, namamu Nigel, kan?"

Nigel mengangkat kepala, menatap langsung ke sepasang mata yang penasaran akan dirinya. "Ah, kamu juga salah satu pemain, benar kan? Alvin?"

Alvin tidak bisa menahan senyumannya dan berseru dengan girang, "Akhirnya! Ada juga yang senasib denganku!" Dia pun menoleh ke kanan dan menunjukan ekspresi puas. "Bagaimana Ivy? Kita berhasil menemukan kawan."

"Ivy?" Nigel memiringkan kepalanya tidak paham.

Sekejap kegembiraan di sekitar Alvin lenyap. "Loh? Kamu tidak bisa melihat gadis mesum ini?"

"HEI!" Ivy berseru jengkel.

"Melihat ... apa?" Kali ini Nigel tidak paham akan maksud Alvin dan ragu untuk melanjutkan pembicaraan.

Alvin menutup wajahnya karena malu dan melanjutkan, "Ivy ... apa maksudnya ini," bisik Alvin yang tentunya dapat didengar Ivy yang berdiri di sebelahnya.

"Ah, aku baru ingat. Aku cuman bisa dilihat sama kamu. Pemain yang lain tidak bisa," jawab Ivy seolah dia baru ingat. Gadis itu tidak merasa bersalah dengan akan kesalahannya itu.

Spontan Alvin menurunkan kedua tangannya yang tadi melindungi wajahnya dari tatapan curiga Nigel dan memaki dengan keras. "APA! Bilang dari tadi dong, biar aku enggak malu begini!" Akibatnya, pengunjung yang lain menoleh ke arah mereka.

Alvin tidak mau dipermalukan kembali dan memutuskan untuk duduk di kursi yang ada di dekat Nigel tanpa dipersilakan.

"Maaf, apa yang kamu panggil tadi? Ivy?" tanya Nigel kembali.

"Duh, bagaimana aku menjelaskannya." Alvin menggaruk belakang kepalanya dengan canggung. "Dari mana ya? Ah, yang terpenting, kamu pemain baru atau lama?"

"Baru."

"Ah, begitu ya." Ada nada kekecewaan dari ucapan Alvin sehingga Nigel bisa langsung menarik kesimpulan bahwa Alvin juga adalah pemain bawang seperti dirinya.

"Apa misi yang kamu dapatkan hari ini, Alvin?"

"Hah? Kamu tahu tentang misi?"

"Tentu."

"Tapi tadi kamu bilang pemain baru?" Alvin menoleh ke Ivy dan gadis itu memicingkan mata ke arah Nigel.

"Alvin, menurutku, kita sudah terlalu naif. Kalau begini terus, bakal menjadi masalah besar. Kali ini, anggaplah hari ini adalah hari keberuntunganmu. Tapi saranku untukmu; kita tidak bisa mempercayai semua orang," ucap Ivy yang masih menatap penuh selidik ke arah Nigel.

Alvin terdiam sejenak dan melanjutkan, "Apa misi yang kamu dapatkan hari ini?"

Ivy kaget bukan main. "Gila! Sudah dibilang waspada, malah langsung bertindak bodoh."

"Habis bagaimana lagi, masa aku kabur setelah mendatanginya? Apalagi dia sudah tahu nama dan wajahku," bisik Alvin yang entah didengar pula oleh Nigel atau tidak.

"Misi? Ah ... benar juga. Sebuah permainan bernama polisi-polisian? Apa mirip dengan permainan tradisional yang biasa dilakukan di taman kanak-kanak? Bagaimana menurutmu?"

Mata Alvin seketika membelalak dan melontarkan pertanyaan langsung, "Sebagai apa? Aku polisi."

Nigel tersenyum dan mengangkat kedua tangannya ke udara. "Pas sekali. Aku penjahatnya. Tolong tangkap aku."

"Ga ... gampang amat! Astaga! Kalau gitu, misi selesai!" seru Alvin sambil mengepalkan tangan.

Nigel tersenyum ramah. "Ternyata hari ini adalah hari keberuntungan untuk kita berdua. Aku juga tidak perlu susah-susah ke sana ke mari."

