Cintamu 01- pertama berjumpa.
Bayu bersungut-sungut memasuki kamar mandi yang terletak di dalam kamar. Dia gak habis pikir sama apa yang di perbuat adiknya. Bisa-bisanya gadis itu menaruh popok yang sudah berisi pup anaknya di wajah tampannya, saat dia melintasi ruang tengah.
Huh! Dia mendesah sebal. Membasuh wajahnya yang kena kotoran sang anak, kasar.
"Adik kurang ajar, awas aja tuh anak, nanti gua tempeleng habis-habisan."makinya dalam hati. Tangannya terus menggosok-gosok wajahnya, membasuhnya dengan air dan kembali menggosok-gosoknya menggunakan facial face khusus laki-laki. Begitu terus, sampai handphonenya berbunyi.
Di raihnya handuk sebelah wastafel, mengeringkan wajah serta kedua tangannya. Mengambil handphone yang sejak tadi berdering di saku celana kerjanya.
Tia calling.
Bayu mendengus melihat nama sahabat kecilnya menari-menari di handphone. Dengan enggan dia menggeser layar icon ke samping.
"Apa, Cil?"
"Cal Cil, Cal cil, emangnya gua Kucil?!"maki orang di sebrang gak terima atas apa yang dia dengar dari mulut sahabat gilanya.
Bayu terkekeh. "Loe kan masih Kecil, ya gua panggil Cil dong, salah?"tanya Bayu terdengar polos, tapi andai saja sahabatnya melihat wajah Bayu saat ini, sudah di pastikan. Cubitan Maut akan mendarat dengan sempurna di perut sixpack-nya.
Tia memutar kedua bola mata malas. Ingin membantah perkataan Bayu, kalau saja si lawan Telfone gak berbicara lebih dulu.
"Anak kecil yang udah bisa buat anak, tapinya."seru Bayu di sertai tawa yang membahana. Sepertinya dia puas sekali mengerjai sahabatnya tanpa ampun.
Tia berdecak jengkel. Kalau dia ladeni kejailan Bayu ini, yang ada nanti malah mereka beradu mulut, yang berakhir dan sudah bisa di pastikan, kalau dirinya sendiri yang akan kalah. Jadinya dia membelokkan pembicaraan ini.
"Tolongin gua dong Bay, gua lagi kepengen banget makan bak mie. Loe tau kan, kalau suami gua itu lagi dinas."
Kini gilaran Bayu yang mendengus jengkel. Emang sahabatnya kira dia ini babunya apa? "Loe berani bayar gua berapa?"
Tia berdecak kesal. "Elah. Sama sahabat diri aja peritungan. Pokoknya gua tunggu 5 menit, kalo 5 menit loe gak dateng, gua sunat titit loe sampe habis!"
Setelah mengatakan itu, sambungan telfon terputus sebelah pihak. Membuat Bayu berdecak kesal.
"Semua Cewek itu sama aja! ngerepotin!"makinya di depan handphone yang sama sekali gak berdosa.
Ingin sekali dia mengabaikan perintah laknat dari sahabatnya. kalau dia gak ingat, sahabat kecilnya itu sedng tekdung. Bayu mendengus. Hatinya memaki Tria yang meninggalkan Tia saat sedang hamil. Memang, Tria meninggalkan Tia hanya beberapa bulan, tapi kenapa harus dia yang menjadi tukang ojek dadakan buat sahabatnya? Duh! Rasanya dia ingin menyekik Tria saat ini juga.
Meski hatinya misuh-misuh, tapi jiwa baiknya sama sekali gak bisa dia abaikan. Pada akhirnya dia membelikan bak mie pesenan Tia, di toko yang sering wanita itu kunjungi sebelum dia menikah tentunya.
Tanpa semangat, Bayu mengetuk pintu cream di hadapannya beberapa kali, berjalan kearah kursi di teras, duduk di atasnya dan meletakkan bungkusan di meja.
Tangannya merogoh saku celana kain yang masih ia pakai, mengotak-ngatik handphonenya, mengecek notice yang mungkin dari Andre tentang tugas baru.
Kedua gadis yang sejak tadi menatap Bayu tanpa kedip, berbisik-bisik sambil senggol-senggolan. Menyuruh salah satu di antara mereka untuk maju berkenalan.
Bayu melirik kedua gadis di sebelah rumah yang masih memakai seragam abu-abu sinis. Dia mendengus. Batinnya berbicara ketus, 'Dasar, Ababil'.
Kedua gadis itu masih saja bersenggolan, tidak merdulikan lirikan sinis yang di layangkan Bayu tadi. Mereka seolah-– ah bukan mereka, tapi salah satu gadis itu seolah tidak perduli dan melihat tatapan yang jelas-jelas di layangkan kearahnya.
"Ih, Ray. Loe aja deh, gua takut. Loe gak liat tadi lirikannya sinis banget? Iya sih dia emang ganteng, tapi wajahnya dingin boo,"seru gadis itu tertahan, takut kalau Bayu sampai mendengarnya.
"Ah, Ni. Ayolah, please, demi gua."pintu gadis yang di panggil Ray tadi memelas, tangannya mengguncang-guncang lengan temennya.
