8
"Om."
"Heem." Refian memejamkan matanya saat tahu Luna duduk di dekatnya, di ranjang besar kamarnya, sejak tadi ia dengar ketukan pintu tapi ia malas bangkit, sekali-sekali perlu jual mahal bagi gadis yang sejak dulu menolaknya.
"Maafkan aku, kalo aku kayak selalu nuduh Om yang nggak-nggak."
"Oh."
"Pertama aku kasihan nenek karena selalu ditinggal Om."
"Sekarang ada kamu!"
"Iya sih, kedua, aku hanya nggak ingin Om terlibat skandal yang nantinya pasti ngefek ke perusahaan kita."
"Kamu tahu, gimana aku!"
Lalu hening sampai akhirnya Luna mengira Refian tertidur.
"Paling dia capek, ya udah aku ke luar aja, hmmm, serba salah akhirnya, mau minta maaf, ditinggal malah dia tidur."
Luna bangkit perlahan dan melangkah tanpa membunyikan tapak kakinya, menutup perlahan pintu kamar Refian. Refian berbalik lalu mendesah perlahan.
"Aaarrrgghhhh ... pingin meluk sumpah, tapi ntar dulu, biar tahu rasanya dicuekin."
Refian lagi-lagi memejamkan mata sambil memeluk gulingnya, berusaha tidur nyenyak meski sulit.
.
.
.
"Berapa hari kamu akan melakukan perjalanan bisnis Refi?"
"Tiga hari Ma." Refian menanggapi pertanyaan Atirah sambil menikmati sarapannya berupa secangkir sereal panas dan setangkup roti berisi selai blueberry.
"Bareng siapa?"
Tiba-tiba saja Luna ikut bertanya, tapi tak menatap wajah Refian.
"Sekretarisku!"
"Hanya berdua?" Lagi-lagi Luna bertanya.
"Ini perjalanan bisnis bukan rekreasi keluarga jadi ya hanya berdua."
"Perjalanan yang berbahaya, sama-sama lajang, bisa-bisa ..."
"Silakan kamu berjalan dengan pikiran kamu, aku nggak ada waktu buat ngehalu karena kerjaan aku butuh fakta dan kerjaan yang nyata, Ma, aku berangkat."
Refian meraih tangan Atirah dan mencium punggung tangan itu dengan takzim lalu tanpa menoleh lagi ia melangkah lebar menuju pintu depan.
"Kamu kok nuduh aja sih Lunaaa, nenek kan sudah bilang, dia kerjaaa, kalo dia mau sudah sejak dulu dia sama Cherry, sudah nikah mereka tapi mereka kerja profesional."
"Hmmm, nenek nggak tahu skandal CEO sama sekretaris, jaman kayak gini di mana-mana lumrah."
"Jangan sama ratakan, Refian pengecualian, dia tahu batasan dan lagi Cherry yang nenek tahu sudah punya pasangan dulu sih entah sekarang."
"Pacar maksud nenek?"
"Iya."
"Tapi kata Om Refi ...."
"Kamu cemburu? Ikut Refi aja sana."
"Ih Neneeek."
.
.
.
"Cherry, sudah beres semua?"
Cherry mengangguk, ia sekali lagi memeriksa tasnya dan mengangguk menatap Refian yang menunggunya memastikan semua dokumen yang ia dapat dari kliennya tersimpan rapi.
"Kita harus mau bersusah-payah Cherry karena meski perusahaanku besar tapi masih ada yang lebih besar lagi, jadi saat ada klien istimewa kayak gini, ya aku harus mau mendatangi dia meski konsekuensinya aku harus berlelah-lelah kayak gini."
"Nggak lelah juga Pak, kan kita cuman mendatangi dia di mana, hotel juga keren kayak gini, kita cuman melakukan perjalanan bisnis dan yang jelas saya suka karena dapat bonus dari Bapak."
"Halah kamu, ayo kita pulang Cherry ini sudah hari ketiga dan aku ingin cepat-cepat sampai di rumah."
Cherry terkekeh.
"Kangen sama yang di sono ya Pak?"
Refian mengangguk lalu ia duduk lebih dekat ke arah Cherry.
"Bisa bantu aku?"
"Bantuin apa Pak?"
"Pura-pura jadi pacar aku biar ..."
Cherry memicingkan matanya.
"Biar keponakan Bapak cemburu kan? Ih model kuno."
"Lah yang baru gimana?"
"Gini."
Cherry mendekat ke wajah Refian.
"Oh begini perjalanan bisnisnya? Pantes nenek sering ditinggal dan pulang dini hari ternyata lagi sayang-sayangan sama sekretaris yang katanya wanita baik-baik."
