[κ] PETUNJUK
"Itu rumah yang paling besar di sini," kata Ann sembari menunjuk sebuah tempat tinggal yang tepat berada di alun-alun desa.
"Mungkin kita bisa mencari petunjuk di dalam. Semoga tidak ada mereka di dalam," ujar Nigel pelan.
"Mereka siapa? Teman-teman?"
"Bukanlah, binatang jadi-jadian tadi. Aku yakin bukan cuman satu saja."
"Ja-jangan bilang gitu, dong. Aku jadi lemas lagi, kan." Wajah Ann perlahan menjadi pucat pasi. Begitu pula dengan lututnya yang mulai lemas.
Nigel dan Ann menaiki empat tangga kayu yang ada dengan hati-hati. Baru saja menaiki satu anak tangga, suara keriut melengking di udara. Keduanya langsung memandang sekeliling, berharap tidak ada yang mendengar kedatangan mereka. Dengan perlahan-lahan mereka menaiki anak tangga yang tersisa. Sesampainya di atas, mereka disambut oleh pintu utama yang tertutup rapat.
Nigel meraih knop pintu. Terkunci. Pemuda itu mendecahkan lidah. "Ya ampun ... masa harus didobrak. Pasti bakalan bikin keributan." Dia mengedarkan pandangan ke sekitar, menyelidiki tiap sudut teras. "Ah! Ada lubang."
Tidak jauh dari pintu utama, ada sebuah lubang di dinding. Entah apa yang terjadi sampai bisa membentuk lubang tersebut, Nigel dan Ann tidak mau membayangkannya. Sayangnya, lubang itu tidak cukup besar untuk badan Nigel lewati.
"Ann, bisa kamu yang membukakan pintu dari dalam? Sepertinya kamu bisa masuk lewat situ."
"Gimana kalau ada makhluk itu di dalam?" rengek Ann cemas.
"Aku akan menyelamatkanmu."
"Caranya?"
"Aku akan menghancurkan lubang itu dengan kapak ini."
"Kenapa tidak kamu lakukan saja sekarang? Bukannya lebih cepat."
"Kamu yakin? Kamu tau kan kalau aku menghancurkan dinding ini sama saja akan membuat suara nyaring."
"Oh iya ya. Maaf, aku tidak sampai berpikir ke sana."
Ann menarik napas dalam-dalam, dan mulai merangkak melewati lubang itu. Dengan ukuran tubuh Ann yang hampir setara dengan anak SMA--walau sempat tubuhnya tersangkut--dia berhasil masuk.
"Bagaimana keadaan di dalam, Ann?" tanya Nigel ke arah lubang tadi.
"Aman," jawab Ann setelah memeriksa keadaan di dalam sana. Suara langkahnya samar-samar terdengar menuju pintu utama. "Syukurlah. Memang terkunci dari dalam."
Terdengar suara klik dua kali. Akhirnya pintu utama terbuka.
"Kerja bagus, Ann."
Ann tersenyum malu-malu tanpa membalas ucapan Nigel.
Nigel menghentikan langkahnya dan menatap tajam isi rumah itu. Berantakan. Beda sekali dengan rumah-rumah yang sebelumnya mereka datangi. Seperti ada badai besar yang memporak-porandakan tempat ini. Sampai-sampai kursi panjang terbuat dari besi yang tampaknya berat bisa tertancap di dinding.
"Rumah ini terkunci dari dalam. Artinya ada orang yang mencegah sesuatu masuk ke dalam sini. Tapi ... kelihatannya gagal total." Nigel melangkah masuk untuk melihat lebih dalam bagian rumah tersebut.
Pemuda bertindik dua itu mulai berjalan di depan. Menjadi pemandu untuk memeriksa semua ruangan yang ada. Ann hanya bisa mengekor sebab rasa takut membuatnya tidak bisa melakukan apa-apa. Sesekali dia menarik sisa perban yang bergelantungan di punggung Nigel ketika dia tertinggal beberapa langkah. Nigel paham bahwa gadis penakut tapi gengsi itu memberi kode tersirat untuk tidak jauh-jauh darinya.