"Hah? Tunggu ... kamu malah mencariku? Polisi? Penjahat macam apa yang mau menyerahkan dirinya begitu saja?"

Kali ini Nigel tertawa kecil dan membalas, "Penjahat yang sudah insyaf, kali?"

Alvin menggaruk belakang kepala, entah mengapa dia merasa ucapan Nigel tadi seperti sindiran untuk dirinya yang sedari tadi tidak berhasil menemukannya.

"Lalu, apa yang harus kulakukan untuk mengakhirnya?" tanya Nigel.

"Maksudnya?" Alvin malah melontarkan pertanyaan baru.

Alvin segera mengecek status dari misinya dengan menyentuh sedikit bola matanya. Namun misi yang diberikan masih berjalan, begitu pula dengan waktu mundur yang ada.

"Loh? Aku sudah tangkap penjahatnya. Masa belum selesai?"

Ivy segera menyadari akan satu hal kecil yang paling penting dari misi itu. "Alvin! Coba tanyakan, apa yang tertulis di misinya."

"Ah, oke. Nigel, apa tugas yang kamu dapatkan?"

"Hmm ...." Nigel melakukan hal yang sama seperti Alvin dan membacakan tulisan yang hanya dia saja yang bisa melihatnya. "Kabur dari polisi yang buta akan kebenaran."

"Hah? Apa-apaan pula dengan bahasa puitis itu? Apa yang mengatur semua misi ini adalah seorang penulis syair abad 90-an?"

"Entahlah ... mungkin saja kamu bukan polisi yang dimaksud."

"Dan kamu bukan penjahat yang mencuri sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang? Astaga ... permainan bangsat apalagi ini ...."

Alvin dan Nigel menghela napas bersamaan, bertepatan dengan kedatangan pelayan yang tadi melayani Alvin dan menaruh gelas kopi pesanan Nigel di atas meja. Nigel menyesap kopi panas itu dengan perlahan.

"Jadi, apa kita harus mencari orang yang tepat? Permainan yang menyusahkan sekali," lanjut Alvin frustasi.

"Orang yang tepat, ya .... Kalau begitu, Alvin, kamu mau ikut bersamaku?"

"Untuk?" Alvin menegakan punggungnya dan menatap curiga ke Nigel.

"Aku bisa mempertemukanmu dengan beberapa orang yang 'senasib' dengan kita."

"Siapa? Apa kamu bisa mempercayai mereka? Ah, tidak, apa aku BISA mempercayaimu?"

"Ya, tenang saja. Mereka teman-teman seperjuanganku semasa kuliah. Aku jamin mereka akan berguna untukmu."

Ya ... siapa yang dari kemarin cariin Nigel mulu? Nih, Nigel udah ketemu sama Alvin, itu berarti dia bakal lebih sering muncul.

Mungkin .... wkwkwkwkwk.

Btw, pantas Ann dulu enggak kuat lihat Nigel telanjang dada. Ternyata begini penampakannya. 🌝

Banyak makasih buat yang sabar dan terus mengikuti cerita ini. Terus dukung cerita ini, ya!

Sampai jumpa di babak berikutnya!

P.S.

Aku aktif di instagram; nama akunnya hygeagalenica. Kalian bisa menemukan informasi seputar cerita yang kutulis dan tips-tips kepenulisan di sana. Kuy, yang mau mampir!

*** *** ***

Author note:

WARNING!

If you reading this story on any other platform OTHER THAN WATTPAD, you will risk of a malware attack. If you wish to read this story safety, read this in THE ORIGINAL web! Please, support the author with some respect.

Thank you,

Hygea Galenica

--- --- ---

PERINGATAN!

Jika Anda membaca cerita ini di platform lain SELAIN WATTPAD, Anda akan berisiko terkena serangan malware. Jika Anda ingin membaca cerita ini dengan aman, bacalah di web ASLI! Tolong, dukung penulis dengan cara yang lebih terhormat.

Terima kasih,

Hygea Galenica

*** *** ***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top