[ν] VITAKINASE
Ann menarik napas sangat panjang, lalu mengembuskannya dengan berat. "... Nigel."
"Ya?"
"Katanya kita 'harus' bertemu dengan teman-teman yang lain."
"Iya. Kenapa?"
"Kok malah balik nanya, sih! Ngapain kita ngais-ngais tanah di sini! Memangnya mereka terkubur di dalam sini!" teriak Ann yang sudah tidak bisa ditahan lagi.
Mereka berdua berada di luar lingkaran sihir, menggali tanah, dan mengumpulkannya ke dalam beberapa robekan kain hitam yang berasal dari pinggiran gua. Sebelumnya Nigel menarik salah satu kain yang bergelantungan untuk menutupi dinding-dinding gua yang menonjol tidak beraturan, dan merobeknya menjadi potongan-potongan kain yang lebih kecil.
"Sebelum kita keluar dari sini, sebaiknya kita mencari cara untuk menghentikan sihir hitam itu. Karena sudah tahu siapa lawan kita sebenarnya, kita juga bisa mengambil beberapa benda di sini sebagai senjata atau pelindung."
"Yaelah ... aku tuh udah semangat empat lima untuk keluar dari gua menaktukan ini. Pas mau masuk ke lubang, eh, malah disuruh gali-gali tanah. Maksudku to ... aku tanya langkah berikutnya, ya, apa yang akan dilakukan pada saat itu juga!" omel Ann dengan logat Makassar yang kental sembari masih menggali-gali tanah dengan kasar.
"Ah, Ann, cukup tanahnya. Tidak perlu kebanyakan," ujar Nigel tanpa rasa bersalah. Dia seolah tidak peka dengan keluhan yang dilontarkan Ann padanya.
Pemuda itu mengikat satu-persatu kain yang sudah terisi tanah. Mereka berhasil mendapatkan enam bungkus kantung tanah. Selepas itu, Nigel memasukkan kantung-kantung kecil itu ke dalam kain yang lebih besar, menjadikannya sebagai tas selempang seadaanya.
"Berikutnya." Nigel mengambil sebongkah batu, dan mulai mengukir sesuatu di luar simbol-simbol aneh yang ada di lingkaran sihir. "Akan kucoba untuk membuat pembatalan ritual. Semoga saja berhasil."
"Jangan bilang, pamanmu lagi yang mengajarkannya?"
Nigel mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari ukiran-ukiran yang dia buat.
"Aku jadi ingat drama Amerika Supernatural atau Constantine. Kukira itu cuman fantasi horor aja. Hiburan semata yang disukai adikku." Walau keluarga Ann adalah tipe yang serius, namun adik lelakinya yang dari dulu suka menonton film horror atau paranormal, berhasil menularkannya ke sang kakak.
"Film atau buku horor itu, kadang mengambil kisah nyata dari orang-orang yang punya kemampuan khusus atau yang pernah mengalaminya. Hanya saja diberi banyak bumbu drama biar naik rating penontonnya."
"Jadi, ritual pemanggilan iblis dan dewa benar-benar nyata?"
Nigel tersenyum miris. "Kamu bisa lihat dengan mata kepalamu sendiri, kan?"
Ann tampak sangat kecewa. Dia tidak menyangka bahwa tontonan yang biasa dia lihat sebagai hiburan semata, ternyata benar-benar terjadi, dan hampir merenggut nyawanya. Gadis berambut ikal hitam itu pun duduk di atas batu yang landai, tidak jauh dari sisi Nigel.
"Aku pernah dengar tentang dewa Yunani kuno. Tapi aku tidak pernah dengar nama Eberus. Zeus, Hera, Apollo, Artemis; hanya itu yang kutau. Itu pun sebatas tau saja."
"Dewa-dewi yang kamu sebut itu termasuk dewa-dewi di era Olympus. Erebus sudah ada ketika dunia ini terbentuk. Dialah sumber dari dewa-dewi yang kita tau. Erebus satu era dengan Gaia, Eros, Tartarus, dan Nyx. Di mana mereka semua berasal dari Chaos, asal muasal dunia."
