💲 ONY 4💲
Cek ombak… siapa aja yang lagi baca cerita ini? Boleh minta komennya ya kak?🤗
***
Jujur saja, meskipun kaget karena mendadak dilamar seorang gadis di tempat umum tanpa pemberitahuan, Yogi sedikit menikmati pengalamannya ini. Insting pertamanya tentu saja menolak dan ingin langsung mengabaikan gadis ini. Namun, seketika Yogi malah teringat pada kencan dan perjodohan yang diatur oleh mamanya.
Wajah kakunya perlahan mengendur saat dia terpikirkan ide cemerlang untuk menghindar dari keinginan mamanya. Yogi cukup kaget, karena gadis ini hanya menginginkan imbalan yang tak seberapa untuk menjadi istrinya. Tawaran sebagus ini, mana mungkin dia sia-siakan. Selama karirnya merintis usaha, Yogi selalu bisa melihat peluang dengan tepat. Dan ini adalah salah satunya!
"Ayo, tunggu apa lagi?" ajaknya pada gadis yang malah bengong di depannya.
"Tapi om bilang ...."
Yogi berbalik dan menelengkan kepalanya ke kiri. "Ulangi setelah saya, Mas Yogi."
"Ulangi setelah saya, Mas Yogi." Gadis itu membeo dengan sempurna, membuat Yogi menghela napas pasrah antara ingin tertawa atau menggeleng.
"Mas Yoginya aja yang diulang."
Bibir gadis di depannya membentuk bulatan lucu. "Mas Yogi "
Yogi mengangguk puas. Tadi siapa nama gadis uni? Reya! Ya, Reya! Reya bisa didandani dan diajak kerjasama dengan baik. Yogi melihat jalan terang membentang di depannya hari ini. Setelah didandani dan berganti baju, gadis itu tampak cantik dan imut. Ya, masih terlihat belia, tapi bisalah kalau dibawa nongkrong ke cafe atau resto seperti yang direncanakan Yogi sekarang.
Kepala dengan rambut di half ponytail yang diwave lepas itu menggeleng. "Nanti dulu. Ini tadi Om ... maksudnya Mas bilang kita mau ketemu seseorang," selanya.
"Iya." Yogi mengangguk tanpa ragu.
"Dan orang itu adalah calon istri Mas Yogi?" Yogi mengangguk lagi, karena memang benar. "Terus di sini aku ngapain, dong? Wait, 'kan Mas setuju buat nikah sama aku, kok sekarang ...."
Yogi mendesah pasrah dalam hati. Cantik sih, menarik juga, tapi sayang, lemot. Selain itu juga emosian. Bakal agak ribet, sih. Namun, di bik sikap Yogi yang monoton, dia lumayan suka tantangan. Itu resep rahasia suksesnya selama ini. Dan kalau cuma segini sih, Yogi masih sanggup.
"Ayo, ikut aja. Nanti abis ini saya terangin ke kamu. Sekarang nggak ada waktu."
***
Masih di mall yang sama, Yogi membawa Reya ke lantai atas, di bagian lounge, di mana bagian ini dikhususkan sebagai area kuliner yang lumayan high class. Saat keluar dari lift, mereka akan disambut butler yang akan membawa mereka ke meja yang sudah dipesan. Biasanya, tempat seperti ini adanya di hotel, tapi di beberapa mall yang memiliki chain dengan hotel berbintang atau business area sekarang menyediakan fasilitas ini.
Sepertinya ini kali pertama Reya menginjakkan kaki di tempat seperti ini. Wajahnya terlihat takjub dan beberapa kali bengong. Yogi menyebutkan nama yang tercatat di reservasi. Mamanya tadi sudah memberitahunya hal ini.
"Ini yang diantar dua orang, Pak?" tanya butler tersebut bertanya memastikan. Wajahnya tampak bingung menatap tablet di tangannya dan pada Yogi juga Reya di depannya.
"Ada masalah?"
Butler tersebut terlihat bimbang. "Reservasi atas nama ini untuk dua orang, jadi kami menyediakan meja untuk dua orang. Kalau untuk tiga orang ...."
Yogi mengangguk. Paham apa yang terjadi.
"Sediakan satu meja lagi untuk dua orang di dekat meja yang pertama." Sudah sejauh ini, Yogi tidak boleh menyerah. Meskipun sore ini tidak berjalan sesuai rencana, tapi show must go on.
Butler mengangguk dan langsung mengantarkan mereka ke meja yang dipesan mamanya Yogi. Ada raut tak setuju di wajahnya, tapi cukup bijaksana untuk tak beropini apa pun. Mungkin sudah terbiasa dengan fenomena seperti ini. Di mana ada satu pria janjian dengan seorang wanita tapi datangnya dengan wanita lain.
"Om, apaan, sih!" Reya mengibas tangan Yogi saat pria itu meraihnya.
"Gandeng lengan saya. Kita harus terlihat mesra. Dan satu lagi, panggil saya Mas Yogi."
Reya sedikit cemberut, tapi dia tetap menurut untuk merangkul lengan kiri Yogi mesra saat berjalan masuk ke dalam restoran. Bukan tidak mau sebenarnya, cuma kaget. Kalau yang digandeng secakep Yogi, sih, jangankan gandeng, lendotan juga Reya mau, pikirnya mulai tak beres.