"Tinggal satu ruangan," peringat Nigel pada Ann.
"Semoga tidak ada apa-apa di dalam."
Sesaat Nigel membuka pintu, pada saat itu pula mereka melihat mayat kering keronta yang terduduk lesu--tepat menghadap ke tempat mereka berada.
"Hiii ... mayat!" jerit Ann histeris dan tidak sadar sudah memeluk punggung Nigel dengan erat, bagaikan anak kecil yang meminta perlindungan dari orang tuannya.
Sejenak Nigel terdiam. Dia pastinya merasakan sebuah ketakutan yang luar biasa. Ini pertama kalinya melihat dampak dari pembusukan alami pada tubuh manusia. Asam lambungnya bergejolak, rasanya ingin muntah. Akan tetapi Nigel menyadari Ann yang mulai terisak di belakang. Tidak. Dia harus kuat. Dia harus menghadapinya. Demi dirinya dan juga Ann.
Nigel mencoba mendekat untuk memeriksa mayat tersebut. Sontak Ann melepaskan rangkulannya karena dia tidak mau melakukan hal yang sama. Pemuda itu sudah berdiri tepat di hadapannya. Dia bisa melihat adanya luka besar di perut mumi yang sudah tidak bisa ditebak gendernya itu.
"Sepertinya dia mati karena kehabisan darah. Bagaimana menurutmu ... Ann?" Nigel kebingungan melihat Ann meringkuk ketakutan di sudut ruangan. Selama Nigel memeriksa mayat itu dengan serius, secepat kilat Ann menghindar tatapan kosong dari mayat malang itu.
"Ann, kamu baik-baik saja?" tanya Nigel khawatir.
"Tidak! Aku sekarang benar-benar ketakutan." Sudah tidak bisa menahan air matanya, Ann menangis sejadi-jadinya.
Nigel menghela napas dan pergi mendekati Ann. "Kita istirahat di sini dulu, ya? Gimana?"
Ann mengangguk pelan.
"Aku pergi kunci pintu depan. Kamu tunggu di sini saja."
Baru saja Nigel berdiri, tangan kecil Ann menarik lengan Nigel. "Aku takut sendirian."
Nigel tersenyum lirih. "Tenang saja, ada yang menemani kamu kok, tuh." Ann mendongkak dan kaget ketika Nigel menunjuk mayat tadi.
"Tidak lucu, Nigel!"
"Hahahaha ...." Nigel tertawa dengan candaannya sendiri. Rupanya Nigel memiliki selera humor yang buruk.
Nigel kembali menuju pintu utama, lalu menguncinya. Selepas itu, dia berusaha menutupi lubang yang tadi Ann masuki dengan perabotan yang ada. Ketika Nigel kembali, dia melihat Ann sedang berdoa di depan mayat tadi. Senyum kecil tertoreh di wajah pemuda berambut gondrong itu, dia pun mendekat dan ikut mendoakan arwah orang tersebut agar tenang di alam baka.
"Aku sudah tidak apa-apa," aku Ann sembari menghapus air matanya.
"Kalau begitu, kita coba baca buku ini." Nigel mengeluarkan buku catatan yang dia selipkan di kain yang melililit di tubuhnya.
"Kamu benar-benar masih menyimpannya," komentar Ann gelid an jijik.
Lembar demi lembar Nigel buka buku tersebut. Sepertinya itu adalah buku harian seorang penebang yang bekerja di hutan. Pada halaman awal tidak memperlihatkan keterkaitan dengan kejadian aneh di desa ini. Hingga sampailah mereka di seperempat halaman.
[Aku tidak menyangka bisa terjebak di tempat terkutuk ini. Cerita rakyat itu benar. Tentang desa yang menghilang dalam waktu semalam. Di mana semua penduduknya lenyap ditelan bumi akibat kemurkaan penghuni hutan. Setahuku, mereka terlalu rakus dalam berburu, juga terlalu banyak menebang pohon demi memperluas tanah sawahnya. Tapi ini aneh sekali. Cerita itu sudah turun-temurun diwariskan jauh sebelum nenek buyutku dilahirkan. Tapi kenapa baru kembali terjadi akhir-akhir ini? Aku sudah biasa menyusuri wilayah ini. Hutan ini sudah menjadi tempat bermainku, dan aku yakin sekali tidak ada desa di hilir sungai. Apa yang terjadi di sini?]