Ann mengerutkan keningnya. "Aduhhh, apalagi itu Chaos, Gaia--makanya, aku enggak terlalu suka sama sejarah atau filsafat, apalagi mitologi."
"Malah sejarah mengajarkan kita untuk sadar bahwa manusia itu hanyala makhluk kecil di dunia yang berlapis-lapis ini."
"Kenapa lagi berlapis-lapis? Memangnya ada alternate universe?"
Nigel mengangkat kedua bahunya. "Mungkin saja, kan? Siapa yang tau bakalan ada bukti ilmiahnya. Kita juga, sekarang berada di dunia yang bukan seharusnya."
Ann tertegun sesaat mendengar ucapan Nigel. Dia teringat kata-kata Nia yang hampir dia lupakan.
"Kau tahu, Ann ... di dunia yang luas ini, terkadang, banyak hal yang tidak masuk akal ada di sekitar kita. Hanya saja, dengan alasan berpikir rasional, kita seakan menutup mata dan telinga. Padahal keajaiban ada tepat di hadapan kita. Ingat baik-baik itu,"
Mengingat kembali kejadian itu, membuat pelupuk mata Ann terasa berat. Rasanya ingin menangis. Di mana gadis itu? Bagaimana keadaannya sekarang? Perasaan bersalah menyelimuti hati Ann.
Sementara itu Nigel telah selesai menulis mantra-mantra baru. Tampak garis-garis putih dengan simbol seperti gelombang air yang saling sambung-menyambung. "Sial. Coba aku tau siapa yang melakukan ritual ini, bisa kubalikan sihir ini ke dia," keluh Nigel sambil mendecap lidahnya.
"Sudah lawan kita dewa, masih ada lagi orang di balik semua ini," kata Ann kesal.
"Aku yakin dia masih ada di sekitar sini. Tapi pertanyaan berikutnya, dia ada di dunia ini atau dunia nyata?" Nigel mengusap-ngusap dagunya, sejenak berpikir.
Tiba-tiba rasa kantuk mulai menguasai Nigel. Pemuda itu pun menguap sangat lebar. "Rasanya pengen tidur."
"Ya ampun, kok kamu santai banget sih. Aku sudah enggak ngerti kapan kamu serius dan kapan kamu bercanda."
"Aku tidak sedang melucu, Ann."
Ann teringat akan sesuatu. "Ah, sekalian aja kita ganti perbanmu. Di sini banyak kain, sekaligus istirahat sebentar."
"Ide yang bagus." Nigel duduk bersila di atas tanah, sementara Ann pergi menarik kain hitam besar untuk dia robek menjadi perban darurat.
Perlahan-lahan Ann melepas satu-persatu kain yang membaluti tubuh Nigel. Namun, Ann mulai kebingungan. "Loh? Kok ...." Ann yang ragu-ragu segera mempercepat pekerjaannya untuk memastikan hal yang tidak disangka-sangkanya.
Air muka Ann menjadi pucat pasi. "Nigel? Kamu itu sebenarnya apa?"
Nigel yang berusaha menahan rasa kantuknya hanya mendengar samar-samar pertanyaan Ann. "Hah? Apa?"
"Ke-kenapa ... kenapa semua lukamu menghilang!" pekik Ann histeris.
Punggung Nigel yang seharusnya terluka akibat sayatan dari gorila jadi-jadian, seketika lenyap tanpa bekas. Garis-garis dari tato Nigel yang tadinya terputus-putus, hebatnya tersambung kembali. Pemuda bertindik dua itu seakan-akan tidak pernah terluka sedikit pun.
"Bohong! Tidak mungkin. Enggak masuk akal. Bisa-bisa aku gila di sini!" jerit Ann sembari menarik-narik rambutnya seperti orang yang sudah stress berat. "Aku yakin sekali punggungmu terkoyak-koyak. Ya Tuhan ... tolong kuatkanlah akal pikiran hamba-Mu ini." Dan Ann terus berkomat-kamit tidak jelas.