Saat mereka masuk, ada sepasang netra berbulu lentik menatap mereka intens. Pemilik netra menyunggingkan senyum sambil menegakkan tubuhnya saat mereka makin mendekat.
"Silakan, Pak." Butler yang mengantar Yogi berhenti dan mempersilakan keduanya.
"Reservasi Mama saya?"
"Oh, di sebelah sini, Pak." Si butler menunjuk pada meja wanita yang sudah memperhatikan mereka sejak datang dengan jempolnya.
Yogi mengangguk. "Terima kasih. Saya tidak perlu diantar lagi." Butler tersebut kemudian undur diri. Yogi menatap Reya posisinya agak membelakangi wanita di meja sebelah. "Kamu tunggu di sini. Saya ke meja sebelah." Yogi berucap pelan.
"Aku ditinggal?" Reya jadi ikut berbisik.
"Sebentar aja. Aku harus ketemu dan ngomong sama dia." Reya melongokkan kepalanya, mengintip wanita di meja sebelah dari balik tubuh Yogi.
Matanya sedikit terbelalak. "Itu cewek yang ...!"
"Iya, nggak usah histeris. Kamu tunggu sini. Nanti kalau saya panggil, kamu samperin ke sana."
"Terus aku di sini? Ngapain?"
"Kamu boleh pesen apa aja yang kamu mau. Saya yang traktir. Yang penting, makan jangan belepotan, okay?" Saat mengatakan kalimat terakhir, Yogi sedikit bergeser, membuat Reya terekspos sepenuhnya oleh orang yang duduk di meja sebelah. Sembari berkata begitu, Yogi juga mengangkat tangannya dan menyapukan jempol tangannya di sudut bibir Reya, menyeka kotoran tak kasat mata di sana.
Setelahnya, Yogi berbalik, menghampiri wanita lain di meja sebelah, meninggalkan Reya yang cengo luar biasa dengan jantung berdebar kencang.
"Halo, Lauren, ya?"
***
Senyum di bibir Lauren terkembang sempurna, membuat wajah cantik itu makin terlihat cantik. Tebakannya benar. Pria matang yang barusan masuk adalah Yogi, pasangan kencan butanya. Atau lebih cocok kalau disebut calon suaminya. Aslinya lebih cakep dari fotonya! Dia jadi makin kesengsem.
Dia berdiri dan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. "Iya. Salam kenal, Mas Yogi."
Yogi menyambut uluran tangan tersebut sekenanya dan langsung duduk. Dia kurang suka bersentuhan dengan manusia kalau tidak perlu. Rasanya, privasinya terdobrak saja kalau dia melakukan itu tanpa persiapan.
Senyum Lauren sedikit surut melihat Yogi langsung duduk di depannya. Namun, sebentar kemudian Lauren sudah kembali menguasai diri dan ikut duduk dengan anggun.
"Aku kira kamu nggak dateng, Mas. Kecewa duluan liat wajahku di foto." Dia tertawa anggun, mencoba membuka percakapan dengan sedikit merendah. Dengan parasnya yang cantik begini, orang rabun pun tetap akan mengatakan kalau Lauren cantik, glamor, dan juga anggun.
Yogi pun mengakui kalau Lauren memang cantik. Sayangnya, Lauren bukan tipe Yogi. "Nggak. Justru saya malah pengen ketemu sama kamu karena ada yang mau saya obrolin." Yogi memindahkan tangannya saat pelayan yang didampingi butler datang untuk menuangkan air putih dan menyajikan makanan di mejanya.
Awalnya Yogi heran, tapi kemudian dia paham siapa yang memesan semua ini. Tentu saja mamanya sudah menyiapkan semuanya dengan matang dari calon istri, tempat bertemu pertama kali hingga makanan apa yang harus mereka makan.
Mendengar jawaban Yogi, hidung Lauren sedikit mengembang. Rasa GR memenuhi dirinya. "Oh ya? Ngobrolin apa tuh, Mas? Eh, ngomong-ngomong itu adiknya nggak papa di sana sendirian, Mas?" Lauren menunjuk pada Reya yang memakan salad dengan kikuk di meja sebelah.
Yogi ikut menoleh, sedikit menahan tawa melihat apa yang dipesan Reya. Memang, tadi gadis itu sudah makan, jadi kemungkinan dia masih kenyang. Hanya saja, Yogi tak menyangka Reya akan memesan salad di sini. Kenapa tidak pesan dessert, gitu?
"Dia bukan adik saya," jawab Yogi, membuat perhatian Lauren kembali padanya. "Justru yang ingin saya bicarakan mengenai dia juga. Sebenarnya, saya sudah ada calon yang saya pertimbangkan dengan serius untuk menjadi istri saya."
"Apa?"
"Mama nggak tau, karena saya memang belum mengenalkannya ke Mama. Itu karena usia kami terpaut jauh."
Senyum di wajah Lauren memudar. "Mas Yogi bercanda, 'kan? Nggak mungkin orang itu ...."
"Ya, orang itu adalah kekasih saya. Reya, sini, Sayang."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top