"Gua takut Raya, loe aja gih,"kata Nia mendorong tubuh Raya ke depan, membuat Raya sedikit berjarak dengannya. Tapi Raya seolah tak perduli, gadis itu kembali melangkah kearah Nia dan memohon, agar Nia mau membantunya.
"Ayo lah, Ni. Loe kan sahabat terbaik yang pernah gua punya. Please!"
Nia memutar kedua bola matanya malas, selalu itu yang di katakan Raya saat meminta tolong. "Gua tau, tapi gua ogah. Loe gih, loe kan yang nafsu banget ingin tau nama dia. Cinta itu butuh perjuangan loh."kata Raya mendramatisir dan mendorong tubuh Raya lebih keras dari yang tadi, membuat Raya berjarak beberapa langkah dengannya.
Raya memanyunkan bibirnya. Sahabatnya sama sekali gak mau membantunya.
Nia tersenyum polos, memberi semangat dengan gerakan bibir, tapi tangannya seolah mengusir hewan.
Raya menghela nafas panjang, matanya tertutup dan menghembuskannya setelah matanya terbuka. Tubuhnya berbalik kearah Bayu yang masih setia dengan gadget di tangannya, sedangkan Tia belum juga muncul.
Raya menghembuskan nafasnya berat. Meyakinkan dirinya sendiri kalau semuanya akan berjalan lancar.
Belum genap selangkah, pintu rumah Tia terbuka, menampilkan Tia yang sedang tersenyum senang. Membuat kakinya secara otomatis berhenti melangkah.
"Bayuuu! Akhirnya loe datang juga!"seru Tia kegirangan. Suaranya melengking membuat Bayu hampir saja menjatohkan smarthphone yang dia pegang.
"Tia, boncel. Bisa gak sih, kalau bicara itu di tata dulu suaranya. Telinga gua sampe berdengung."maki Bayu tanpa perasaan.
Tia terkekeh, seolah dia gak perduli entah sudah terbiasa dengan mulut beracun Bayu. Wanita itu dengan santai menodongkan tangannya kearah Bayu menja.
"Pesenan gua mana, Bay? Loe gak lupa kan?"tanya Tia dengan senyuman lima watt-nya saat matanya melihat kresek di meja. Wanita itu langsung menyambar dan melihat kedalam kresek, mencium aroma bak mie yang dia idam-idamkan.
"Makasih banyak loh Bay, udah mau gua repotin."
Bayu memutar kedua bola matanya malas. Pria itu berdiri duduknya dan menunduk, demi menatap Tia yang hanya se dadanya. Oleh karena itu lah Bayu memanggil Tia dengan Cil, karena Tia boncil di usianya yang sudah hampir kepala 3.
"Sebenernya gua ogah loe suruh-suruh kek gini, cuman... karena gua lelaki yang baik hati dan tidak sombong, jadinya gua beliin deh. Biar anak loe gak ngiler, kayak emaknya."
Tia menggeplak lengan Bayu keras, sontak Bayu menjerit tertahan. Meskipun Tia lebih kecil, tapi jangan remehkan kekuatan tangan Tia yang bahkan melebihi kuatnya kuli.
"Yelah, Yelah. Udah sono balik, gua gak lagi nerima tamu!"
Bayu mencibir, "Setelah loe nyuruh gua dateng ke sini, udah gitu loe setaun buka pintunya, dan tanpa perasaan loe nyuruh gua pulang? Oh man. Orang belanda waktu jajah Indonesia gak sejahat loe juga kali."
Tia menoyor kepala Bayu sadis. Wanita itu mencibir. "Udah sono! Bikin empet mata gua aja."
Kini giliran Bayu yang mencibir. "Gua baru tau, kalo loe itu emaknya orang Belanda waktu jajah Indonesia."
Sebelum Tia melakukan kesadisan terhadap tubuhnya karena ucapan ngawurnya. Bayu lebih memilih melenggang pergi, membiarkan Tia mencak-mencak dengan bibir komat-kaimit. Menyupah serapahi Bayu yang sudah di dalam mobil.
Bayu menurunkan kaca mobilnya. "Jangan keseringan ngabsen binatang, takut anak loe kayak sodara-sodaranya!"seru Bayu dengan kekehan puas telah membuat sahabatnya yang cerewetnya ngalahin seles-seles sedang kejar target, makin emosi.
Tia masih saja menyupah serapahi Bayu, meskipun Bayu sudah menghilang dari matanya serta mobilnya yang tadi bertengger manis di depan rumahnya.
Raya yang melihat itu tersenyum geli. Sepertinya Bayu tidak segalak dan segarang apa yang dia kira. Bayu orangnya lucu, meskipun kata-kata pria tadi sangat amat menusuk hati Tia.
"Kak Bayu, Kak Bayu."pangilnya lirih serta menggeleng geli. Bibirnya sama sekali gak memudar dari senyuman. Sampai Nia menepuk pundaknya dengan tiba-tiba, mengagetkannya.
"Jangan senyum-senyum sendiri. Entar di kira orang gila, loh."ejek Nia menatap sahabatnya geli.
Raya mendengus gak perduli. Melepaskan kedua tangan Nia yang ada di kedua pundaknya, melanggang masuk kedalam rumah. Membiarkan sahabatnya yang kini menggeleng geli.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top