Cherry dan Refian kaget tak mengira Luna muncul di tempat yang sama bersama sekretarisnya, keduanya menoleh dan bersikap biasa. Cherry duduk dengan tenang, ia menyadarkan bahunya pada bahu Refian.
"Ada apa memata-matai aku? Nggak usah sok jaga aku, kamu cemburu kan? Bilang aja nggak usah sok marah-marah."
"Nggak! Aku nggak ada rasa sama Om, dan aku nggak memata-matai, ke sini juga urusan kerjaan."
"Hehe di tempat yang sama? Ah terserah kamu saja, ayo Cherry sepertinya kita harus pergi ke tempat lain."
"Nenek sendiri! Om segera pulang!"
Refian tak menoleh, ia berjalan beriringan dengan Cherry yang membawa tas berisi dokumen penting.
Sedang Luna berusaha menahan air matanya yang hendak tumpah. Rasanya tak rela jika wanita bertubuh seksi dengan dada hampir tumpah itu menyentuh laki-laki yang entah mengapa akhir-akhir ini semakin mengganggu pikirannya.
"Ibu tidak apa-apa kan?"
Luna menatap sekretarisnya, lalu mengangguk pelan.
"Nggak papa, aku hanya menyesalkan kenapa Omku berkata bohong, ternyata mereka pacaran."
"Eemm maaf Bu, kebetulan saya dan Cherry dulu satu kantor, hanya Cherry memang sekretaris pilihan Pak Refian, dia baik kok Bu dan setahu saya tidak ada hubungan apa-apa diantara mereka."
Luna menatap sekretarisnya dengan tatapan yang bisa dia pahami.
"Kamu tadi lihat gimana dekatnya jarak mereka kan, Ren? Malah hampir berciuman? Masa kamu ngga bisa baca bahasa tubuh mereka yang sudah nggak tahan pingin lebih?"
Reni tergagap ia takut jika bos kecilnya marah, bisa seharian ngomel hingga telinganya panas.
"Maaf Bu, tadi itu Cherry kayak hanya ingin berbisik."
"Heh kamu jangan naif Ren, berbisik di tempat yang aku pikir ngomong biasa aja nggak akan ada yang dengerin mereka berdua."
"Maaf kalau saya salah, Bu." Reni menunduk.
"Udah nggak usah bahas itu lagi bikin sesak napas aja."
Dan keduanya melangkah menuju salah satu ruangan yang digunakan untuk bertemu dengan beberapa orang. Luna benar-benar shock dan ia menjadi malas melanjutkan acara hari ini tapi ia harus profesional. Ia menyesal memilih tempat dan kota yang sama dengan Refian, maksud hari ingin bertemu karena rindu ternyata yang ia temui hal di luar bayangannya.
"Akan aku ikuti kemana mereka berdua melangkah, jangan sampai keduanya berakhir di dalam kamar!"
"Ibu ke arah sini." Lagi-lagi Reni mengingatkan Luna yang benar-benar terlihat kacau dan tidak berkonsentrasi.
.
.
.
"Huuuffffttt ... benar-benar mengerikan keponakan Bapak, untung saya nggak punya bos kayak dia, kasihan bener si Reni, bisa-bisa harus sering-sering ke THT."
Cherry terkekeh saat mobil membawa mereka ke bandara. Refian hanya tersenyum puas, ia bisa merasakan nada cemburu dan marah Luna saat memergokinya duduk berdekatan dengan Cherry.
"Dia baik kok, beneran, hanya ya agak manja dan pemarah memang, tapi aku berhasil bikin dia cemburu."
"Ih Bapak, saya yang berhasil, kasi bonus lagi dong Pak."
"Ck matre kamu."
"Iyalah, buat modal nikah."
"Emang brondong kamu mau?"
"Yang ini kayaknya mau deh Pak, tapi suru nunggu dulu, karena dia kan kerja juga, nunggu dia punya modal juga, kami mau patungan."
"Emang dia kerja apa?"
"Ojol."
"Ojoool?"
"Ih emang kenapa Pak, kan halal dan yang penting dia lebih muda dan punya niat nikahin saya! Dia ada di bagian ITnya kok Pak. Dan waktu saya tembak buat nikahin saya eh dia mau."
"Kebelet banget yang mau nikah!"
"Dari pada bikin dosa, mending segera nikah Pak, ayolah Bapak nikah juga."
Tawa Refian terdengar pelan.
"Yang mau dinikahin lagi ngambek."
💗💗💗
2 September 2022 (04.48)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top