"Itu ... sebuah diary?" tanya Ann setelah Nigel membaca tulisan si penebang.
"Sepertinya begitu." Nigel kembali membuka halaman berikutnya.
[Sebelum aku masuk ke sini, ada lima penebang yang menghilang. Mereka terkenal memahami seluk-beluk hutan, biasa berkemah di alam terbuka untuk berburu babi hutan. Keluarga mereka yang mencoba mencari mereka pun ikut menghilang. Polisi hutan yang berpartoli menghilang juga. Semuanya memiliki kemiripan. Semuanya menghilang saat malam hari.]
"Jadi ... bukan cuman kita saja yang ada di sini. Desas-desus tentang hilangnya orang di waktu malam hari itu benar. Mereka semua berakhir di sini." Ann sejenak berpikir. "Tapi kenapa tempat ini sepi sekali? Bukannya banyak korbannya?"
Nigel menutup buku lusuh yang ada di tangannya setelah membaca sekilas halaman terakhir. "Mungkin kah desa ini hidup dan berusaha menelan siapapun ke dalamnya?"
Ann spontan menutup kedua telinganya. "Tidak ... aku tidak mau mati di sini."
"Aku jadi ingat kisah kereta hantu di Manggarai dan bus hantu Bekasi-Bandung. Apakah tempat ini sama dengan kejadian itu?"
"Ta-tapikan mereka bisa keluar dengan selamat. Apalagi tidak ada monster mengerikan yang sedang memangsa mereka."
"Benar juga. Kita juga tidak tahu di mana Zea, Tris, Xanor, dan Cass. Begitupula Nia. Tanda-tanda adanya jalan keluar juga tidak ada." Sesaat Nigel merasa pesimis.
Mereka terdiam. Sebenarnya apa yang terjadi di desa ini? Memang mereka berdua berhasil mendapatkan fakta bahwa kejadian yang dialami sekarang adalah kejadian supernatural. Para korban penculikan di sekitar Bukit Tenggkorak dan Bukit Menangis terdampar di sini. Hanya itu saja. Belum ada titik terang dalam misteri di Desa Tanpa Nama.
Ann yang menunduk lemas, tidak sengaja memandang tempat duduk si mayat. Terlihat ada pengetuk besi melingkar di lantai kayu.
"Hei ... itu apa, ya?" Ann menunjuk pengetuk tersebut.
Nigel sadar akan hal yang sama. "Seperti sebuah pegangan. Baiklah, akan kupindahkan mayat ini." Dengan lembut dan berhati-hati, Nigel mencoba menggeser mayat tadi. "Maafkan saya, permisi." Mayat itu pun berhasil dipindahkan. Tampak sebuah pintu tersembunyi di lantai.
"Pintu ke mana kah ini? Bukannya ini rumah panggung? Kenapa ada pintu di sini?" komentar Ann kebingungan.
"Coba kita buka." Nigel menarik pengetuk itu. Bunyi derit bergema di penjuru ruangan, membuat Nigel membukanya secara perlahan. Dia masih waspada. Jangan sampai keberadaan mereka disadari oleh sesuatu yang berbahaya.
Dengan rasa heran sekaligus terpukau, Ann berkata, "Lubang?"
Di balik pintu tersebut, tampak sebuah lorong galian besar. Udara dingin bertiup dari bawah. Dengungan samar-samar terdengar. Dan di saat bersamaan Nigel yakin sekali mendengar sesuatu. Suara serak yang memanggil namanya.
***
Apakah kalian berhasil menemukan petunjuk sampai bab ini? Coba kalian sebutkan satu-satu!
Bagaimana menurut kalian dengan cerita ON? Yuk bagi pengalaman kalian selama membaca. Dan jangan lupa beri vote dan koment. :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top