"Aku ini ... apa?"
Mendadak napas Nigel mulai tidak teratur. Detak jantungnya semakin cepat tiap detiknya. Pengelihatannya pun mulai kabur. Nigel terkena serangan syok. Dia kembali teringat dengan hal-hal buruk yang terjadi saat masih kecil.
Pemuda itu ingat, kadang dirinya bisa melihat bayangan-bayangan hitam pekat yang mengikuti orang-orang di sekitarnya. Kadang bayangan itu sadar bahwa dia bisa melihat mereka. Bayangan itu tersenyum, tertawa licik, dan mulai mendekati Nigel kecil yang ketakutan. Mereka pun mengkerumini Nigel kecil yang tidak berdaya.
Salah satu bayangan itu berbisik ke telinga kanan Nigel. "Aku iri dengan tubuhmu. Tubuhmu sangat sempurna. Boleh aku mengambilnya? Aku ingin memilikinya."
"NIGEL!" Suara paman Nigel sontak membangunkan Nigel dari mimpi buruknya.
Tanpa dia sadari, Nigel sempat kehilangan kesadaraan. Dia tersungkur di atas tanah. Di hadapannya ada Ann yang menangis tersedu-sedu.
"Kamu Nigel, kan? Kumohon ... kamu benar-benar Nigel, ya kan?"
"Ah--iya, aku Nigel, Ann," jawab Nigel sembari bangkit dan duduk tepat di depan gadis yang wajahnya sudah basah akan air mata.
"Maafkan aku. Aku harusnya tidak panik seperti tadi. Seharusnya aku lebih memikirkan keadaanmu. Apa kamu baik-baik saja?"
Ann mengangguk kecil. "Iya, aku baik-baik saja."
Walau Nigel mengatakan dirinya tidak apa-apa. Namun, kejadian di masa lalu itu berhasil membuat emosinya teraduk-aduk.
"Ann, boleh aku bertanya?"
Ann menarik ingusnya dalam-dalam. "Tentu."
"Menurutmu, aku ini apa?"
Ann terdiam. Ada jeda yang cukup lama. Gadis itu bingung harus berkata apa, sebab dia juga mulai ragu bahwa Nigel itu benar-benar manusia atau bukan. Tetapi, setelah dia mengingat tiga tahun pertemanannya dengan Nigel hingga Ann bisa jatuh hati kepadanya, gadis itu yakin akan jawabannya.
"Nigel adalah cowok yang tidak peka."
"Eh? Maksudmu?"
"Co-cowok yang tidak peka, enggak lucu, pemberontak, mau enaknya sendiri--" Ann terus melanjutkan sindirannya, terus menerus, hingga embuat Nigel hanya melongo.
"Tapi ... meskipun begitu. Nigel adalah Nigel yang baik hati dan selalu memikirkan teman-temannya." Pipi Ann tiba-tiba memerah.
Nigel tersentuh dengan ucapan Ann, membuat dia tersenyum sangat tulus. "Terima kasih, Ann. Terima kasih."
"Tapi, Nigel." Ann tampak sulit mengatur kata-katanya. "Jujur, apa yang terjadi dengan lukamu? Ada apa dengan tubuhmu?"
"Aku juga tidak tau," jawab Nigel dengan suara rendah. "Tapi aku yakin, pamanku tau sesuatu. Sayangnya ... dia menghilang entah ke mana. Aku membencinya karena tidak berada di sisi bibiku di saat-saat terakhirnya. Tapi aku juga masih merindukannya. Dialah satu-satunya orang yang bisa membuatku nyaman."
Kebenaran yang ingin Nigel ketahui selama dua puluh dua tahun--semuanya akan terjawab di desa ini.
***
Vitakinase: kemampuan atau bakat untuk menyembuhkan diri maupun orang lain.
Btw, aku suka nonton serial tv Supernatural dan Constantine. Ada yang suka juga engga?
Jangan lupa vote dan komentarnya. 😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top